Tak puas hanya di lingkungannya, Sumiyati merambah Kelurahan Patemon untuk sosialisasi. Ia menggandeng RT, RW, bahkan tim Pegadaian, agar semakin banyak warga merasakan manfaat.
“Di sini kadang orang lebih memilih uang tunai. Tapi alhamdulillah, untuk tabungan emas responsnya positif. Warga mulai sadar bahwa emas bisa jadi simpanan masa depan,” katanya.
Di Gunungpati, emas kini lahir dari botol bekas, kaleng, hingga minyak jelantah.
Melalui tangan-tangan telaten warga, Bank Sampah Mawar membuktikan sampah pun bisa mengEMASkan Indonesia.
Bahkan Bank Sampah Mawar juga punya program Sedekah Sampah, sebagian hasil penimbangan disalurkan untuk membantu kaum duafa.
Satu diantara nasabah yang aktif menabung yakni Paminah (53), dirinya tersenyum saat menyetorkan sampah rumah tangganya, ketika ditanya manfaatnya dia memperlihatkan sebuah cincin emas dua gram di jarinya.
Paminah juga masih tak percaya tumpukan plastik, kardus, dan botol bekas yang dikumpulkan tiap bulan bisa berubah jadi perhiasan berharga
“Ini hasil dari sampah rumah tangga,” katanya pelan.
Ia bergabung menjadi nasabah Bank Sampah Mawar Gunungpati sejak awal berdiri.
Meski awalnya sekadar mengikuti arahan kelurahan agar tiap RT memiliki bank sampah.
Namun perlahan, dari aktivitas sederhana memilah plastik dan kardus di rumah, lahirlah tabungan yang bisa ditukar dengan emas.
“Saya dulu ambilnya tabungan tahunan, setiap tahun sekali bisa dicairkan. Tapi setelah ada sosialisasi kerja sama dengan Pegadaian, kami mulai menabung emas. Jadi setiap bulan sampah yang terkumpul saya setor, nanti dikonversi emas,” ujarnya.
Dari Sampah ke Cincin
Setiap bulan, Paminah rata-rata membawa 20–30 kilogram sampah rumah tangga: kardus, botol plastik, bungkus detergen, hingga minyak jelantah.
Jumlah itu kalau diuangkan hanya sekitar Rp30 ribu hingga Rp50ribu. Namun dengan konsistensi menabung, nilainya terkumpul jadi gram emas.