Berita Semarang
Akademisi USM Soroti Penyebab Banjir di Kaligawe Semarang yang Berkepanjangan
Dosen USM menyoroti banjir yang berkepanjangan di jalur Pantura Kaligawe, Kota Semarang.
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Banjir berkepanjangan di jalur Pantura Kaligawe, Semarang, bukan semata akibat curah hujan tinggi atau kondisi air yang tak bisa keluar akibat pembangunan proyek Tol Semarang - Demak.
Dosen Teknik Sipil Universitas Semarang (USM), Edy Susilo, menilai persoalan utama justru terletak pada sistem pompa dan minimnya peresapan air tanah di kawasan pesisir yang kian padat bangunan.
“Kalau di Pantura itu ada dua faktor air hujan dan rob. Tapi yang kita alami sekarang ini lebih pada air hujan. Dan masalah utamanya ada di pompa,” ujar Edy yang juga penemu Pipa Resapan Horizontal saat dihubungi, Sabtu (1/11/2025).
Edy yang juga merupakan Hidrolog itu menjelaskan, sistem pemompaan air dari wilayah Kaligawe menuju laut menjadi kunci dalam mempercepat surutnya banjir.
Namun, belakangan beberapa unit pompa dilaporkan rusak dan belum tertangani cepat.
Akibatnya, genangan di kawasan itu bertahan berhari-hari.
“Permasalahan utama itu di pompa. Ketika pompa rusak dan pemeliharaan tertunda, pengeringan menjadi terlambat."
"Sekarang pemerintah sudah turun tangan untuk mempercepat penanganan lewat pompa tambahan. Itu langkah positif, tapi sifatnya jangka pendek,” jelasnya.
Baca juga: Hindari Banjir Parah di Kaligawe, Pengemudi Penuhi Jalur Alternatf Semarang-Demak
Menurut Edy, solusi banjir di Kaligawe harus dilihat dari dua horizon waktu jangka menengah dan panjang.
Sebab, persoalan mendasar di Semarang bagian bawah bukan hanya pada kapasitas saluran, melainkan perubahan tata guna lahan yang ekstrem.
“Banyaknya pembangunan perumahan, gudang, dan infrastruktur menutup lahan terbuka. Akibatnya air hujan tidak meresap, langsung mengalir ke permukaan. Run off meningkat, sementara sistem resapan tidak memadai,” tuturnya.
Ia menyinggung peraturan pemerintah yang sudah ada sejak 2007 dan diperbarui pada 2018 tentang Zero Delta Q konsep agar pembangunan tidak menambah debit limpasan air ke saluran.
Namun, penerapannya di lapangan, menurut Edy “boleh dikata kurang atau bahkan tidak ada.”
Dalam aturan itu, setiap pembangunan wajib menyeimbangkan tambahan aliran permukaan dengan sistem penampungan atau resapan air, seperti embung, waduk, atau sumur resapan.
Sayangnya, untuk wilayah pesisir Semarang dengan muka air tanah dangkal, pemasangan sumur resapan dianggap tidak efektif.
“Sumur resapan di Semarang bawah itu tidak cocok. Air tanahnya dangkal, jarak antar sumur juga harus rapat 10 sampai 20 meter itu tidak realistis,”
“Karena itu, saya mengembangkan alternatif pipa resapan horizontal. Biayanya murah, mudah dirawat, dan kapasitas serapnya besar,” ujarnya.
Menurutnya, pendekatan itu bisa menjadi solusi ganda mengurangi banjir dan menambah cadangan air tanah yang kian menipis.
Sementara proyek tanggul laut Semarang–Demak yang sedang dibangun dinilai menjadi elemen penting dalam melindungi kawasan Pantura dari banjir rob.
Namun, keberadaan tanggul akan menimbulkan konsekuensi baru yakni air hujan dari daratan harus dipompa keluar secara terus-menerus.
“Kalau pompanya besar dan terpelihara baik, banjir rob dan hujan bisa tertangani. Tapi pompanya tidak boleh rusak, dan operasionalnya harus dijaga terus. Biayanya juga tidak kecil,” ucap Edy.
Baca juga: Gubernur Luthfi soal Banjir Semarang: Pokoke, Kaligawe Kudu Asat
Ia menambahkan, intensitas hujan akhir Oktober 2025 sebenarnya tidak terlalu tinggi berkisar 100 hingga 150 milimeter lebih rendah dari tahun 2021–2022.
Artinya, genangan panjang di Kaligawe lebih disebabkan faktor teknis, bukan cuaca ekstrem.
Edy menambahkan penanganan banjir semestinya tidak hanya tentang seberapa cepat air dibuang, tetapi seberapa bijak air dimanfaatkan.
“Filosofi penanganan banjir sekarang harus berubah. Jangan buru-buru membuang air ke laut. Tahan dulu, tampung, manfaatkan untuk kebutuhan kota, baru sisanya dibuang. Air itu anugerah, bukan bencana,” katanya.
Bila konsep itu dijalankan, harapannya Semarang tidak hanya bisa bebas genangan, tapi juga lebih siap menghadapi krisis air di masa depan. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251101_Edy-Susilo-USM.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.