"Bulanan sampai Rp 60 ribu, masih bayar meski mati tetap bayar," tuturnya.
Sunaji menjelaskan jika air bisa hidup pun hanya dua kali saja dalam satu hari.
Nyalanya air itupun tidak bisa secara langsung, harus menggunakan pompa.
"Kalau di RT 4 itu kadang nyala 7 pagi kadang malam itu jam 1, Ngalirnya pakek sanyo, kalau manual tidak bisa, Bayar dobel Pompa sama listrik," ujarnya.
Untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-harinya, Sunaji dan keluarga biasanya memilih untuk membeli air bersih.
"Keseharian beli air, Rp 20 ribu mendapat 120 - 150 liter, Per 15 liter dihargai Rp 3000," tuturnya.
Kesulitan air bersih juga disampaikan, Tarmaji (70) RT 3 RW 3 Desa Kedungmalang, Kecamatan Kedung.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya berbeda dengan Sunaji, Tarmaji memilih untuk mencampur air sumur dengan air yang dibeli secara mandiri.
"Sudah macet total RT 3 RW 3, biasanya menggunakan air sumur dicampur air beli satu songkro (gerobak dengan isi 13 galon 15 literan) harga Rp 21 ribu, Air PDAM sudah mati bertahun-tahun, meskipub mati tetap bayar," ungkap Tarmaji.
Biasanya air yang dibeli secara mandiri itu digunakan Tarmaji untuk mencukupi kebutuhan pokoknya.
"Beli untuk memasak dan minum, air sumur untuk cuci dan mandi," ujarnya.
Sementara, Sri (60) RT 3 RW 3 Desa Kedungmalang, Kecamata Kedung, menyampaikan keluhannya terhadap saluran air PDAM tidak lancar.
"Mati telah dua hari, hidup lima hari. Mati tiga hari kadang satu minggu, tidak lancar nyalur pdam," ucap Sri.
Untuk mencukupi kebutahan seharinya, Sri yang bertempat tinggal bersama 6 orang keluarganya juga harus membeli secara mandiri ketika air tidak hidup.
"Buat minum itu beli Rp 20 ribu, masak itu biasanya 10 gembes ukuran 25- 30 liter harga Rp 25 ribu, untuk kebutuhan sehari-hari.Bayar air PDAM perbulan Rp 26-30 ribu," jelasnya.