Implementasi lainnya adalah mendorong transisi pertanian berkelanjutan.
Transisi ini dilakukan dengan mengganti mesin penggilingan padi berbahan bakar solar menjadi mesin penggilingan padi listrik, mengurangi pupuk kimia, dan mengoptimalkan penggunaan air.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah, Dyah Lukisari mengatakan, untuk memperluas program low carbon rice, salah satu caranya adalah menggandeng CSR dari perusahaan.
Saat ini yang sudah melakukan intervensi terkait program ini adalah Bank Indonesia.
Ada enam kabupaten selain Klaten, Boyolali, dan Sragen.
Nilai investasi untuk konversi mesin penggilingan padi dari bahan bakar solar ke listrik itu rata-rata sekitar Rp250 juta-Rp300 juta untuk satu titik.
Jadi CSR Bank Indonesia di enam titik itu mencapai sekitar Rp1,8 miliar.
Mesin penggilingan padi itu ditempatkan di Demak, Jepara, Kudus, Kota Semarang, Kabupaten Semarang.
Baca juga: Pemprov Jateng Raih Juara Dua Indeks Keamanan Pangan Segar 2024
Menurut Dyah, ke depan diharapkan mesin yang digunakan tidak lagi listrik, sebab listrik masih memakai energi dari fosil.
Hal itu sesuai dengan arahan dari Gubernur Ahmad Luthfi agar mengupayakan konversi mesin dengan sumber energi dari tenaga surya.
"Nanti akan dicoba 1-2 pilot mesin penggilingan dengan tenaga surya, masih kami bahas juga soal ini," ujarnya.
Duta besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi, berterima kasih atas sambutan yang dilakukan boleh Gubernur Ahmad Luthfi dan Wali Kota Surakarta.
Kedatangannya ke Jawa Tengah dengan 12 delegasi dari negara Uni Eropa untuk melihat langsung praktik low carbon rice di Soloraya.
"Saya sendiri mewakili misi Uni Eropa yang ada di Indonesia, di sini kami ingin belajar dari masyarakat di Indonesia mengenai apa yang dilakukan dalam hal ketahanan pangan."
"Kami ingin terlibat dan belajar dari Jawa Tengah yang merupakan salah satu lumbung pangan terbesar di Indonesia, bahkan juga ada di dunia," katanya. (Laili S/***)