Tribunjateng Hari ini
Pemilik Dapur SPPG Sebut Keracunan Terjadi saat Siswa Bawa Pulang Makanan
Pilik dapur penyedia makanan program MBG di Karanglewas Kidul angkat bicara soal kasus keracunan.
Penulis: Achiar M Permana | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, BANYUMAS - Dugaan keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa puluhan siswa di Kecamatan Karanglewas, Banyumas, memantik reaksi dari legislatif.
Anggota Komisi 4 DPRD Banyumas, Rachmat Imanda, langsung melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karanglewas Kidul.
Dalam kunjungannya, Imanda mengontrol secara langsung praktik proses masak di dapur MBG tersebut.
Imanda mengingatkan soal makanan MBG yang dibawa pulang, akan dicek kebenarannya lebih lanjut.
Sidak berlangsung di dapur DPPG Karanglewas Kidul, Jumat (26/9/2025).
Imanda mengatakan, menu makanan basah memang lebih baik disantap di sekolah.
Ia menilai, makanan basah berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan jika makanan tidak segera dikonsumsi.
"Kami mendapat informasi bahwa makanan dibungkus dan dibawa pulang. Ini tentu harus dicek kebenarannya,” kata Imanda kepada Tribun Jateng, Sabtu (27/9/2025).
“Kalau menu makanan dalam kondisi basah, idealnya disantap langsung di sekolah agar tidak rusak," sambungnya.
Imanda menegaskan, kontrol terhadap pelaksanaan program MBG harus diperketat, terutama dalam hal bahan baku, proses pengolahan, dan distribusi makanan ke sekolah-sekolah.
"Keracunan bisa saja muncul dari banyak faktor, misalnya bahan baku yang tidak segar, proses memasak yang tidak tanek, atau wadah (ompreng) yang belum benar-benar kering,” kata Imanda.
“Tapi kami lihat langsung ke dapur SPPG, kondisinya bersih, luas, alat masak memadai, dan pengolahan terlihat sesuai SOP," katanya.
Imanda mengatakan, pihaknya juga telah meminta klarifikasi dari pemilik dapur, Sri Wiyono.
Dalam penjelasannya, Sri mengklaim tidak ada kesalahan dalam proses pengolahan makanan di dapur SPPG Karanglewas Kidul.
Sebelumnya Kepala SDN Pangebatan, Riyadi menjelaskan, menu MBG yang dikonsumsi pada hari Senin yaitu nasi, telur, bihun, kuah soto, dan buah anggur tiga biji.
Kemudian pada Selasa menunya nasi, ayam goreng dan buah naga. "Untuk kelas 1, 2, dan 3 tidak pakai sambal, kelas 4, 5, 6 ada sambalnya. Kelas 1 sampai 3 biasanya datang sebelum pukul 09.00, kelas 4 sampai 6 biasanya pukul 11.00," tambahnya.
Penuhi standar
Di sisi lain, pemilik dapur penyedia makanan program MBG di Karanglewas Kidul, Sri Wiyono mengeklaim, makanan dari dapur SPPG yang dikelolanya tidak bermasalah.
Menurut Sri, penyebab gangguan kesehatan pada siswa diduga kuat terjadi karena makanan dibawa pulang dan dikonsumsi di rumah.
“Bukan dimakan di sekolah sebagaimana seharusnya,” kata Sri, pada Jumat malam.
Sri menjelaskan, proses produksi dan distribusi makanan dari dapurnya telah memenuhi standar.
Dia menyebut, tidak ditemukan kesalahan dalam pengolahan makanan maupun kondisi dapur saat dikunjungi oleh berbagai pihak yang melakukan klarifikasi.
"Ketika klarifikasi dari anggota DPRD, Dinas Pendidikan, puskesmas, kecamatan, Koramil, hingga kepolisian dan Kodim datang ke dapur, mereka menyatakan bahan baku bagus, pengolahan sesuai SOP, pengiriman sesuai SOP,” kata Sri.
“Bahkan mereka memuji dapur ini bersih, luas, alat-alat bersih, dan nyaman," sambungnya.
Sri menjelaskan SPPG Karanglewas Kidul memiliki struktur organisasi yang lengkap, terdiri atas kepala SPPG, ahli gizi, ahli akuntansi, serta 47 karyawan lainnya.
"SPPG ini saya yang mendirikan dan saya yang punya gedungnya. Total karyawan ada 50 orang. Kepala SPPG itu diangkat oleh pemerintah melalui program Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI), sedangkan ahli gizi dan akuntansi saya yang angkat langsung," jelasnya.
Menurutnya, sejak program MBG dijalankan, tidak ada kendala, pada dua pekan pertama.
