Tribunjateng Hari ini
Rezeki untuk Slamet Mengalir di Pasar Tiban Blancir Klipang
Pasar Senin merupakan pasar tiban yang menjadi jujukan pedagang dan pembeli di kawasan Blancir, Klipang, Kota Semarang.
Penulis: Achiar M Permana | Editor: M Syofri Kurniawan
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Senin sore di Jalan Klipang Raya, Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, ada fenomena yang berbeda dibandingkan hari lainnya.
Saat matahari mulai condong ke barat, suasana jalan yang biasanya lengang berubah menjadi riuh.
Di sisi bahu jalan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Demak, satu per satu pedagang mulai membuka lapaknya.
Dari arah Klipang Green hingga Jembatan Blancir, tenda-tenda sederhana berdiri berjejer.
Ada yang menjual pakaian dalam, aksesoris, hingga aneka jajanan ringan yang aromanya menggoda pengguna jalan.
Beberapa pedagang tampak antusias memanggil pembeli, sebagian lain menata dagangannya dengan hati-hati.Meski sederhana, semangat mereka terasa begitu hidup.
Spanduk bertuliskan “Diskon Besar!” atau “Beli 2 Gratis 1” terpasang di sana-sini, seolah menjadi daya tarik tersendiri bagi warga yang melintas.
Yang menarik, lokasi pasar tiban tersebut berada di tiga wilayah administratif.
Ada sebagian wilayah pasar tiban yang masuk Kelurahan Plamongan Sari, Kecamatan Pedurungan; Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang; dan sebagian masuk wilayah Kabupaten Demak (Kelurahan Batursari, Kecamatan Mranggen).
Pasar Tiban Blancir merupakan salah satu pasar tiban di Kota Semarang.
Di sejumlah tempat, nyaris di 16 kecamatan se-Kota Semarang, tumbuh pasar-pasar tiban, kadang disebut juga pasar krempyeng.
Selain di Blancir, ada juga Pasar Rabu di Krobokan, Kecamatan Semarang Barat; Pasar Tiban Selasa Sore (PTSS) di Kelurahan Sampangan, Kecamatan Gajahmungkur; dan pasar-pasar tiban lainnya pada hari yang berbeda.
Pasar-pasar tiban tersebut menggerakkan perekonomian warga di pelbagai sudut Kota Semarang.
Masa PPKM
Di antara para pedagang yang sibuk menata dagangan, tampak seorang pria paruh baya tengah mengatur tumpukan bahan baku dan memanaskan cetakan leker.
Dialah Slamet, penjual kue leker yang sudah akrab di kalangan pengunjung pasar Senin Klipang Raya.
“Saya sudah ikut (berjualan) sejak awal adanya pasar tiban. Pasar ini sudah ada sejak masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat—Red), waktu Covid-19 melanda Indonesia,” tutur Slamet, sambil menuang adonan leker ke cetakan.
Di Pasar Blancir, rezeki Slamet mengalir. Slamet, warga Poncol, mengaku dulu tak menjual kue leker.
Awalnya, ia berdagang celana jeans.
“Tapi, susah laku. Sehari paling cuma satu atau dua. Lama-lama modal habis buat kebutuhan,” kata Slamet.
“Akhirnya dua bulan berjalan, semua celana saya jual buat bikin gerobak leker,” kenangnya.
Dengan sisa modal yang pas-pasan, Slamet mulai belajar membuat kue leker, camilan tipis nan renyah yang disukai anak-anak hingga orang dewasa.
“Saya jualnya murah saja, mulai seribuan,” katanya.
Awalnya, usaha itu belum membawa untung.
Semua hasil penjualan habis untuk membeli bahan.
Namun, perlahan keberuntungan berpihak.
“Dua bulan pertama masih belum untung, tapi setelah itu, alhamdulillah mulai kelihatan hasilnya. Sekarang sehari bisa dapat Rp 50 ribu, kadang kalau ramai bisa sampai Rp 200 ribu-Rp 300 ribu,” ujarnya.
Slamet tak hanya berjualan di Blancir.
