Tribun Jateng Hari Ini
Aries Ungkap Banyak Anak Tidak Sekolah di Jepara Sudah Bekerja
Ada delapan faktor utama penyebab anak di Jepara tidak bersekolah, dengan penyebab tertinggi adalah karena sudah bekerja.
Penulis: Tito Isna Utama | Editor: Vito
TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Angka Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Jepara masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemda, dengan jumlahnya hingga Oktober 2025 tercatat sebanyak 5.026 orang.
Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Non Formal (PNF) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Jepara, Aries Nurwiyantoko, mengatakan data tersebut dihimpun dari tiga sumber resmi, yakni Ditjen Dukcapil Kemendagri, EMIS Kemenag, dan Dapodik Kemendikbudristek.
"Dari jumlah itu, sebanyak 1.052 anak belum pernah sekolah, 1.661 anak putus sekolah (drop out/DO), dan 2.313 anak lulus tetapi tidak melanjutkan. Mereka tersebar di seluruh kecamatan di Jepara, dengan rentang usia 7-18 tahun," katanya, kepada Tribunjateng, Minggu (2/11).
Menurut dia, hasil validasi Disdikpora menunjukkan ada delapan faktor utama penyebab anak di Jepara tidak bersekolah. Penyebab tertinggi adalah karena sudah bekerja, mencapai 1.330 anak atau 26,5 persen.
“Selain bekerja, ada 265 anak (5,3 persen) terkendala biaya, 119 anak (2,4 persen) penyandang disabilitas, dan 61 anak (1,2 persen) yang memang tidak mau sekolah,” jelasnya.
Selain itu, 39 anak (0,8 persen) diketahui sudah menikah, 32 anak (0,6 persen) menjadi anak punk, 23 anak (0,5 persen) korban bullying, dan lima anak (0,1 persen) karena diadopsi.
“Yang paling banyak memang karena sudah bekerja. Ini jadi perhatian kami bersama, dan kemarin sudah ada rapat lintas OPD, kecamatan, desa, hingga Satkordikcam untuk penanganan lebih lanjut,” ucapnya.
Verifikasi
Aries menuturkan, Disdikpora kini tengah melakukan verifikasi lapangan bersama pihak kecamatan dan desa. Proses itu dijadwalkan rampung dan dilaporkan pada 6 November 2025.
“Saat verifikasi nanti, anak-anak juga akan kami dekati satu per satu. Jika masih ingin sekolah, kami fasilitasi melalui PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), gratis tanpa biaya,” tuturnya.
Namun, bagi anak yang menolak melanjutkan pendidikan, dia menambahkan, hasilnya akan disampaikan kepada Bupati Jepara untuk dirumuskan langkah penanganan lebih lanjut.
“Semua data akan kami laporkan ke pak bupati, agar bisa diputuskan bagaimana penanganan anak-anak yang memilih tidak kembali sekolah,” tukasnya.
Wakil Bupati Jepara, Muhammad Ibnu Hajar sempat menyatakan, penanganan ATS menjadi tantangan serius yang harus ditangani bersama.
Saat ini, menurut dia, Pemkab Jepara sedang merumuskan langkah strategis dengan memperkuat sinergi lintas sektor, meningkatkan akses pendidikan nonformal, beasiswa, gerakan Jepara Peduli Pendidikan, serta sistem data terpadu ATS.
"Upaya kami menangani ATS bukan hanya sekadar mengembalikan anak ke sekolah, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki masa depan yang lebih baik, agar tidak terjerumus dalam kemiskinan struktural maupun masalah sosial," ucapnya.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.