Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribun Jateng Hari Ini

Investor Asing Wait and See Masuk Pasar Keuangan RI, Ada Peluang di Pasar Saham

Tren aliran modal asing masih cenderung keluar (outflow) sejak September lalu dan masih berlanjut.

Editor: Vito
KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG
ilustrasi - Seorang karyawan melihat pergerakan harga saham pada layar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Investor asing dinilai cenderung wait and see terhadap faktor global dan domestik untuk masuk kembali ke pasar keuangan Indonesia di sisa akhir tahun ini. 

Pasar obligasi dinilai masih akan mencatat arus keluar atau outflow, namun ada harapan di pasar saham.

Chief Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, untuk pasar surat utang atau bonds market, tren aliran modal asing masih cenderung keluar (outflow) sejak September lalu dan masih berlanjut.

Namun, ia berharap tekanan ini mulai mereda dalam waktu dekat, dikarenakan nilai capital outflow yang sudah cukup besar.

"Ini yang saya pikir agak mengkhawatirkan dari obligasi, untuk bonds ini mereka melihat kecenderungan BI rate turun, dan mereka juga wait and see kebijakan fiskal pemerintah," katanya, kepada Kontan, Minggu (27/10).

Menurut dia, penurunan arus modal asing atau inflow di pasar obligasi tercatat cukup signifikan sejak awal tahun, yakni dari sekitar Rp 73 triliun pada April-Mei, namun kini hingga 23 Oktober 2025, angka itu menyusut menjadi sekitar Rp 8,58 triliun menurut data Bank Indonesia (BI).

Sementara di pasar saham (equity market), meskipun belakangan cederung outflow, David melihat peluang masuknya kembali aliran dana asing, seiring dengan valuasi sejumlah saham yang sudah tergolong murah (oversold). 

"Kami berharapnya itu dari sisi equity. Jadi kita melihat mungkin fund-fund (investment fund) yang melihat perusahaan dari sisi fundamentalnya bagus, mereka mulai masuk juga," ucapnya.

Namun, ia mengingatkan, pasar global masih dibayangi ketidakpastian berkait dengan tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. 

“Pasar masih wait and see kebijakan trade war dari Trump. Tanggal 1-2 November nanti itu juga ditunggu pasar, apakah AS akan menerapkan penambahan tarif lagi kalau China tidak setuju dengan negosiasi,” tukasnya.

Meski demikian, David memperkirakan dampak kebijakan itu terhadap pasar keuangan Indonesia tidak akan terlalu besar, karena sebagian besar sudah diantisipasi pasar. 

Selain faktor eksternal, ia memperkirakan prospek penurunan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang diputuskan pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 28-29 Oktober.

Hal itu juga dapat menjadi katalis positif bagi aliran dana asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Biasanya kalau The Fed menurunkan bunga, emerging market jadi lebih menarik,” ujarnya.

Ia juga memprediksi, rupiah akan cenderung stabil pada kisaran Rp 16.600-Rp 16.800 per dolar AS hingga akhir tahun, serta mendukung membaiknya iklim investasi. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved