Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kriminal

Begini Penderitaan Remaja Magelang yang Disiksa Polisi Lalu Disebar Data Pribadinya

Seorang remaja berinisial DRP (15) asal Magelang, Jawa Tengah, diduga menjadi korban salah tangkap oleh aparat Polres Magelang Kota.

Penulis: Lyz | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Iwan Arifianto
REMAJA DIDUGA DIANIAYA POLISI - LBH Yogyakarta dan Ibu korban (kanan) melaporkan Kapolres Magelang Kota atas dugaan penyiksaan terhadap seorang anak yang dituding melakukan aksi demonstrasi ke Polda Jateng, Kota Semarang, Selasa (16/9/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seorang remaja berinisial DRP (15) asal Magelang, Jawa Tengah, diduga menjadi korban salah tangkap oleh aparat Polres Magelang Kota.

Insiden tersebut berbuntut panjang hingga pelajar SMA itu mengalami kekerasan fisik, penyebaran data pribadi (doksing), hingga terancam dikeluarkan dari sekolah.

Peristiwa bermula pada Jumat, 29 Agustus 2025, ketika DRP dituding terlibat aksi demonstrasi yang berakhir dengan perusakan pos polisi.

Usai diamankan, korban disebut mendapat perlakuan kasar dari aparat.

Tak hanya itu, setelah dilepaskan, data pribadi DRP seperti nama lengkap, alamat, hingga identitas sekolah tersebar luas di media sosial dengan narasi bahwa dirinya pelaku perusakan.

Akibat penyebaran tersebut, DRP mengalami perundungan dari lingkungan sekitar hingga pihak sekolah berencana menjatuhkan sanksi.

"Iya korban DRP data pribadinya disebar mulai foto,  nama lengkap, tanggal lahir, alamat , asal sekolah yang akhirnya dia malu ke sekolah, di lingkungannya dia dibully dan juga sempat terancam dikeluarkan dari sekolah karena telah dicap sebagai pelaku perusakan," ungkap Penasihat Hukum Orang Tua DRP dari LBH Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya kepada Tribun di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Selasa (16/9/2025).

Chandrajaya menegaskan, doksing itu terjadi setelah korban dibebaskan dari Polres Magelang Kota.

Data pribadi yang sebelumnya diserahkan kepada polisi justru tersebar dengan narasi menyesatkan bahwa DRP merupakan bagian dari aksi anarkis.

"Penyebaran diduga dilakukan oleh anggota Polres Magelang Kota," terangnya.

Penyebaran data pribadi ini turut dilaporkan keluarga korban ke Polda Jateng melengkapi dua laporan tindakan pidana lainnya yakni salah tangkap dan kekerasan fisik yang dialami oleh korban.

Tindakan dugaan salah tangkap dialami oleh DRP ketika adanya aksi kerusuhan di depan Mapolres  Magelang Kota.

Korban DRP tidak terlibat dalam aksi tersebut melainkan ketika itu sedang berhenti membeli bensin eceran.

DRP sebenarnya malam itu sebenarnya ingin melihat acara puncak peringatan hari kemerdekaan Indonesia pada Jumat, 29 Agustus malam.

Namun, temannya meminta DRP mengantarnya untuk membeli jaket di daerah Rindam Magelang.

Selepas membeli jaket, korban pulang bersama temannya melalui jalan CPM Magelang tapi ternyata jalan ditutup karena polisi melakukan sweeping.

Korban bersama temannya lantas memutar arah ke Jalan Samban di belakang Mal Gardena.

Di jalan itulah korban mampir membeli bensin eceran.

Ketika itulah korban kaget karena ada sekelompok polisi mendatanginya.

Namun, lorjna tidak lari karena tidak merasa bersalah. Sedangkan temannya langsung melarikan diri.

"Leher korban langsung dipiting.

Terus polisinya bilang ayo melu (ayo ikut)," jelasnya.

Setiba di Mapolresta Magelang Kota.

Di sana DRP mengalami serangkaian tindak penyiksaan seperti ditampar, ditendang, kepalanya dipukul dan dicambuk hanya untuk dipaksa mengaku bahwa telah terlibat dalam aksi perusakan di Polres Magelang Kota.

Selepas disiksa, DRP menginap semalam suntuk  dengan tidur di atas lantai tanpa alas, tidak diberi makan dan dicampur dengan tahanan lain yang merupakan tahanan dewasa.

Pada keesokan harinya, DPR digabungkan bersama tahanan lain untuk disuruh berbaris.

Pada saat itu, korban kembali mengalami kekerasan dan penyiksaan seperti ditampar, dipukul, ditendang, dicambuk menggunakan selang, di bagian dada dan punggung, juga di dihantam dengan lutut oleh polisi tanpa alasan yang jelas.

"Korban sampai trauma melihat kantor polisi.

Namun, harus wajib lapor dua kali seminggu selama satu bulan," ungkap Chandra.

Melihat peristiwa ini, Chandra menilai  telah terjadi tiga dimensi pelanggaran baik dari hukum pidana maupun pelanggaran hak anak.

Pelanggaran pertama, polisi melakukan tindakan sewenang-wenang melakukan penangkapan tanpa alat bukti.

Pelanggaran kedua, korban DRP merupakan anak yang punya hak khusus untuk dilindungi.

Akan tetapi sebaliknya ketika di ditangkap malah disiksa.

Kemudian proses pemeriksaan juga tidak didampingi oleh orang tua atau wali padahal itu haknya mereka.

Pelanggaran ketiga adalah doksing yakni penyebaran data pribadi yang merupakan pelanggaran hukum pidana yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Pelaporan ini dilengkapi oleh sejumlah bukti baik foto luka-luka di badan dan tangakapan layar soal doksing korban di grup-grup whatsApp," jelasnya.

Chandra menambahkan, pelaporan kasus korban anak DRP ini selepas dirinya mendapatkan empat laporan serupa.

Namun, hanya keluarga korban DRP yang berani menindaklanjutinya ke Polda Jateng.

"Korban penangkapan ada 53 orang, 26 di antaranya adalah anak-anak.

Empat orang telah melaporkan ke kami tapi hanya keluarga korban DRP yang memutuskan untuk melaporkan tindakan sewenang-wenang anggota Polresta Magelang Kota tersebut," katanya.

Sementara ibu korban DRP, Dita enggan memberikan keterangan selepas laporan tersebut.

Kepada Tribun ia mengaku masih syok. Ia juga tampak menangis. 

Sebelumnya, Polda Jawa Tengah bakal menangani kasus dugaan salah tangkap, penganiayaan dan penyebaran data pribadi yang menimpa remaja berinisial DRP (15).

Polisi telah menerima aduan yang dilayangkan oleh ibu korban beserta kuasa hukumnya di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Mapolda Jateng di Kota Semarang pada Selasa (16/9/2025).

"Iya kami sudah terima aduannya. Silakan lapor nanti kewajiban kami membuktikan laporan itu dengan koordinasi bersama pelapor," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto kepada Tribun. (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved