Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Perjuangan Siti Mutmainah: 4 Jam Menunggu Berkah Rezeki Dari Nasi Kepel Ampyang Maulid di Kudus

Warga rebutan gunungan Ampyang Maulid di halaman Masjid At-taqwa Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Minggu (7/9/2025).

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: raka f pujangga
Tribunjateng/Rifqi Gozali
BEREBUT - Sejumlah warga berebut gunungan berisi nasi kepel di depan Masjid At-taqwa Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Minggu (7/9/2025). Gunungan berisi nasi kepel merupakan bagian dari tradisi Ampyang Maulid atau peringatan maulid Nabi Muhammad yang digelar setiap tahun di Desa Loram Kulon. 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Siti Mutmainah tergopoh-gopoh membawa pulang dua nasi kepel yang dibungkus daun jati lengkap dengan lauk botok dibungkus daun pisang.

Nasi kepel itu didapat setelah sebelumnya ikut berebut gunungan Ampyang Maulid di halaman Masjid At-taqwa Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Minggu (7/9/2025).

Untuk mendapatkan nasi kepel tersebut Siti harus rela menunggu empat jam.

Baca juga: Agar Berkah, Warga Berebut Gunungan Hasil Bumi dan Telur Asin di Bibir Pantai Mliwis Kebumen

Sejak pukul 13.00 dia sudah datang di depan Masjid At-taqwa atau yang sering disebut Masjid Wali. 

Dia turut serta menyimak rangkaian tradisi Ampyang Maulid yang diselenggarakan setiap tahun di Masjid At-taqwa dalam rangka peringatan maulid Nabi Muhammad.

Rangkaian tradisi Ampyang Maulid dimulai dengan kirab yang diikuti warga Desa Loram Kulon dan Loram Wetan.

Peserta kirab harus berjalan sejauh 1,2 kilometer sejak dari Lapangan Kongsi Loram Wetan dan berakhir di halaman Masjid At-taqwa Loram Kulon.

Di sepanjang jalan yang dilewati peserta kirab, ribuan warga turut menyimak.

Panasnya cuaca Kabupaten Kudus seolah tidak mengindahkan mereka untuk ikut serta meramaikan tradisi yang berjalan setiap tahun.

Dalam kirab kali ini diawali dengan barisan para pelajar yang memainkan drum band.

Disusul belakangnya merupakan pelajar pembawa bendera pusaka merah putih dan disusul barisan visualisasi Sultan Hadlirin dan Ratu Kalinyamat. 

Dua sosok ini dipercaya oleh warga Loram Kulon sebagai penyebar agama Islam di Loram Kulon. 

Termasuk tradisi Ampyang Maulid ini dipercaya sebagai peninggalan dari Sultan Hadlirin.

“Tokoh Sultan Hadlirin oleh warga Loram Kulon memang dianggap sangat berjasa bagi mereka. Sampai saat ini mereka masih percaya beliaulah penyebar agama di Loram Kulon,” ujar Pj Kepala Desa Loram Kulon, Suharso.

Di barisan belakang, terdapat peserta kirab dari sejumlah perwakilan musala, warga dukuh, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat.

Masing-masing perwakilan ini ada yang menampilkan aksi teatrikal, ada pula yang membawa gunungan berisi hasil bumi.

Sekitar pukul 16.45 kirab selesai.

Warga yang semula mengular di sepanjang jalan yang dilewati rombongan kirab mulai menyemut di halaman Masjid At-taqwa. 

Sebagai akhir dari segala rangkaian, seorang sesepuh desa melantunkan doa yang berisi harapan akan kesejahteraan bagi seluruh warga Desa Loram Kulon.

Setelah doa selesai dipanjatkan. 

Saat itulah warga mulai berebut mendapatkan nasi kepel.

Satu di antara yang ikut berebut yaitu Siti Mutmainah. 

Butuh perjuangan yang tidak mudah.

Siti harus ikut serta berdesak-desakan untuk menjangkau gunungan berisi nasi kepel.

Sesampainya di depan gunungan, dia harus bisa merebut nasi kepel di antara ribuan warga lainnya yang juga berharap mendapatkan nasi tersebut.

“Harapan saya mendapatkan keberkahan hidup dan rezeki lancar,” begitu kata Situ Mutmainah.

Nasi kepel sendiri merupakan istilah nasi yang dibungkus daun jati yang besarnya sekepal tangan.

Dalam tradisi Ampyang Maulid ini nasi kepel biasa dilengkapi dengan lauk berupa botok yang dibungkus daun pisang.

Dalam kesempatan ini penyelenggara tradisi Ampyang Maulid telah menyediakan dua gunungan.

Satu gunungan berisi nasi kepel lengkap dengan lauk berupa botok. 

Dan satu gunungan berisi hasil bumi berupa sayur dan buah-buahan dan kerupuk warna-warni. 

Kerupuk warna-warni pada gunungan ini oleh warga Loram Kulon disebut ampyang. 

Dari sinilah istilah Ampyang Maulid tercipta.

Bupati Kudus Sam’ani Intakoris yang saat itu hadir dalam peringatan Ampyang Maulid mendukung penuh seluruh kegiatan tradisi yang ada di Kudus termasuk Ampyang Maulid.

Apalagi kegiatan ini memiliki sisi positif dalam menggerakkan ekonomi masyarakat dan menjadi ajang berkumpulnya ribuan warga Kudus.

“Kegiatan ini memiliki unsur budaya, ekonomi, maupun ekonomi kreatif, apalagi sebelumnya ada ekspo ekonomi kreatif yang digelar sejak sepekan sebagai rangkaian Ampyang Maulid,” kata Sam’ani.

Baca juga: Kirab Budaya dan Grebeg Gunungan Meriahkan Hari Jadi Ke-396 Kabupaten Kebumen

Dia berharap tradisi ini mampu mendatangkan wisatawan.

Tidak hanya warga Kudus sendiri yang tertarik untuk hadir, namun juga wisatawan dari berbagai daerah yang ikut serta datang ke Kudus untuk melihat segenap tradisi berikut keunikannya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved