Tribun Jateng Hari Ini
Pemkab Wonosobo Perkuat Identitas Kopi Produsen Lokal
Upaya itu difokuskan pada penguatan identitas melalui Rumah Kemasan dan kerja sama dengan produsen kopi lokal.
Penulis: Imah Masitoh | Editor: Vito
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Pemkab Wonosobo berupaya menguatkan identitas kopi lokal agar tidak kalah bersaing dengan daerah lain dan memiliki eksposur yang setara di pasar regional.
Kepala Bidang Perindustrian Disnakertrans Wonosobo, Nuryanto mengatakan, upaya itu difokuskan pada penguatan identitas melalui Rumah Kemasan dan kerja sama dengan produsen kopi lokal, seperti di Gunung Bismo dan Gunung Windu.
"Mereka mengirim green bean ke kami, dan kami membelinya sesuai harga mereka. Namun, penjualan green bean ini bersifat non-profit," katanya, kepada Tribun Jateng, Selasa (18/11).
Meski demikian, ia memastikan tujuan pemerintah bukan menyaingi usaha lokal, tapi memberikan fasilitas dan standarisasi kemasan.
Selain itu, Nuryanto menuturkan, sistem pengelolaan produk dilakukan dengan tetap menjaga karakter masing-masing kopi. Satu orang penanggungjawab ditunjuk untuk memastikan setiap proses sesuai dengan standar.
"Dengan begitu, meskipun semua kopi berasal dari Gunung Bismo, tiap produk tetap memiliki rasa, kemasan, dan karakter yang berbeda, namun dengan identitas Kopi Wonosobo," jelasnya.
Dia menambahkan, langkah itu melibatkan komunikasi dengan berbagai desa penghasil kopi, termasuk Slukatan, Sapuran, dan Bowongso.
Nuryanto menegaskan, fokusnya adalah penguatan identitas, bukan branding ulang. “Kami penguatannya identitas saja, bukan rebranding, karena mereka sudah punya branding masing-masing,” bebernya.
Dalam prosesnya, ia menyebut, rumah kemasan akan menjadi pusat desain dan standarisasi kemasan, meski fasilitas alat seperti standing pouch masih terbatas.
Nuryanto menyatakan, pendekatan dilakukan dari bawah, melibatkan individu tanpa memaksakan lembaga tertentu. “Gerakan kami jangan sampai ikut-ikutan ngerusuhi usaha orang, itu tidak bagus, terutama secara ekonomi,” tukasnya.
Ia berujar, kebijakan penjualan kopi lokal tetap mengikuti masing-masing produsen. Produk yang berasal dari Slukatan, Bowongso, atau Sapuran memiliki aturan distribusi dan pemasaran sendiri, termasuk di platform digital.
"Dengan langkah-langkah ini, kami berharap identitas kopi lokal dapat diperkuat dan dikenal luas, tanpa kehilangan ciri khas masing-masing wilayah penghasil kopi," tuturnya.
Terbatas
Sejauh ini, Nuryanto mengungkapkan, kapasitas pengolahan kopi di Wonosobo masih terbatas, sehingga tidak bisa bersaing dengan pasar besar. Akibatnya, kopi lokal sering tersalurkan melalui tengkulak ke daerah lain.
“Selama ini beberapa kopi dari Wonosobo banyak tersalurkan ke pasar Temanggung, sehingga identitas Kopi Wonosobo kurang terekspos,” ucapnya.
Kepala Bidang Perkebunan dan Hortikultura Dispaperkan Wonosobo, Sumanto sempat mengatakan, kopi menjadi satu komoditas penting di perkebunan Wonosobo, dengan luasan lebih dari 3.000 hektare. "Arabika dan robusta tumbuh di hampir seluruh kecamatan," ujarnya.
Meski demikian, ia menyebut, upaya pengembagan komoditas itu terhambat karena banyak petani masih menganggapnya sebagai tanaman sampingan. “Belum ada yang khusus mengusahakan kopi keseluruhan. Rata-rata tanaman sampingan,” katanya.
Sumanto menuturkan, masalah kualitas juga muncul karena masih banyak petani melakukan panen rampatan atau memanen seluruh buah tanpa menunggu merah serempak.
"Padahal, harga komoditas itu cukup menjanjikan, di mana arabika mencapai Rp 300 ribu/kg, sementara robusta Rp 150 ribu-Rp 200 ribu per kilogram untuk ceri merah," jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan, tantangan lain adalah belum berhasilnya penyatuan brand Kopi Wonosobo, di mana setiap kelompok tani masih membawa merek masing-masing, sehingga sulit membentuk identitas tunggal.
Persoalan lain adalah minimnya petani muda. Topografi yang curam, lahan kecil, dan stigma bertani yang dianggap kotor membuat regenerasi terhambat.
“Mayoritas petani kita sudah berumur. Anak muda yang terjun ke pertanian masih bisa dihitung dengan jari," tukas Sumanto. (Imah Masitoh)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.