Korupsi BPR Bank Jepara Artha
BREAKING NEWS, KPK Tetapkan Dirut BPR Bank Jepara Artha Tersangka Kredit Fiktif
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha atau kredit fiktif di Kabupaten Jepara.
Penulis: Dse | Editor: deni setiawan
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha atau kredit fiktif di Kabupaten Jepara.
Kredit fiktif ini disebutkan dilakukan oleh beberapa pejabat di Kantor PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda).
Salah satunya yang ditetapkan tersangka adalah Jhendik Handoko selaku Dirut BPR Bank Jepara Artha.
Dimana sesuai data selama periode 2022-2023, BPR Bank Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar.
Baca juga: Polres Jepara Siapkan Pengamanan Ketat Jelang Laga Persijap vs Persita Tangerang di GBK
Baca juga: Daftar 19 Ruas Jalan di Jepara yang Diperbaiki Lengkap Dengan Besaran Anggarannya
Langsung Ditahan
KPK menetapkan Direktur Utama PT BPR Bank Jepara Artha, Jhendik Handoko sebagai tersangka bersama 4 orang lainnya dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha pada Kamis (18/9/2025).
Empat tersangka lainnya adalah Iwan Nursusetyo selaku Direktur Bisnis dan Operasional BPR Bank Jepara Artha.
Kemudian Ahmad Nasir selaku Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan BPR Bank Jepara Artha.
Ariyanto Sulistiyono selaku Kepala Bagian Kredit BPR Bank Jepara Artha, dan Mohammad Ibrahim Al Asyari selaku Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, penetapan lima tersangka ini dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan kepada para saksi, ahli, penggeledahan di beberapa lokasi rumah atau kantor, serta penyitaan barang, aset, hingga uang.
“Para tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September hingga 7 Oktober 2025."
"Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK,” ujarnya.
Kronologi Kasus
Asep mengatakan, kasus dugaan korupsi ini bermula pada 2021, saat Jhendik Handoko selaku Dirut BPR Bank Jepara Artha melakukan ekspansi pemberian kredit jenis Kredit Usaha dengan Sistem Sindikasi (pemberian kredit oleh beberapa bank kepada 1 debitur).
Namun selama 2 tahun terakhir terjadi penambahan outstanding kredit usaha kepada 2 grup debitur secara signifikan sekira Rp130 miliar yang dicairkan melalui 26 debitur yang terafiliasi.
Hal ini membuat performa atau kolektibilitas kredit tersebut memburuk sampai akhirnya gagal bayar atau macet, sehingga menurunkan kinerja BPR Bank Jepara Artha.
Ini dikarenakan pencadangan kerugian penurunan nilai hingga 100 persen (kolektibilitas macet) yang mengakibatkan rugi pada laporan laba rugi.
Sebagai jalan keluar, KPK mengatakan, Jhendik bersepakat dengan Ibrahim Al Asyari untuk mencairkan kredit fiktif.
KPK menyebutkan bahwa sebagian pencairan kredit ini digunakan oleh manajemen BPR Bank Jepara Artha untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran.
Sementara itu, sebagian digunakan Ibrahim Al Asyari.
Baca juga: Mahasiswa Jepara Curi Tas Warga yang Main Bola, Ditangkap Korban Saat Sedang di Kampus
Baca juga: Imbas Demo Berujung Kericuhan, Pengukir Kayu Jepara Keluhkan Penurunan Kunjungan Turis Asing
“Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, Jhendik menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada Ibrahim Al Asyari,” ujarnya.
Asep mengatakan, tindak lanjut dari kesepakatan itu, selama periode 2022-2023, BPR Bank Jepara Artha telah mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh Ibrahim.
“Kredit dicairkan tanpa dasar analisis yang sesuai kondisi debitur yang sebenarnya,” tuturnya.
Asep mengatakan, debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, pengangguran yang dibuat seolah-olah layak mendapatkan kredit sebesar rata-rata sekira Rp7 miliar per debitur.
Dia mengatakan, Ibrahim dibantu rekannya mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp100 juta per debitur.
“Juga untuk menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Bank Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain, hingga dokumen keuangan yang dimark up."
"Ini agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisis berkas kredit BPR Bank Jepara Artha,” kata dia.
Asep mengatakan, terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, Ibrahim memberikan sejumlah uang kepada tersangka di BPR Bank Jepara Artha.
“JH sebesar Rp2,6 miliar, IN Rp 793 juta, AN Rp 637 juta, AS Rp 282 juta, dan uang umrah kepada keempatnya sebesar Rp300 juta,” kata dia.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ini sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Sumber Kompas.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20250918-_-Tersangka-Kredit-Fiktif-BPR-Bank-Jepara-Artha.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.