Dari Nasabah Menjadi Pendidik Finansial: Kisah Intan Dewi Membangun Literasi Asuransi di Daerah

Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Intan Dewi (kiri) bukan sekadar agen asuransi, melainkan sosok yang menjadikan edukasi finansial sebagai panggilan hidupnya. (*)

TRIBUNJATENG.COM - Di balik sorotan panggung penghargaan Top Agent Award (TAA) AAJI 2025, ada kisah tentang kerja keras, dedikasi, dan ketulusan seorang perempuan asal Pekalongan bernama Intan Dewi.

Ia bukan sekadar agen asuransi, melainkan sosok yang menjadikan edukasi finansial sebagai panggilan hidupnya.

Tahun ini, ia dinobatkan sebagai Top Agent of The Year 2024 oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), sebuah penghargaan tertinggi yang bukan hanya menandai prestasinya, tetapi juga pengakuan atas perannya dalam meningkatkan literasi asuransi di daerah yang kerap terabaikan.

Perjalanan dari Nasabah ke Agen Inspiratif
Perkenalan Intan dengan dunia asuransi bermula sederhana: ia adalah seorang nasabah Sun Life.

Baca juga: Demo Pati Jilid Dua, Warga Bakal Gelar Aksi Kirim Ribuan Surat ke KPK Tuntut Bupati Sudewo Ditangkap

Baca juga: Ahmad Husein Dicap "Sengkuni Ra Ndolor" di Pati: Kaus Bergambar Wajahnya Kini Jadi Keset

Dari pengalaman itu, ia menyadari betapa pentingnya perlindungan finansial. Dorongan dari kerabat serta keinginannya memberi manfaat lebih luas kepada masyarakat membuatnya memutuskan untuk bergabung sebagai agen pada 2009.

“Saya merasa terpanggil untuk melayani masyarakat agar mereka bisa mewujudkan kemapanan finansial dan hidup yang sehat di masa mendatang,” tutur Intan.

Sejak hari pertama, ia memosisikan dirinya bukan sekadar tenaga pemasar. Intan memilih menjadi pendamping, penasihat, bahkan edukator bagi setiap orang yang ditemuinya. Ia percaya bahwa agen sejatinya adalah jembatan antara perusahaan dan masyarakat, yang harus hadir, mendengar, dan menjelaskan dengan bahasa yang sederhana namun jujur.

Tantangan di Kota Kecil

Namun, Pekalongan bukan Jakarta atau Surabaya. Di kota kecil ini, pemahaman masyarakat terhadap asuransi masih minim.

Hal itu juga tergambar dalam hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, yang menunjukkan kesenjangan mencolok: tingkat literasi asuransi memang naik drastis dari 31,72 persen pada 2022 menjadi 76,25 % pada 2024, tapi kepemilikan polis justru menurun, hanya 12,21 % .

Kenyataan itu membuat Intan semakin yakin bahwa pekerjaannya lebih dari sekadar menjual polis. Ia turun langsung ke lapangan, menyampaikan manfaat, risiko, dan proses klaim dengan transparan.

“Banyak orang sudah tahu tentang asuransi, tapi ragu membeli karena belum paham detailnya. Ada juga yang sudah punya polis, tapi tidak tahu benar produk yang mereka miliki. Di situlah peran agen menjadi penting,” ujarnya.

Prinsip “Action Louder Than Words”

Di tengah jalan, Intan menemukan prinsip hidup yang ia pegang erat: “Action Louder Than Words.” Baginya, agen yang baik bukan hanya pandai menjelaskan produk, melainkan juga siap hadir ketika nasabah benar-benar membutuhkan.

Ia membagi tipe agen ke dalam tiga: mereka yang hanya bisa menjual, mereka yang menguasai produk tapi lupa pelayanan pasca-penjualan, dan mereka yang hadir sepenuh hati mendampingi nasabah. Intan memilih berada di kategori terakhir.

Halaman
12

Berita Terkini