Ia berkeliling ke berbagai lokasi sesuai jadwal pasar tiban di Semarang.
“Senin di sini, kalau hari lain bisa di Ariloka, Krobokan, Mijen BSB, Kedondong, Mangkang, terus kalau Minggu di Masjid Agung (MAJT—Red),” jelasnya.
Setiap tempat memiliki aturan dan biaya kebersihan yang berbeda.
“Kalau di Blancir ini paling mahal, Rp 15 ribu per pedagang. Tempat lain Rp 10 ribu. Itu buat kebersihan karena yang bersihin bukan pedagang tapi warga sekitar. Kalau butuh listrik buat lampu, nambah lagi Rp 10 ribu,” ungkapnya.
Menurut Slamet, tarif itu ditentukan berdasarkan kesepakatan antara paguyuban pedagang dengan pengelola setempat.
“Katanya karena di sini ramai, jadi bayarnya Rp 15 ribu,” tambahnya.
Yang menarik, kata Slamet, hampir semua pedagang Pasar Senin bukanlah warga sekitar.
“Semua ini pedagang luar wilayah. Ada yang dari Poncol kaya saya, ada juga dari Karanganyu, Demak, Grobogan,” kata Slamet.
“Warga sini sudah ditawari, tapi katanya nggak mau. Kalau pun ada, paling cuma sebentar,” tambahnya.
Tanggapan warga
Menjelang malam, suasana pun berubah.
Jalan Klipang Raya yang semula lengang, kini dipadati kendaraan.
Para pekerja yang baru pulang dari kota tampak menepi, sekadar membeli jajanan atau melihat-lihat barang dagangan.
Salah satunya Susanti, seorang ibu rumah tangga yang hampir setiap Senin menyempatkan diri mampir di pasar tiban itu.
“Ya beli titipan anak saja. Sukanya leker, tapi kadang minta jagung bakar juga,” ujar Susanti.
Bagi Susanti, pasar tiban yang buka tiap hari Senin ini justru memudahkannya memenuhi kebutuhan harian tanpa harus pergi jauh ke pasar tradisional.
“Kalau ada yang jual di sini ya sekalian beli. Mumpung lewat, jadi sekalian jajan anak juga,” katanya.
Namun di balik kemudahan itu, Susanti juga mengakui satu hal yang kerap menjadi keluhan banyak pengguna jalan.
“Tapi ya itu, bikin macet. Harusnya pedagang satu sisi saja, biar nggak panjang macetnya,” tambahnya.
Sementara itu, Sunaryo, warga Perumahan Pucanggading, justru merasa terganggu dengan keberadaan pasar tiban tersebut.
“Gara-gara pasar Senin itu kalau sore macetnya panjang. Apalagi sekarang Jalan Majapahit sedang diperbaiki, jadi banyak kendaraan dialihkan lewat sini,” keluh Sunaryo.
Setiap hari, Sunaryo melintasi Jalan Klipang Raya untuk pergi dan pulang kerja.
“Kantor saya di Lamper. Kalau lewat (Jalan) Majapahit malah tambah jauh,” kata Sunaryo.
Dia berharap, pemerintah bisa menertibkan pedagang yang berjualan terlalu ke badan jalan serta mengatur parkir kendaraan pembeli.
“Kalau bias, ditertibkan pedagangnya, terus parkirnya jangan di jalan. Bikin tambah macet. Harus ada yang mengatur,” tandasnya. (Faizal M Affan)
| Pekerja Proyek Jembatan di Demak Tewas Tertimpa Besi Tiang Pancang |
|
|---|
| Kronologi Polisi Malaysia Selamatkan 49 Perempuan WNI Korban TPPO |
|
|---|
| DPRD Minta Pemkot Optimalisasi PAD setelah Dana TKD Dipangkas, Retribusi Parkir Minta Dibenahi |
|
|---|
| Bak Film Laga, Hanya Butuh 4 Menit Perampok Gasak Mahkota Napoleon di Museum Louvre |
|
|---|
| Unggah Kreativitas di Lomba Melukis Payung, Heru Beri Aksen Emas pada Warak Ngendok |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.