Keluarganya di sana mengelola sebuah pondok pesantren.
Namun di Demak, hari-hari Kafid diisi dengan diam dan menyepi, dibantu oleh beberapa pihak yang bersimpati.
Berbekal petunjuk bahwa Kafid kerap ke makam Sunan Kalijaga, tim TribunJateng.com melanjutkan pencarian ke tempat suci tersebut.
Sebelum ke lokasi, mereka sempat bertemu Raden Edi Mursalien, ahli waris sekaligus juru kunci makam.
Ketika ditanya soal klaim keturunan Sunan Kalijaga, Edi tak membantah.
"Banyak yang mengaku keturunan.
Mau yang tercatat atau tidak, saya tidak mempermasalahkan," ujarnya.
Namun ia membantah bahwa yayasan makam memberi bantuan langsung pada Kafid.
“Mungkin saja dia musafir yang kebagian rezeki dari para peziarah,” jelasnya.
Pencarian dilanjutkan ke Makam Pangeran Wijid II di Astana Gendok Kadilangu, hanya sekitar 100 meter dari makam utama.
Pedagang, tukang parkir, hingga musafir semua ditanyai, namun tak satu pun mengenal atau mengetahui keberadaan Kafid.
Hingga akhirnya, di tengah keputusasaan, tim melihat seorang pria tua tidur di bangku panjang dekat masjid makam.
Sosoknya sangat mirip Kafid.
Harapan sempat membuncah.
Namun saat dibangunkan, pria itu memperkenalkan diri sebagai Joko, bukan Kafid yang selama ini dicari.
Pencarian pun diakhiri di Polsek Demak Kota.
Tapi petugas pun tak mengenal sosok misterius itu.
Dan hingga hari ini, Kafid masih menjadi teka-teki.
Dokter yang meninggalkan jas putihnya demi ketenangan di bawah kolong jembatan, entah mencari pelarian, penebusan, atau justru kebebasan yang tak bisa diberikan dunia sebelumnya.(afn)