Berita Purbalingga
Pembahasan UMK Purbalingga 2026 Masih Tertahan, Menunggu Penetapan UMP dan Juknis dari Pusat
Proses pembahasan UMK Purbalingga tahun 2026 masih menunggu turunnya petunjuk teknis dan regulasi resmi dari pemerintah pusat.
Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Proses pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Purbalingga tahun 2026 masih menunggu turunnya petunjuk teknis dan regulasi resmi dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Hingga akhir November ini, Dinas Ketenagakerjaan (Dinnaker) Purbalingga menyatakan, masih belum bisa memulai rapat resmi karena acuan utama, yakni Upah Minimum Provinsi (UMP) belum ditetapkan.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinnaker Purbalingga, Yesu Dewayana mengatakan, semula pembahasan UMK akan dilakukan pertengahan November 2025 setelah turunnya petunjuk teknis.
"Tetapi ternyata pengumumannya ditunda, sehingga kami masih menunggu juknis dari pusat yang kemudian turun ke provinsi. Setelah provinsi menetapkan UMP baru kabupaten/kota bisa memulai rapat dengan dewan pengupahan," jelasnya, Senin (24/11/2025).
Menurutnya, proses penetapan UMK tidak bisa dimulai tanpa adanya angka acuan dari provinsi. Selain itu UMP juga menjadi patokan bagi seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah.
"UMK tidak boleh lebih rendah dari UMP, " katanya.
Baca juga: Foto Viral Semrawutnya PKL di Purbalingga Hasil Rekayasa AI, Ini Kata Lurah
Yesu mengatakan, dinamika pembahasan UMK setiap tahun selalu melibatkan berbagai pertimbangan dari unsur pekerja dan pengusaha.
Tahun lalu, pemerintah telah memastikan kenaikan sebesar 6,5 persen.
Namun di tahun 2026, pihaknya mengatakan belum bisa memastikan bagaimana formula yang akan ditetapkan.
"Formulanya juga masih menunggu pusat. Apakah nanti sama seperti tahun 2025 yang langsung ditetapkan , atau kembali ke perhitungan inflasi, pertumbuhan ekonomi dan variabel lainnya. Kami masih menunggu," terangnya.
Yesu mengatakan, memang terdapat aspirasi dari unsur pekerja di tingkat nasional yang mengusulkan kenaikan sebesar 10 persen.
Namun, APINDO dalam hal ini cenderung menginginkan tidak terlalu tinggi.
"Itu yang nanti akan dibahas. Kami disini sebagai penengah, namun pembahasan tetap akan dilakukan secara seimbang melalui diskusi dan mediasi," katanya.
Sementara itu, dalam penyusunan UMK, pihaknya mengatakan akan melibatkan banyak pihak.
Selain unsur pekerja dan pengusaha, tahun ini pembahasan juga akan dihadiri oleh akademisi dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan Universitas Perwira Purbalingga (Unperba).
"Kami juga akan melibatkan BPS untuk penyedia data. Formulanya nanti akan diserahkan ke APINDO dan SPSI, sementara data BPS yang akan menjadi acuan."
"Rentang formulanya juga besar, bisa 0,1 sampai 0,7 nanti akan dicari jalan tengahnya, " terangnya.
Baca juga: Terus Meluas, Pergerakan Tanah di Maribaya Purbalingga Sebabkan Puluhan Keluarga Mengungsi
Sembari menunggu regulasi, pihaknya mengatakan sudah menyiapkan seluruh administrasi.
Sehingga begitu UMP turun, proses pembahasan dapat segera dimulai.
"Meskipun mungkin nanti waktunya akan sangat melet, kami usahakan agar penetapan UMK bisa selesai tepat waktu."
"Harapan kami, hasilnya bisa mengakomodasi kepentingan, bagi pekerja ataupun pengusaha," pungkasnya. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251124_Kepala-Bidang-Hubungan-Industrial-Dinnaker-Purbalingga-Yesu-Dewayana.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.