TRIBUNJATENG.COM, BATAM – Kasus penyiksaan terhadap seorang asisten rumah tangga (ART) yang dianiaya, dipaksa makan kotoran anjing dan minum air comberan menghebohkan masyarakat, terutama di Batam.
Peristiwa itu sungguh tragis dan menggugah rasa kemanusiaan.
ART tersebut berasal darol Loli, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), bernama Intan.
Baca juga: Fakta Lain Intan ART Dipaksa Makan Kotoran Anjing, Tak Digaji Setahun
Baca juga: Intan Disiksa hingga Dipaksa Makan Kotoran oleh Majikan, Polisi Temukan Buku Dosa
Penganiayaan dilakukan majikannya di sebuah rumah mewah kawasan Perumahan Elite Sukajadi, Blok 10 No. 40, Batam.
Bukan hanya disiksa, Intan juga belum pernah menerima uang gaji.
Selain itu sehari-hari ia dipanggil dengan berbagai sebutan nama hewan hingga PSK.
Kini Roslina telah ditangkap.
Ia tampak tenang dengan sorot mata dingin saat digiring, ia mengenakan baju tahanan.
Seolah tak ada penyesalan sedikit pun.
• Intan Disiksa hingga Dipaksa Makan Kotoran oleh Majikan, Polisi Temukan Buku Dosa
Namun yang paling mengejutkan, pengungkapan kasus keji ini bermula dari laporan masyarakat, bukan dari aparat.
Tim Flobamora Batam, komunitas warga NTT di Batam, menjadi pihak pertama yang mendapat informasi dan nekat turun langsung ke lokasi kejadian.
"Kami dapat laporan, dan tanpa pikir panjang kami langsung ke rumah majikan pada Minggu (22/6/2025).
Saat itu korban masih ada di dalam, dalam keadaan lemah dan penuh luka,” ujar salah satu anggota Tim Flobamora.
Sesampainya di lokasi, tim mendapati kondisi Intan sangat memprihatinkan.
Majikan laki-laki diketahui langsung kabur begitu mengetahui kedatangan tim, sementara majikan perempuan dan ART lain yang juga diduga pelaku masih berada di rumah.
Informasi awal menyebutkan, korban mengalami penyiksaan brutal yang dilakukan oleh majikannya yang hanya dikenal dengan sebutan "Ibu Ros".
Tragisnya, Intan juga diduga disakiti oleh teman kerjanya sendiri, sesama ART, yang ikut melakukan kekerasan atas perintah majikan.
Setelah itu, Persekutuan Komunitas NTT (PK NTT) Batam langsung bergerak cepat.
Koordinator Bidang Hukum PK NTT, Balawanga, membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan langsung dari Ketua Keluarga Sumba, Pak Yulius, sekitar pukul 11.30 WIB.
“Saya langsung koordinasi dengan Kapolsek Batam Kota dan Polresta Barelang. Tak lama, tim kepolisian turun ke lokasi dan membawa korban ke rumah sakit untuk visum,” terang Balawanga, Senin (23/6/2025).
Ia menambahkan, hingga malam harinya keluarga korban masih berada di Polresta Barelang untuk membuat laporan resmi.
"Saya koordinasi langsung dengan Bapak Kapolres. Beliau memastikan majikan sudah diamankan dan tengah diperiksa intensif. Kami akan terus kawal proses hukum sampai tuntas," tegas Balawanga.
Hingga kini, kondisi Intan masih dalam perawatan intensif di rumah sakit.
Luka-luka di tubuhnya tengah ditangani tim medis, dan ia direncanakan akan mendapatkan pendampingan psikologis untuk mengatasi trauma mendalam yang dialaminya.
Komunitas NTT di Batam menegaskan akan memberikan bantuan hukum, moril, dan pengawalan penuh terhadap kasus ini, sebagai bentuk solidaritas dan upaya melawan segala bentuk kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.
“Kita semua terluka atas kejadian ini. Tapi ini juga momen untuk menegaskan: tidak boleh ada lagi kekerasan terhadap pekerja dari daerah-daerah rentan. Keadilan untuk Intan harus ditegakkan,” pungkas Balawanga.
Mulut Kasar Roslina, Selalu Panggil Korban Pakai Nama Hewan dan PSK
Selama setahun bekerja di Batam, Intan tak hanya dipukuli dan disiksa secara fisik, tapi juga dihancurkan secara psikis bahkan identitasnya sebagai manusia pun dilenyapkan.
