Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Longsor di Majenang Cilacap

Waspada Tanda Alam Bahaya Longsor di Lereng Curam, Begini 3 Langkah Antisipasi

Tragedi tanah longsor yang melanda Desa Cibeunying, Majenang, Cilacap, menjadi pengingat dan meningkatkan kewaspadaan warga yang tinggal di lereng.

Penulis: Raf | Editor: raka f pujangga
IST
Bencana longsor yang terjadi di Dusun Tarukan dan Dusun Cibuyut, Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, pada Kamis, 13 November 2025 menimpa pemukiman warga setempat. Bahkan, memakan korban jiwa. 

TRIBUNJATENG.COM - Tragedi tanah longsor yang melanda Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, pada November 2025 menjadi pengingat pahit tentang risiko yang selalu mengintai masyarakat yang tinggal di lereng perbukitan.

Peristiwa ini tidak hanya merenggut nyawa tiga warga dalam satu keluarga yang kisah pilunya sempat menyentuh hati nasional, tetapi juga meninggalkan luka mendalam dengan 20 orang lainnya masih dinyatakan hilang hingga data terakhir per 14 November 2025, terkubur di bawah material tanah yang ambles.

Baca juga: Kepala BNPB OTW Cilacap Pimpin Langsung Pencarian Korban Longsor: Perintah Presiden

Kontur Geografis Desa Cibeunying: Ancaman di Kaki Bukit

Untuk memahami mengapa Cibeunying sangat rentan terhadap bencana longsor, kita perlu meninjau kontur geografis wilayah ini.

1. Lokasi dan Ketinggian

Desa Cibeunying terletak di wilayah Majenang bagian utara, yang berbatasan langsung dengan gugusan perbukitan. 

Wilayah ini merupakan transisi antara dataran rendah pantai selatan Jawa dengan pegunungan. Permukiman warga seringkali berada tepat di kaki atau lereng bukit curam, menjadikannya lokasi berisiko tinggi (zona merah) ketika terjadi pergerakan massa tanah.

2. Kondisi Geologi dan Tanah

Ahli geologi mengidentifikasi longsor Cibeunying sebagai longsoran kompleks (complex landslide). Ini mengindikasikan bahwa pergerakan tanah tidak hanya didominasi oleh satu mekanisme, tetapi kombinasi dari runtuhan, aliran, dan rayapan.

Jenis Tanah: Umumnya didominasi oleh tanah pelapukan yang tebal dan memiliki porositas tinggi. Tanah ini mudah jenuh air, namun daya ikatnya lemah.

Batuan Dasar: Batuan dasar di bawah lapisan tanah pelapukan seringkali berupa batuan lunak atau berlapis yang rentan terhadap bidang gelincir ketika terendam air dalam waktu lama.

3. Faktor Pemicu Utama

Curah hujan tinggi adalah pemicu utama. Ketika hujan deras berlangsung terus-menerus, air meresap ke dalam lapisan tanah pelapukan, meningkatkan bobot massa tanah, dan sekaligus mengurangi daya kohesi (daya ikat) antar partikel.

Hal ini menciptakan bidang gelincir baru, menyebabkan tanah bergerak cepat.

Langkah Antisipasi dan Siaga Bencana

Mengingat wilayah Indonesia didominasi oleh perbukitan rawan longsor, pengalaman di Cibeunying harus menjadi pelajaran berharga.

Kesiapsiagaan adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana.

A. Tindakan Pencegahan Struktural

Penguatan Lereng dan Talut: Pembangunan talut penahan (retaining wall), terutama di area permukiman yang berdekatan dengan tebing curam.

Talut harus dibangun sesuai standar teknik untuk mengalirkan air dan menahan tekanan tanah.

Pengelolaan Drainase: Membuat saluran drainase yang baik dan terawat (saluran air permukaan maupun bawah permukaan) untuk menjauhkan air hujan dari lereng curam. Hindari membuang air limbah langsung ke lereng.

Vegetasi Konservasi: Penanaman pohon dengan sistem perakaran kuat (deep-rooting) di lereng bukit (misalnya: vetiver, bambu, atau jenis pohon keras lokal) untuk membantu mengikat tanah.

B. Siaga dan Monitoring 

Pengecekan Retakan: Warga harus rutin memeriksa retakan tanah di sekitar rumah, terutama di lereng atau tebing belakang rumah. Retakan yang melebar atau amblesan kecil adalah tanda bahaya.

Bunyi Gemuruh: Waspadai suara gemuruh, getaran, atau suara gesekan batu dari atas bukit, seperti yang didengar Daryana. Suara tersebut adalah indikasi adanya pergerakan massa tanah yang masif.

Aliran Air Mendadak: Perhatikan jika air sumur atau mata air di sekitar rumah menjadi keruh secara tiba-tiba, atau jika terdapat air rembesan yang muncul di permukaan lereng yang sebelumnya kering.

Sistem Peringatan Dini Sederhana: Masyarakat dapat membuat sistem peringatan sederhana, seperti penggunaan tiang kayu yang ditancapkan di area rawan longsor untuk memantau pergerakan tanah. Jika tiang patah, itu sinyal evakuasi.

Baca juga: BPBD Kabupaten Semarang Kirim Tim Bantu Pencarian Korban Hilang Longsor Cilacap

C. Prosedur Evakuasi dan Kesiapsiagaan

Rute Evakuasi: Tentukan dan sosialisasikan jalur evakuasi yang aman dan mudah diakses, jauh dari jalur air atau lereng buam.

Titik Kumpul: Tetapkan titik kumpul di dataran tinggi yang stabil dan jauh dari tebing.

Tas Siaga Bencana: Siapkan tas siaga yang berisi dokumen penting, obat-obatan, makanan instan, air minum, senter, dan radio baterai yang diletakkan di tempat yang mudah dijangkau.

Tindakan Saat Gemuruh: Jika mendengar suara gemuruh atau melihat tanda-tanda longsor, jangan tunggu! Segera lari menuju jalur dan titik kumpul yang telah ditentukan. Jangan kembali untuk mengambil harta benda.

Tragedi di Cibeunying mengingatkan kita bahwa hidup di daerah rawan bencana menuntut kewaspadaan kolektif dan ketaatan pada tanda-tanda alam.

Kesiapsiagaan struktural, monitoring rutin, dan kecepatan evakuasi adalah tiga pilar utama untuk mencegah jatuhnya korban jiwa di masa depan. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved