“Misalnya kalau diklaim penerbitan kebijakan soal PBB-P2 sudah partisipatif.
Bisa ditanyakan, ‘Tapi, Pak, kami temukan bahwa Anda tidak ada partisipasinya.’ Itu disiapkan saja di DPRD supaya pertanyaannya tajam,” ujar dia.
Adapun terkait kasus hukum yang melibatkan Sudewo, yang hingga kini masih berproses di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bivitri menilai hal tersebut berada di luar kewenangan Pansus.
“Yang jelas kasus di KPK dilakukan sebelum dia menjadi bupati. Jadi untuk hak angket ini tidak akan bisa langsung ke sana.
Kalau nanti ada kasus pidana pasti juga nanti terpisah dari hak angket,” ungkap dia.
Terpenting, menurut Bivitri, proses Pansus ini sudah berjalan sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah, tinggal digali saja secara lebih mendetail.
“Masukan kami tinggal mendetailkan saja supaya tidak ditolak MA. Maka saya juga membawa putusan-putusan lama supaya mencegah jangan sampai ada penolakan dari MA,” tandas dia.
Senada, akademisi dari Universitas Semarang (USM), Muhammad Junaidi, memandang bahwa sejauh ini proses Pansus Hak Angket DPRD Pati sudah berjalan sesuai jalur, baik dari sisi materi maupun waktunya.
“Saya lihat sampai sekarang masih on the track. Pansus adalah konstitusional. Kalau masyarakat menyampaikan pendapat dan masukan, diserahkan ke DPRD, dan DPRD merespons, maka kelanjutannya kita tidak usah mengukur sampai MA lebih dulu. Kita ikuti mekanisme Pansus ini,” ujar Wakil Rektor III USM ini.
Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, mengatakan bahwa pihaknya sengaja mendatangkan pakar hukum tata negara untuk menanyakan dan mengonsultasikan tahapan-tahapan yang sudah pihaknya jalankan.
“Kami juga mengonsultasikan temuan-temuan kami, karena beliau-beliau memang ahlinya. Kami serahkan data-data temuan Pansus.
Secara umum teman-teman dan masyarakat bisa menilai, arah Pansus ini bagaimana, dan kami harap masyarakat Pati kawal kami terus, jangan sampai ada yang masuk angin, jangan sampai kendor,” tegas politisi PDIP ini. (mzk)