Ia mendorong pemerintah daerah mencari sumber pembiayaan alternatif untuk transportasi berbasis jalan, seperti Corporate Social Responsibility (CSR) dari BUMN atau swasta untuk pengadaan bus, serta pendapatan non-tarif melalui iklan di halte dan badan bus.
“Daripada membangun LRT yang mahal dan belum tentu diminati, lebih baik modernisasi Trans Semarang, buat jalur busway, gunakan bus listrik, dan perluas akses ke kawasan perumahan. Itu lebih realistis dan berdampak langsung bagi warga,” kata Djoko.
Dengan keterbatasan anggaran dan proyeksi permintaan yang rendah, ia menegaskan wacana LRT di Semarang sebaiknya dipending.
“Berangan-angan boleh, tapi saat ini yang dibutuhkan adalah transportasi publik yang terjangkau, menjangkau banyak warga, dan bisa segera dioperasikan,” pungkasnya. (Rad)