Dongeng Anak

Dongeng Anak Sebelum Tidur, Kisah Nelayan dan Sahabat Misteriusnya di Utara Tzu Chou

Penulis: Alifia
Editor: galih permadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

20250701, Ilustrasi Dongeng Anak Sebelum Tidur, Anak Bermain Gadget, Bank Foto Tribun Jateng, Istimewa.

Hsü mematung dengan kagum. Ia belum pernah melihat keajaiban seperti itu sebelumnya.

Malam itu, Hsu tidak bertemu dengan Liu Lang. Ia mengira, mungkin Liu Lang pulang lebih cepat.

Itu sebabnya, keesokan harinya, Hsu sudah berada di tepi sungai pada sore hari. Ia sangat berharap sahabatnya itu muncul.

Syukurlah, harapan Hsu tercapai. Liu Lang muncul dari sungai dan menghampirinya di sore hari itu.

“Apakah kau ikut Festival Musim Semi, kemarin...” sapa Hsu gembira.

Liu Lang menggeleng sambil tersenyum sangat sedih. Hsu menjadi khawatir. 

“Aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu selama ini. Sayang sekali kita harus berpisah,” kata Liu Lang.

Hsu semakin khawatir.

“Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau terlihat sangat sedih? Kemana kau akan pergi?” tanya Hsu.

"Sebetulnya, aku tidak menyangka akan mendapatkan teman sebaik kamu. Kita telah berteman baik, tapi sekarang kita akan berpisah dan tak akan bertemu lagi. Jadi..., tidak ada salahnya kalau aku membuka rahasiaku..” kata Liu Lang.  

“Aku adalah peri sungai. Tugasku adalah melindungi siapapun yang berada di sekitar sungai ini. Kadang, aku bosan dengan tugasku ini. Tapi, aku lalu mendapatkan kau sebagai teman yang tulus dan menyenangkan.

Aku telah berada di sungai ini bertahun-tahun lamanya. Sebelum ini, tak ada manusia yang pernah memberikan makanan untuk pelindung sungai. Untuk membalas kebaikanmu, aku diam-diam menggiring ikan-ikan ke arahmu sehingga hasil pancinganmu selalu banyak. Itu adalah hadiah dariku karena kebaikan hatimu.

Besok adalah hari terakhirku di sungai ini. Kemarin, akulah yang menolong wanita dan bayinya itu,” kata Liu Lang.

Betapa terkejutnya Hsu. Ia tertawa gembira sambil memeluk sahabatnya itu, “Sudah kuduga!” serunya. “Sudah kuduga. Kau pasti bukan orang biasa,” kata Hsu. “Aku sangat senang bisa mengenalmu. Kau peri pelindung sungai yang paling baik!”

“Perbuatanku ternyata telah  menyenangkan Dewa Langit Yang Maha Kuasa. Kini aku telah ditunjuk untuk menjadi dewa pelindung di desa Wu-chên, di distrik Chao-yüan. Pagi besok, aku harus pergi. Semoga kita bisa bertemu lagi, sahabatku. Sesekali, datanglah ke desa Wu Chen!”

Hsü menjadi lega. Ia mengisi cangkir dengan teh panas dan berkata,

“Liu Lang, minumlah ini, dan jalankan tugasmu dengan gembira. Sangat sulit berpisah denganmu. Tapi kau pantas mendapat jabatan itu!” hibur Hsu.

"Sesungguhnya," jawab Hsü, "Kau layak untuk dijadikan dewa. Jadi, bagaimana bisa kita bertemu lagi? Kau ada di dunia yang berbeda,” kata Hsu.

“Jangan takut dengan hal itu,” kata Liu-lang,“Datanglah!”

Saat itu ayam desa mulai berkokok. Dengan meneteskan airmata, kedua sahabat itu berpisah.

Suatu hari, Hsu bertekat pergi ke Wu Chen. Istrinya tertawa dan berkata,

“Andai kau akhirnya tiba di Wu chen yang jauh itu, kau juga tak mungkin bercakap dengannya! Dia dewa pelindung!”

