Berita Regional

Kisah Heri, Tunanetra yang Ditangkap Bak Teroris Saat Mengamen Hingga Alat Musiknya Rusak

Editor: raka f pujangga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TUNA NETRA - Heri Sandarman Hulu (28) (kiri) bertemu Wali Kota Pematangsiantar Wesly Silalahi di rumah dinas Wali Kota Jalan MH Sitorus, Kota Pematangsiantar, Minggu (15/6/2025).

Saat itulah ia dijemput oleh seseorang yang mengajaknya ke rumah dinas Wali Kota Pematangsiantar, Wesly Silalahi.

“Diajak, aku enggak tahu siapa. Saya ikut naik kereta (motor). Saya sempat takut karena saya buta dan enggak bawa handphone. Saya sendirian,” kata Heri.

Di rumah dinas, Heri menyampaikan keluhannya.

Ia menceritakan bagaimana ia dan Lastiur ditangkap dengan cara yang menurutnya tak manusiawi.

Ia juga membantah telah tiga kali terjaring razia seperti yang sempat disebutkan pihak berwenang. 

Saat itu, Wali Kota memberikan uang tunai sebesar Rp 5 juta dan menyarankan Heri pulang kampung.

“Saya bilang saya bisa pijat. Saya disalamkan uang lima juta dengan syarat saya tidak bekerja di sini dulu. Enggak ngamen dulu selama dua minggu. Itu biaya yang diberikan kepada saya. Kalau modal usaha sampai sekarang belum ada,” katanya.

Heri tinggal di sebuah indekos berdinding papan bersama istrinya, Nelly Hutauruk, dan anak mereka yang masih kecil.

Selain mereka, ada Lastiur dan lima orang tunanetra lainnya yang hidup satu atap. 

Mereka membayar Rp 15.000 per malam.

Kamar mandi ada di lantai bawah, dan harus turun tangga. 

“Ada delapan orang tunanetra dan tiga orang penuntun. Mereka saya anggap seperti keluarga sendiri,” kata boru Marpaung, pemilik kos.

Semua penghuni kos tergabung dalam Anggota Masyarakat Peduli Disabilitas Indonesia (MPDI). 

Mereka hidup dari hasil mengamen keliling atau di SPBU. 

“Kalau hari biasa paling dapat Rp 100.000 atau Rp 120.000, kalau Sabtu-Minggu bisa Rp 150.000 sampai Rp 170.000,” ujar Heri.

Halaman
123

Berita Terkini