Sisanya tetap harus dipenuhi di rumah melalui peran keluarga.
Meski demikian, ia menilai program ini dapat menjadi sarana edukasi penting tentang makanan sehat.
"Indikator makanan bergizi itu ada sayur, lauk, dan buah.
Setidaknya anak jadi tahu bahwa itu penting. MBG mengenalkan porsi makan sehat dan gizi seimbang," katanya.
Namun, ia mengkritisi menu MBG yang terkadang berisi roti atau makanan kemasan dengan kadar gula tinggi.
"Itu kurang tepat karena bisa menambah risiko obesitas dengan gula yang tinggi.
Sebaiknya menu disesuaikan dengan prinsip gizi seimbang yang memuat nasi, protein hewani dan nabati, lemak sehat, sayur, dan buah," katanya.
Erna juga menyoroti keluhan makanan yang basi.
Menurutnya, hal itu bisa terjadi karena makanan dimasak dalam skala besar dan waktu masaknya cukup dini, yakni pukul 02.00 sampai 03.00 dini hari, lalu dikonsumsi sekira pukul 09.00 sampai 12.00 WIB beberapa jam kemudian.
Meski demikian, ia menekankan rasa makanan bersifat subjektif dan menu yang disusun sudah diawasi ahli gizi.
Ia juga menyebutkan perlunya evaluasi terhadap indikator status gizi anak secara berkala.
"Untuk melihat hasilnya, status gizi bisa dievaluasi setelah enam bulan hingga satu tahun, dengan syarat anak rutin mengonsumsi MBG.
Dinas Kesehatan perlu aktif mengevaluasi melalui indikator IMT (Indeks Massa Tubuh) per umur," jelasnya.
Di sisi lain, pelaksanaan program MBG di Banyumas terus meluas.
Program ini menjadi salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam meningkatkan konsentrasi belajar siswa melalui penyediaan makanan sehat di sekolah.