Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Tribun jateng Hari Ini

Daya Beli Kelas Menengah Tergerus Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok

Sebanyak 63 persen responden menyatakan pengeluaran rumah tangganya meningkat, terutama disebabkan meningkatnya harga kebutuhan pokok. 

Editor: Vito
Tribun Jateng/ Idayatul Rohmah
ILUSTRASI - Warga membeli kebutuhan pokok di sebuah supermarket. 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan pengeluaran rumah tangga kelas menengah meningkat dalam 3 bulan terakhir.

Survei yang melibatkan 932 responden dan dilakukan pada 14-19 Oktober 2025 itu menemukan bahwa tekanan ekonomi rumah tangga menjadi satu faktor utama yang memengaruhi daya beli kelompok menengah.

Peneliti senior Lembaga Survei KedaiKOPI, Ashma Nur Afifah mengatakan, dalam 3 bulan terakhir sebanyak 63 persen responden menyatakan pengeluaran rumah tangganya meningkat. Kenaikan itu terutama disebabkan meningkatnya harga kebutuhan pokok. 

“Mayoritas, yakni 62,1 persen responden mengalokasikan setengah dari pendapatannya hanya untuk kebutuhan pokok,” katanya, dalam peluncuran Survei Pergeseran Perilaku Konsumsi dan Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah di Jakarta, Selasa (28/10).

Ia mencontohkan, bagi masyarakat yang berpenghasilan Rp 5 juta per bulan, sekitar Rp 2,5 juta dihabiskan untuk belanja kebutuhan pokok. Kondisi itu membuat ruang konsumsi untuk kebutuhan sekunder seperti rekreasi atau gaya hidup semakin terbatas.

Selain tekanan dari harga kebutuhan pokok yang naik, Ashma menuturkan, cicilan juga menjadi beban ekonomi masyarakat kelas menengah. Jenis cicilan yang paling banyak dimiliki adalah kendaraan, elektronik, dan rumah.

Di tengah tekanan pengeluaran tersebut, dia menambahkan, penggunaan layanan paylater cukup tinggi. Survei mencatat hanya 26,5 persen responden yang memiliki akses ke kartu kredit, sementara 57,5 persen telah menggunakan layanan paylater. 

“Artinya, satu dari dua orang masyarakat kelas menengah pernah menggunakan paylater, baik sesekali maupun secara rutin,” ujarnya. 

Adapun, Ashma menyatakan, penggunaan pinjaman online (pinjol) tercatat masih lebih rendah, dengan 25 persen responden yang mengaku pernah mengakses layanan tersebut. 

Fenomena itu menunjukkan bahwa paylater kini menjadi pilihan utama masyarakat menengah dalam menjaga daya beli di tengah tekanan ekonomi.

KedaiKOPI juga menyoroti munculnya fenomena “Rojali” (rombongan jarang beli) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya) di kalangan menengah. Sebanyak 86,6 persen responden mengaku datang ke pusat perbelanjaan tanpa melakukan transaksi.

“Tiga dari lima orang kelas menengah hanya datang ke mal untuk jalan-jalan atau sekadar melihat-lihat,” bebernya. 

Ashma mengungkapkan, alasan utamanya karena harga di toko offline dianggap mahal dan promo tidak menarik. Sebanyak 94,5 persen responden bahkan membandingkan harga toko offline dengan toko online sebelum membeli.

Perbandingan harga itu paling sering terjadi pada produk fesyen, kosmetik, skincare, dan perlengkapan rumah tangga seperti furnitur dan elektronik. 

“Fesyen menjadi kategori tertinggi, karena pembeli ingin memastikan ukuran dan kualitas produk sebelum membeli secara online,” jelasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved