TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sumiyati (46) tangannya cekatan menimbang karung plastik berisi kaleng aluminium, botol plastik ataupun kardus di Bank Sampah Mawar, Kelurahan Patemon, Gunungpati, Minggu (24/8/2025).
Jarum timbangan berhenti di angka 3 kilogram.
Sampah tersebut kemudian diambil oleh petugas Bank sampah lainnya, siapa sangka Bank sampah tersebut dikelola oleh para puan.
Beberapa ibu-ibu mulai memisahkan sampah dari karung yang ditimbang oleh Sumiyati, antara botol minum kemasan, kemasan makanan, botol kaca, dan sebagainya.
Baca juga: Dukung Semangat Jaga Lingkungan, Kompas Gramedia Beri Apresiasi Pegiat Bank Sampah
Semua jenis sampah yang memiliki nilai ekonomis itu dipilah dan dikelompokkan berdasarkan katagori jenis sampahnya.
Sumiyati kemudian mencatat hasilnya di buku tabungan sampah milik warga.
Bukan rupiah yang tertulis di sana, melainkan saldo emas.
“Alhamdulillah, kemarin tabungan emas dari nasabah kami sudah terkumpul sampai 25 gram. Siapa sangka sampah rumah tangga bisa berubah jadi investasi jangka panjang.” ujarnya dengan mata berbinar.
Sejak 2019, Sumiyati menjadi motor penggerak Bank Sampah Mawar di RW 5 Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati, Semarang.
Awalnya sekadar gerakan warga agar lingkungan lebih bersih, sebelum pada 2021 resmi mengantongi SK kelurahan.
Kini, bank sampah itu tumbuh dengan 200 nasabah aktif, dan 35 di antaranya rutin menabung emas.
Dari Kardus hingga Jelantah
Jenis sampah yang masuk ke bank ini beragam seperti kertas, kardus, koran, kaleng, besi, tembaga, aluminium, botol plastik, sampai minyak jelantah.
Dari semua itu, aluminium jadi primadona, harganya mencapai Rp15 ribu hingga Rp19 ribu per kilogram.
Dalam sebulan, warga bisa mengumpulkan 1,5 hingga 2 ton sampah. Dari tumpukan itu, lahirlah saldo yang bisa dipilih: ditukar tunai, ditabung untuk lebaran, atau dikonversi jadi emas.