Hsu tidak peduli. Ia tetap melakukan perjalanan panjang ke Chao Yuan. Ia bertanya pada penduduk sektiar, dan ternyata memang ada sebuah desa bernama Wu-chên. Ia segera melanjutkan perjalanan dan menginap di sebuah penginapan. Dia kemudian bertanya kepada pemilik penginapan, apakah ada kuil di desa itu.

“Apakah namamu Tuan Hsu?” tanya pemilik penginapan terburu-buru.

Hsu terkejut. “Betul. Darimana kau tahu namaku Hsu?”

“Apakah kau berasal dari desa  Tzŭ-chou?”

Hsü semakin heran. “darimana kau tahu asalku?”

Pemilik penginapan bergegas lari keluar dari penginapan itu. Ia lalu kembali lagi dengan membawa banyak orang. Tempat itu kini penuh sesak dengan orang tua dan muda, pria, wanita, dan anak-anak, semua datang untuk mengunjungi Hsü.

Mereka kemudian memberi tahu Hsu bahwa beberapa malam sebelumnya, mereka melihat dewa pelindung desa mereka menampakkan diri. Ia memberi tahu bahwa Tuan Hsu akan segera tiba.

“Dewa pelindung menyuruh kami menyambut anda dan memberi penginapan. Juga membiayai perjalanan pulang Anda.”

Hsü sangat tercengang. Ia langsung pergi ke kuil, dan memanggil temannya itu,

“Sejak kita berpisah, aku setiap hari dan setiap malam memikirkanmu. Aku datang memenuhi janjiku untuk datang menemuimu. Aku harus berterima kasih atas perintah yang telah kamu berikan kepada orang-orang di tempat ini. Saya tidak memiliki apa pun untukmu. Kecuali teh dari daun teh terbaik desaku. Dan beberapa mantau. Aku doakan untuk semua ini. Terimalah, dan anggaplah kita sedang minum bersama di tepi sungai.”

Dia kemudian membakar dupa. Tiba-tiba angin bertiup dan berputar-putar di belakang kuil.  Semuanya lalu sunyi.

Malam itu, Hsü bermimpi bahwa temannya datang kepadanya, mengenakan topi resmi dan jubahnya bagai dewa pelindung desa. Ia sangat berbeda dalam penampilannya dari dulu.

“Terimakasih. Sungguh baik kau mengunjungi aku. Aku sangat menyesal karena dengan jabatanku ini, aku tidak bisa bertemu muka denganmu. Meskipun dekat, kita masih begitu jauh. Orang-orang di sini akan memberimu kecukupan. Dan kau akan pulang dengan perjalanan singkat.”

Beberapa hari kemudian, Hsü bersiap untuk pulang. Walaupun banyak   undangan dari warga untuk tinggal dan menginap di rumah mereka. Warga memberinya berbagai macam hadiah, dan mengantarnya keluar dari desa.

Tiba tiba ada angin puyuh yang muncul dan menemaninya dalam perjalanan pulang. Hsu berbalik dan berseru,

“Liu-lang, jagalah warga desa perlindunganmu yang berharga. Jangan menyusahkan dirimu untuk melangkah lebih jauh.  Hatimu yang mulia pasti akan membuat bahagia warga distrik ini. Tidak ada kesempatan bagiku untuk memberikan nasihat kepala teman lamaku.”

Tiba-tiba angin puyuh berhenti, dan para penduduk desa yang sangat tercengang, kembali ke rumah mereka.

Hsü juga tiba di desanya. Kini ia bekerja sebagai pelayan. Dan setiap kali dia bertemu dengan pria dari daerah Chao-yüan, dia akan bertanya kepadanya tentang dewa pelindung itu. Mereka selalu bercerita bahwa dewa pelindung mereka sangat dermawan.

Cerita: Dok. Majalah Bobo. Ilustrasi: Aditya Galih.

(*)

Berita Terkini