Selama bekerja, Intan tak pernah sekalipun dipanggil dengan namanya sendiri.
Sebaliknya, ia sehari-hari disebut oleh majikannya dengan sebutan keji seperti “anjing”, “babi”, bahkan “lonte.”
“Sama sekali tidak ada martabatnya diperlakukan begitu. Dia tak dianggap manusia,” ucap Yosep Yingokodie, penasihat Perkumpulan Keluarga Sumba, dengan suara bergetar.
Intan merantau ke Batam setelah lulus sekolah dan berharap bisa membantu ekonomi keluarga. Namun yang ia temukan justru neraka.
Sejak mulai bekerja pada Juni 2024, ia tidak digaji sepeser pun.
Kesalahan kecil seperti mengepel atau menyapu dianggap fatal, hingga ia kerap dituduh mencuri hanya karena mengambil makan.
Dalam dua bulan terakhir, penyiksaan mencapai puncaknya.
Intan dipukuli, diinjak, diseret ke kamar mandi, lalu dipaksa makan kotoran anjing dan meminum air dari septic tank.
Intan dipaksa makan kotoran anjing karena majikan marah. Saat itu korban lupa menutup kandang anjing.
Kedua anjing itu berkelahi, lalu korban dianiaya.
Dan semua itu ditelan olehnya dalam kondisi terpaksa.
“Bayangkan, manusia disuruh makan tai anjing dan minum air comberan. Bahkan bukan dipanggil namanya, tapi sebutan seperti hewan najis dan perempuan murahan,” lanjut Yosep.
Lebih menyakitkan, penyiksaan itu dilakukan bukan hanya oleh majikan, Rosalina, tapi juga sepupu kandung Intan sendiri, Merlin, yang juga bekerja di rumah tersebut.
Namun Yosep yakin Merlin ikut menyiksa karena diancam akan dipukul jika tak menuruti perintah sang majikan.
Saat Intan mencoba mengadukan nasibnya lewat handphone ART tetangga, pengaduannya justru tak dianggap serius.
Ketika majikannya mengetahui hal itu, Intan dikurung di dalam rumah selama dua minggu.
Hingga pada Minggu (22/6/2025), teriakan minta tolongnya terdengar tetangga yang kemudian melapor ke RT.
Saat rumah didatangi, Intan ditemukan dalam kondisi babak belur dan trauma berat.
Kasat Reskrim Polresta Barelang AKP Debby Tri Andrestian membenarkan bahwa dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Rosalina sebagai pelaku utama, dan Merlin sebagai pelaku sekunder karena turut memukul atas perintah.
Barang bukti seperti raket listrik, serokan sampah, ember, hingga kursi lipat disita. Semua menjadi saksi bisu penyiksaan yang berlangsung sistematis.
“Pemukulan terjadi berkali-kali. Jika bangun telat atau salah potong daging, gajinya dipotong, padahal tak digaji sama sekali. Semua dicatat rapi di buku majikan,” jelas Debby.
Kini, Intan dirawat intensif di rumah sakit.
Ia mengalami gizi buruk, anemia parah, memar di sekujur tubuh, dan luka serius di bagian kemaluan hingga tak bisa memakai celana.
“Dia butuh transfusi darah, dan saat ini sedang menunggu hasil USG karena ada keluhan sakit di perutnya,” terang Yosep.
Yosep juga berharap keadilan berpihak kepada Merlin, yang menurutnya hanya korban yang dikambinghitamkan.
“Mereka itu sepupu kandung. Tidak mungkin Merlin tega memukul Intan kalau bukan karena ancaman. Dia pun hidup dalam tekanan yang sama,” tutup Yosep dengan haru.
Wajah dingin Roslina
Senin (23/6), keduanya digiring ke Loby Polresta Barelang dengan mengenakan baju tahanan.
Roslina tampak berjalan tenang. Sorot matanya tajam, datar, seolah tak peduli dengan puluhan kamera yang membidiknya.
Mulutnya terkunci rapat, tak sepatah kata pun keluar. Masker medis menutupi sebagian wajahnya, namun tatapan dinginnya memancarkan sikap tak menyesal.
Di sebelahnya, Merlin terlihat jauh berbeda. Gadis muda itu tampak ketakutan. Tangannya diborgol, matanya sembab seperti baru menangis.
