Berita Banyumas
Dugaan Mark Up dalam Program MBG di Banyumas, Porsi Rp7000 Dilaporkan Rp10 Ribu
Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Banyumas menjadi sorotan terutama
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Banyumas menjadi sorotan terutama adanya dugaan potensi mark up.
Hal itu diungkapkan oleh Forum Masyarakat Peduli Program Makan Bergizi Gratis (FMP2M) yang sempat mengadukan berbagai persoalan.
FMP2M menilai program yang sejatinya bertujuan meningkatkan gizi anak sekolah itu justru berpotensi melenceng dari semangat awalnya.
"Kami mendukung penuh program nasional ini, tapi pelaksanaannya di lapangan banyak yang harus dievaluasi," ujar Sekretaris FMP2M, Edo Damaraji, kepada Tribunbanyumas.com, Senin (20/10/2025).
Menurutnya jangan sampai program bergizi gratis justru jadi ajang mencari untung atau hanya menguntungkan pihak tertentu.
Termasuk dugaan adanya praktik mark up dan ketimpangan ekonomi dalam pelaksanaannya.
Edo mengungkapkan, hasil penelusuran FMP2M menunjukkan adanya potensi mark up harga dalam penyediaan menu makanan di sejumlah Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG).
Berdasarkan analisis terhadap data dan laporan masyarakat, biaya satu paket makanan yang seharusnya bisa disiapkan dengan nilai sekitar Rp7.000 justru dibanderol hingga Rp10.000 per porsi.
"Saya tanya ke pengusaha catering kalau menu MBG yang disajikan itu nilainya sekitar Rp7.000.
Tapi kalau disebut Rp10.000, kami pertanyakan komponen biayanya dimana.
Ini yang harus ditelusuri agar tidak ada permainan harga," ujarnya.
Selain itu, FMP2M menyoroti dominasi sejumlah yayasan dan penyedia besar dalam rantai pasok bahan makanan.
Menurut Edo, hal ini mengakibatkan pelaku usaha kecil dan warung di sekitar lokasi produksi tidak tersentuh manfaat ekonomi dari program MBG.
"Katanya untuk memajukan UMKM, tapi kenyataannya mereka tidak kecipratan.
Banyak SPPG justru mengambil bahan dari tengkulak besar.
Kalau kewenangan diberikan ke desa, mereka bisa belanja di warung kecil, dan dampaknya terasa langsung di masyarakat," katanya.
Selain dugaan mark up, FMP2M juga menemukan sejumlah persoalan lain dalam pelaksanaan MBG di Banyumas.
Mulai dari dugaan keracunan makanan di tiga sekolah SD Pengembatan, TK Pertiwi, dan SD Negeri Kediri hingga kasus pencemaran sumur di wilayah Rejasari yang dikaitkan dengan aktivitas produksi makanan.
Forum juga menyoroti kurangnya keterbukaan antara pihak yayasan penyelenggara dengan masyarakat penerima manfaat.
Dalam beberapa kasus, kata Edo, pihak yayasan hanya bersedia berkomunikasi dengan pelaku penyedia makanan tertentu, dan enggan membuka data secara transparan.
Dari hasil pengamatannya SPPG rata-rata menangani hingga 3.000 porsi per hari.
Tapi tidak semua memiliki sistem pengawasan yang memadai, baik dari sisi higienitas, penyimpanan bahan, maupun pelaporan.
Ada indikasi sebagian besar hanya berorientasi pada efisiensi biaya tanpa memperhatikan aspek kualitas.
Ia juga mengungkap dugaan praktik penumpukan bahan pangan di beberapa sentra produksi.
Pihaknya menduga ada pihak yang menyimpan stok besar di freezer untuk kebutuhan harian.
"Secara ekonomi, itu wajar, tapi kami khawatir praktik semacam ini memunculkan insentif ekonomi berupa cashback dan reward dari pemasok besar, yang pada akhirnya bisa berujung pada mark up harga," jelasnya.
Dalam surat aduan kepada Presiden, FMP2M mengajukan empat tuntutan utama untuk memastikan Program Makan Bergizi Gratis berjalan sesuai tujuan:
1. Penertiban Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG): Presiden diminta menginstruksikan Pemerintah Kabupaten Banyumas menertibkan SPPG yang tidak memenuhi standar higienis dan sanitasi sesuai ketetapan Badan Gizi Nasional (BGN).
2. Pemberdayaan Ekonomi Lokal: BGN diminta mendorong agar setiap SPPG wajib melibatkan pelaku usaha kecil dan warung sekitar sebagai mitra penyedia bahan pangan.
3. Kewenangan Penyelenggaraan Mandiri: Sekolah dan pemerintah desa penerima manfaat diusulkan memiliki kewenangan untuk mengelola penyediaan makanan secara mandiri dengan pendampingan teknis.
4. Pembentukan Satgas Khusus (Satgasus): FMP2M mengusulkan pembentukan Satgasus pengawasan berbasis masyarakat untuk mencegah penyimpangan, termasuk dugaan mark up harga dan pelanggaran higienitas.
Surat aduan resmi tersebut telah disampaikan kepada Presiden saat kunjungan perwakilan Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) ke Banyumas, Kamis (16/10/2025).
Edo menegaskan aduan ini bukan bentuk penolakan terhadap program pemerintah, melainkan upaya menjaga integritas dan keberlanjutan kebijakan yang menyentuh langsung kehidupan anak-anak.
"Kami tidak menolak, kami justru ingin program ini benar-benar tepat sasaran, higienis, dan adil.
Kalau masyarakat tidak ikut mengawasi, program sebesar ini bisa keluar jalur dan tidak terkontrol," katanya.
FMP2M berharap pemerintah pusat segera menurunkan tim evaluasi independen untuk memeriksa pelaksanaan MBG di Banyumas, mulai dari sistem produksi hingga distribusi.
"Kalau dibiarkan, bukan hanya soal gizi anak yang terancam, tapi juga kredibilitas program nasional yang sangat baik ini bisa tercoreng," ungkapnya. (jti)
| Ayah Tiri Cabuli Anak Tiri di Purwokerto, Garasi jadi Saksi |
|
|---|
| Jerami Fest 4 Banyumas: Hidupkan Tradisi Sekaligus Mendongkrak Kesejahteraan Petani Pangebatan |
|
|---|
| Panahan Sambil Duduk, Jemparing Mataraman Siap Tampilkan Tradisi di Festival KORMI Banyumas |
|
|---|
| Wabup Dorong Forum Anak Banyumas Jadi Pelopor dan Pelapor |
|
|---|
| Akademisi Soroti Sanitasi dan Keamanan Pangan Dapur MBG di Banyumas yang Masih Jadi Masalah Serius |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.