Masalah baru muncul pada minggu ketiga, ketika pihak sekolah mulai membolehkan siswa membawa pulang makanan.
"Padahal makanan itu harusnya dimakan di sekolah," katanya.
Ia menilai, praktik membawa pulang makanan berisiko tinggi merusak kualitas makanan.
Ia menyebut, makanan yang dipindahkan ke tempat lain seperti piring rumah, plastik, atau bahkan terkena udara luar, bisa mengalami kontaminasi.
"Ketika makanan dipindah ke tempat lain, misalnya piring rumah atau plastik, itu bisa menjadi media pengurai. Udara itu juga pengurai. Makanan yang harusnya dimakan jam sebelas siang, tapi baru dimakan di rumah jam empat sore, ya sudah rusak,” kata Sri.
“Ini yang menyebabkan kemungkinan sakit," lanjutnya.
Sri menambahkan, berdasarkan pengamatan setelah pertemuan dengan para kepala sekolah, pada Selasa (24/9/2025), pihaknya menekankan larangan membawa pulang makanan.
Sejak itu, tidak ada lagi kasus gangguan kesehatan.
"Hari Rabu, Kamis, dan Jumat tidak ada kasus baru. Itu menguatkan dugaan saya, bahwa variabel membawa pulang makanan sangat signifikan terhadap kejadian kemarin," terangnya.
Dalam pertemuan itu, salah satu kepala sekolah juga mengakui bahwa mereka baru mengetahui aturan tersebut.
"Kepala SD Pengembatan menyampaikan, 'Saya baru tahu kalau makanan tidak boleh dibawa pulang.' Saya juga kaget, berarti ini sudah jelas, kesalahannya di sini," katanya.
Ia menegaskan, klarifikasi dari berbagai pihak telah dilakukan secara menyeluruh, termasuk dari DPRD, Dinkes, TNI-Polri, hingga pihak sekolah.
Semua menyimpulkan bahwa tidak ada kelalaian dari sisi dapur maupun kualitas makanan.
"Waktu kejadian saya di Wangon. Saya langsung datang ke dapur jam satu siang. Saya cek, makanan masih bagus, teksturnya bagus, warna bagus. Jadi variabel kerusakan bukan dari dapur," tegasnya lagi.
Selain SD Pengebatan, ia juga menyebut kejadian serupa terjadi di sekolah lain, seperti MI Al-Faruq, yang juga membiarkan makanan dibawa pulang oleh siswa.
SPPG Karanglewas Kidul saat ini melayani sekitar 2.900 penerima manfaat dari 25 sekolah di wilayah Pangebatan, Kediri, dan Karanglewas.
“Meskipun saya pemilik, saya tidak mengatur makanan secara langsung, tapi saya ikut bertanggung jawab secara moral," imbuhnya.
Membaik
Sementara itu, kondisi ratusan siswa yang diduga mengalami keracunan seusai mengonsumsi makanan dari program MBG di Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, mulai berangsur membaik.
Hingga Jumat (26/9/2025), total korban mencapai 157 orang.
Dari jumlah tersebut, tinggal 35 orang yang masih dirawat di PKU Petanahan dan Puskesmas Petanahan.
Kepala Puskesmas Petanahan, Sunarko Slamet, mengatakan sebagian besar pasien sudah menunjukkan pemulihan.
“Sampai sekarang semua pasien kondisinya sudah baik. Mereka sudah bisa makan, perut sudah enak, dan tidak lagi pusing,” ujarnya di PKU Petanahan, Jumat.
Menurut Sunarko, dari 157 korban, sebagian hanya melakukan pemeriksaan ringan ke bidan, dokter praktik mandiri, atau membeli obat sendiri.
Sementara itu, 35 orang masih dirawat inap, terdiri atas 27 pasien di Puskesmas Petanahan dan 8 pasien di PKU Petanahan.
“Semua infus sudah kami lepas. Jika malam ini tidak ada keluhan, besok pagi mereka akan dipulangkan,” jelasnya. (Permata Putra Sejati/Agus Iswadi)
Respons Isu Jual Beli Lapak Ilegal, Dinas Perdagangan Akan Data Ulang Pedagang Oktober Mendatang |
![]() |
---|
Studi Lapangan Wisata Kuliner, Mahasiswa Stiepari Semarang Lirik Potensi Pasar Johar Jadi Destinasi |
![]() |
---|
Polisi Buru Bos Penguras Rp 750 Juta dari Rekening Warga Salatiga |
![]() |
---|
Agustina Siapkan Skenario untuk Bikin Pasar Johar Ramai Lagi |
![]() |
---|
BGN Buka Kemungkinan Polisikan Dapur MBG yang Sebabkan Keracunan Massal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.