Hsu menurut dan menunggu kakek itu pergi. Beberapa saat kemudian ia kembali lagi.
“Bersiap-siaplah!” katanya.
Baru saja ia berkata begitu, Hsü mendengar bunyi kecipak kecipuk di sungai.
Sekawanan ikan datang ke arahnya. Sirip mereka berkilau indah terkena sinar bulan.
Semua ikan itu besar-besar sebetis manusia. Hsu sangat senang mendapat banyak tangkapan ikan besar.
Hsiu kini bersiap pulang. Ia menawari teman barunya itu sebagian dari ikan tangkapannya. Namun, kakek itu menolaknya.
“Aku sudah terlalu sering menerima kebaikan darimu. Dan jika kau perlu bantuan, aku akan dengan senang hati akan selalu membantumu,” katanya.
Hsu menatap pemuda itu dengan heran.
“Tapi, aku belum pernah bertemu denganmu. Aku belum pernah memberimu kebaikan. Kalau kau perlu bantuanku, aku wajib membalas kebaikanmu. Tapi sayangnya, aku hanya nelayan miskin,” kata Hsu. “Siapakah namamu?” tanya Hsu lagi.
“Namaku Wang. Kau sering menolongku. Nama lengkapku Wang Liu Lang,” katanya, lalu berpamitan.
Keesokan harinya, Hsü menjual ikannya di pasar. Dari penjualan ikan, ia bisa membeli teh dari daun-daun teh terbaik.
Ia juga membeli mantao yang terbaik di pasar itu. Sebagian uangnya bisa ia berikan pada istrinya.
Pada malam harinya, seperti biasa, ia kembali ke sungai untuk memancing sambil membawa bekalnya.
Di sana, ternyata Liu Lang, teman barunya telah menunggu. Mereka menghabiskan malam bersama, persis seperti malam sebelumnya.
Pada saat Hsu tidak mendapat ikan, Liu Lang akan memukul permukaan air sungai, dan ikan-ikan pun berdatangan ke arah Hsu. Hal ini berlangsung selama beberapa bulan.