Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Lewat Bedah Buku, BI Jateng Diskusi Soal Sejarah, Sains, dan Filsafat untuk Bangun Ekonomi Beretika

Bank Indonesia Jawa Tengah (BI Jateng) mendiskusikan sejarah, sain, dan filsafat dalam serial bedah buku ketiga.

Tribunjateng.com/Eka Yulianti Fajlin
BERIKAN CINDERAMATA - Kepala BI Jateng, Rahmat Dwisaputra memberikan cinderamata bagi pembicara dalam Serial Bedah Buku Ketiga bertema "Refleksi Tiga Jaman Sejarah, Sains dan Filsafat menuju Bangsa Beradab, di Kantor BI Jateng, Jumat (21/11/2025). (Tribun Jateng/Eka Yulianti Fajlin) 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Bank Indonesia Jawa Tengah (BI Jateng) mendiskusikan sejarah, sain, dan filsafat dalam serial bedah buku ketiga bertema "Refleksi Tiga Jaman Sejarah, Sains dan Filsafat menuju Bangsa Beradab, di Kantor BI Jateng, Jumat (21/11/2025).

Diskusi yang dikemas dalam bedah buku ini untuk membuka ruang diskusi pembangunan ekonomi dengan fondasi etika, kebijaksanaan, dan sejarah bangsa.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jateng, Rahmat Dwisaputra mengatakan, pembangunan ekonomi tidak cukup hanya berbicara soal keuntungan, kecepatan meraih kekayaan, atau persaingan industri. 

Dia menekankan, ekonomi yang beradab justru tumbuh dari pemahaman sejarah, cara berpikir ilmiah, dan landasan filosofis yang kokoh.

"Ekonomi itu tidak semata-mata mencari keuntungan. Tidak semata-mata bagaimana mengalahkan pesaing di dalam industri, tidak semata-mata bahwa ekonomi itu harus orang cepat kaya, orang cepat terkenal, mengamalkan segala cara yang buat menindas yang lemah."

"Ekonomi itu harus dibangun dengan etika dan kita memahami akan sejarah bahasa Indonesia," terang Rahmat. 

Baca juga: BI Jateng: Jelang Natal dan Tahun Baru, Inflasi Terkendali

Dia juga mengangkat pandangan Syahbudin Gus Mulyadi mengenai sains yang tidak selalu lahir dari penelitian formal melainkan kearifan lokal pun dapat menjadi dasar ilmiah jika dipahami dengan cara berpikir yang benar. 

Rahmat menyebut penelitian mendalam Prof Derry tentang Pangeran Diponegoro sebagai contoh bagaimana tokoh sejarah memberikan pelajaran penting bagi masa kini.

Ia mengingatkan bahwa Perang Jawa 1825-1830 membuat VOC hampir bangkrut dan memaksa Belanda menerapkan tanam paksa untuk menutup kerugian. 

"Diponegoro bukan anti asing. Beliau hanya meminta perdagangan dilakukan secara halal. Pemikirannya jauh ke depan, dan itu relevan untuk memahami ekonomi berkeadilan," ujar Rahmat.

Bedah buku ini juga membahas filsafat dan kebahagiaan. Rahmat menambahkan, motivasi untuk bahagia sering menjadi pendorong seseorang dalam aktivitas ekonomi, namun banyak orang keliru mencarinya.

Ia mencontohkan kecenderungan anak muda yang mudah merasa tertekan saat menghadapi tekanan pekerjaan. 

Baca juga: BI Jateng Perkuat Literasi Ekonomi Lewat Duta Komunikasi

Dia berharap sesi pamungkas dari serial Bedah Buku ini dapat memberikan pemahaman lebih dalam tentang etika dan peradaban.

Menurutnya, membangun bangsa beradab tidak bisa dilakukan secara instan. 

"Mari kita didik diri kita sendiri, istri, anak-anak, dan masyarakat di sekitar kita. Semoga kita bisa membangun peradaban yang baik," ajaknya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved