TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Nasib apes dialami lansia warga Klaten.
Endang (78) tak pernah menyangka acara halal bihalal keluarganya pada Mei 2024 berbuntut panjang.
Dia datang ke kantor Ditreskrimsus Polda Jateng pada Senin (25/8/2025) ditemani menantu dan cucunya.
Baca juga: PHRI Banyumas Minta Penerapan Royalti Lagu Ditunda, Pakar Hukum Dorong Revisi UU Hak Cipta
Baca juga: Kemenkum Jateng Bahas Pentingnya Desain Industri dan Hak Cipta Bersama Komunitas Pelaku Budaya Solo
Endang yang berjalan menggunakan tongkat bantu itu datang untuk memenuhi panggilan mediasi terkait dugaan pelanggaran hak cipta siaran bola milik vidio.com.
Kebetulan saat itu warung kopi yang juga rumahnya itu buka.
“Awalnya halal bihalal."
"Kami kumpul keluarga, bukan niat nonton bareng."
"Ada orang datang bertubuh tegap pesan kopi hitam dua, terus foto-foto," tutur Endang.
Endang tidak mengetahui siapa yang menyetel siaran bola tersebut.
Endang menegaskan, warung kopi miliknya di Klaten tidak pernah menjual tiket atau membuat acara resmi nonton bareng.
Dia hanya berlangganan siaran resmi untuk konsumsi pribadi.
“Kalau nobar itu kan diniati, ada tiket, ada komersil."
"Kami tidak ada tiket, tidak ada apa-apa."
"Itu acara keluarga,” jelasnya.
Namun pada 2 Juni 2024, sebulan setelah pertemuan keluarga itu, Endang menerima somasi.
Dia dituding melanggar hak cipta karena menayangkan pertandingan di tempat umum.
Jumlah ganti rugi yang diminta membuatnya kaget.
“Mintanya Rp115 juta, saya tidak ikhlas."
"Saya ini orangtua, sakit jantung, sudah 22 tahun minum obat."
"Rasanya itu berlebihan,” tutur Endang.
Di hadapan penyidik, Endang berkisah bahwa saat acara berlangsung ada orang asing datang dan memotret.
Baca juga: Kemenkum Jateng Serahkan Pencatatan Kekayaan Intelektual dan Sertifikat Hak Cipta di Kabupaten Pati
Baca juga: UNNES Gelar Workshop Digitalisasi Media Pembelajaran dan Penguatan Hak Cipta di SMPN 1 Tegal
“Bajunya hitam-hitam, beli kopi."
"Tahu-tahu memotret."
"Saya curiga, kok kayak cari-cari kesalahan,” ucapnya.
Meski hatinya kesal, Endang tetap berusaha tenang.
Dia menyerahkan sepenuhnya proses mediasi kepada anak dan menantunya.
“Saya ini nenek-nenek."
"Kesal iya, tapi ya harus berani."
"Insya Allah tidak apa-apa,” katanya.
Bagi Endang, kasus ini terasa janggal.
Dia merasa acara keluarga diperlakukan seolah-olah sama dengan bisnis nonton bareng berbayar.
“Kalau memang ada bukti kami jual tiket, silakan."
"Tapi ini cuma kumpul keluarga."
"Rasanya berat sekali kalau dipaksa bayar segitu,” imbuhnya.
Kini, kasus Endang menjadi salah satu contoh bagaimana regulasi hak cipta siaran pertandingan masih menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat kecil.
Bagi Endang, yang awalnya hanya ingin mengisi kebersamaan keluarga, perjalanan ke Polda Jateng terasa seperti drama yang tak pernah dia bayangkan.
10 Kasus di Jawa Tengah
Sementara itu, kuasa hukum Indonesia Entertainment Group (IEG), Ebenezer Ginting dari Ginting & Associates Law Office menegaskan bahwa konten Liga Inggris hanya boleh ditayangkan secara pribadi di rumah.
Jika digunakan di ruang usah kafe, bar, atau tempat komersial lain diperlukan lisensi khusus.
“Klien kami adalah pemegang lisensi eksklusif Liga Inggris."
"Artinya, masyarakat boleh menikmati di rumah secara privat."
"Tapi kalau dipakai sebagai ikon usaha seperti nonton bareng atau diputar di zona komersial, itu melanggar."
"Ada lisensi khusus yang harus dibayarkan,” kata Ebenezer.
Baca juga: Kata Ariel NOAH soal Royalti, Soroti 2 Pasal Bertentangan di UU Hak Cipta hingga Musisi Bingung
Baca juga: Tugu Biawak Viral di Wonosobo Dapat Penghargaan Hak Cipta dari Kemenkumham
Dia menambahkan, pelanggaran hak cipta tidak bergantung pada ada-tidaknya tiket.
“Terlepas ada ticketing atau tidak, selama memutar Liga Inggris di zona komersial, unsur sengaja maupun tidak, itu sudah melanggar undang-undang,” tegasnya.
Menurut catatan IEG, saat ini ada sekira 100 laporan polisi (LP) terkait pelanggaran hak siar di berbagai daerah Indonesia.
Di Jawa Tengah, jumlahnya sekira 10 kasus.
Sebagian sudah selesai lewat jalur mediasi.
Sementara lima hingga enam kasus lain masih berproses.
“Pelaku usahanya macam-macam."
"Ada UMKM, ada juga menengah ke atas."
"Kopi shop, bar, dan lainnya."
"Jadi bukan hanya usaha kecil yang kena, semua lapisan bisa,” jelas Ebenezer.
Pihak IEG, kata Ebenezer, tetap mengedepankan edukasi dan sosialisasi.
Namun bila pelanggaran terus terjadi, langkah hukum tetap ditempuh.
“Semangat kami bukan hanya penindakan, tapi juga anti pembajakan."
"Kalau tidak ada yang membeli lisensi, masyarakat Indonesia bisa-bisa tidak bisa lagi menonton Liga Inggris,” ujarnya.
Kasus yang menimpa Endang menjadi salah satu yang menarik perhatian publik, karena tayangan bola diputar saat acara halalbihalal keluarga tanpa penjualan tiket.
Meski begitu, Ebenezer menegaskan hukum hak cipta tetap berlaku di ruang usaha.
“Ini jadi pembelajaran bahwa ada value bisnis di balik hak siar yang harus dihargai,” pungkasnya. (*)
Baca juga: UKM Rumah Sahabat UDINUS Bentuk GEMATI dan IMPASIS, Edukasi MPASI & PHBS di Gemawang
Baca juga: Di Kabupaten Tegal, Peredaran Rokok Ilegal Paling Banyak Ditemui di 4 Kecamatan, Ini Penyebabnya
Baca juga: Ternyata Tak Semua Infeksi Bisa Disembuhkan dengan Antibiotik, Bahaya Menanti Jika Tak Tepat
Baca juga: Warga Desa Babalan Demak Minta Adanya SLB, Bupati Siap Wujudkan