Ia menunduk dalam-dalam, mencoba menghindari tatapan kamera dan publik yang mulai marah atas perlakuannya terhadap sesama perantau.
“Kami telah menetapkan dua tersangka. Roslina sebagai pelaku utama, dan Merlin yang turut melakukan kekerasan atas perintah majikan,” ujar Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Debby Tri Andrestian.
Polisi juga tengah mendalami kemungkinan keterlibatan orang lain, termasuk suami Roslina yang disebut-sebut berada di Korea Selatan dan merupakan seorang ahli hukum. Namun Debby menegaskan, penyelidikan masih berlangsung.
Pengakuan Intan
Yosep Yingokodie, penasihat Perkumpulan Keluarga Sumba menceritakan awal mula korban sampai di Batam. Intan ternyata baru selesai bersekolah kemudian meminta tolong kepada pamannya untuk mencari pekerjaan.
Dia meminta karena ingin memperbaiki perekonomian keluarga. Apalagi jika lama-lama di kampung, Intan tidak tahu mau mencari duit bagaimana.
Sudah setahun dia bekerja, bulan inii pas satu tahun intan bekerja dengan Rosalina di komplek Perumahan mewah di Batam.
"Dia sudah kerja setahun, tapi dari awal gaji tidak dibayar. Kerjanya serba salah. Ngepel salah, nyapu salah. Bahkan ngambil makan pun dituduh mencuri," kata Yosep saat ditemui di Batam, Senin (23/6/2025).
Mirisnya lagi, Kepada Yosep intan bercerita, selama bekerja disana, Intan tak pernah dipanggil dengan namanya sendiri.
Sebaliknya, ia dihina dengan sebutan “anjing”, “babi”, bahkan “lonte”.
Selama bekerja sebagai IRT, dia juga tidak boleh memegang handphone sama sekali, dan hanya boleh keluar rumah sampai gerbang.
Kekerasan fisik dan psikis dialaminya hampir setiap malam dalam dua bulan terakhir, hingga akhirnya ia tak tahan lagi.
Penyiksaan yang keterlaluan ini dialami pelaku semenjak dua bulan terakhir. Bahkan Majikannya, Rosalina, disebut memaksa sepupu korban yang juga bekerja di rumah itu, Merlin, juga ikut menyiksa Intan karena disuruh Rosalina. Apabila tidak menurut, dia yang akan dipukul.
"Intan dipukul pakai sapu, diinjak, diseret ke kamar mandi, lalu dipaksa makan tai anjing dan minum air septic tank. Dan itu dia telan. Bayangkan, manusia diperlakukan seperti itu," kata Yosep dengan mata berkaca-kaca.
Intan sempat mencoba meminjam handphone ART tetangganya untuk mengabari kelakuan bengis majikannya itu dengan mengirim foto-foto dia mengalami kekerasan.
Tetangganya juga sempat mengabari ke RT setempat kalau dia mengalami kekerasan, namun saat itu tidak terlalu diperdulikan karena disangka hanya dimarahi biasa.
Laporan tersebut ternyata diketahui oleh majikannya, sehingga dia dikurung di dalam rumah tersebut selama dua minggu.
Barulah pada Minggu (22/6/2025) siang haru, terdengar suara teriakan dari Intan yang didengar oleh tetangganya tersebut yang kemudian segera mengadu ke Ketua RT dan akhirnya setelah didatangi kerumah itu diketahui Intan sudah babak belur.
Kasat Reskrim Polresta Barelang AKP Debby Tri Andrestian mengatakan, pihaknya langsung bertindak cepat setelah video Intan beredar luas. Setelah melakukan penyelidikan, dua tersangka yakni Rosalina dan Merlin akhirnya ditetapkan.
“Awalnya majikan marah karena korban lupa menutup kandang anjing. Kedua anjing itu berkelahi, lalu korban dianiaya. Tersangka M ikut memukul karena diperintah majikan,” ujar Debby.
Dari hasil penyelidikan, kekerasan terhadap Intan telah berlangsung lama dan sistematis. Barang bukti seperti raket listrik, serokan sampah, kursi lipat, dan ember turut disita.
“Pemukulan terjadi berkali-kali. Korban pernah dipaksa makan kotoran binatang. Jika bangun telat atau salah potong daging, langsung dipotong gaji. Semua itu tercatat di buku yang kami sita,” kata dia.
Keduanya dijerat dengan Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 30 juta. (TribunBatam.id)