Sosok Marsinah Aktivis Buruh yang Jasadnya Ditemukan Penuh Luka, Dapat Gelar Pahlawan Nasional
Sosok Marsinah, buruh asal Nganjuk, Jawa Timur yang hari ini Senin (10/11/2025) menerima gelar sebagai Pahlawan Nasional
TRIBUNJATENG.COM - Sosok Marsinah, buruh asal Nganjuk, Jawa Timur yang hari ini Senin (10/11/2025) menerima gelar sebagai pahlawan nasional.
Jasadnya ditemukan penuh luka pada Mei 1993.
Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Marsinah dalam upacara penganugerahan di Istana Negara, Jakarta,
Total terdapat sepuluh tokoh yang mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Baca juga: Daftar 10 Nama Tokoh yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional, Soeharto hingga Gus Dur
• Sosok Iptu Nasrullah Polisi Pembebas Bilqis dari Penculik, Alumni Anti Teror dan Doktor Ilmu Hukum
• Daftar Motor dan Mobil Dilarang Isi BBM Pertalite di SPBU Pertamina per 9 November 2025
• BREAKING NEWS: Ribuan Mantan Pekerja Sritex Gelar Demo, Tuntut Gaji, THR dan Pesangon Dibayar
"Tiga, almarhumah Marsinah tokoh dari Provinsi Jawa Timur," ujar Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana membacakan penganugerahan gelar pahlawan nasional, Senin (10/11/2025).
Gelar pahlawan nasional pun diberikan langsung oleh Prabowo Subianto kepada ahli waris dari Marsinah yang diusulkan dari Jawa Timur.
Sosok Marsinah
Marsinah adalah buruh wanita asal Nganjuk, Jawa Timur. Dia bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Diberitakan Harian Kompas, 28 Juni 2000, Marsinah lahir pada 10 April 1969.
Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.
Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.
Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.
Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan, Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.
Kasus Pembunuhan Marsinah
Kasus pembunuhan Marsinah berawal pada 3-4 Mei 1993, saat buruh pabrik pembuatan arloji, PT Catur Putra Surya (CPS), menuntut pemenuhan hak mereka.
Setelah aksi mogok kerja tersebut, 11 dari 12 tuntutan tersebut dikabulkan, kecuali pembubaran Unit Kerja SPSI di PT CPS.
Terkabulnya hasil perundingan tersebut tertuang dalam Surat Persetujuan Bersama.
Namun pada 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil oleh Kodim 0816 Sidoarjo dan memaksa mereka untuk mengundurkan diri dari PT CPS, dengan alasan sudah tidak dibutuhkan lagi oleh perusahaan.
Mereka yang menolak mendapatkan intimidasi dan tindakan represif.
Mendengar adanya pemanggilan Kodim 0816 Sidoarjo terhadap 13 rekan kerjanya, Marsinah menulis sepucuk surat untuk teman-teman buruhnya tersebut yang berisi petunjuk menjawab interogasi.
Perempuan kelahiran 10 April 1969 juga berikrar di hadapan rekan-rekannya, "Kalau mereka diancam akan dimejahijaukan oleh Kodim, saya akan bawa persoalan ini kepada paman saya di Kejaksaan Surabaya".
Pada hari yang sama, 5 Mei 1994, Marsinah bersama seorang rekannya melayangkan surat protes kepada PT CPS yang diterima oleh pihak keamanan pabrik.
Setelah itu pada malam harinya, mereka pulang dan menyempatkan untuk berkunjung ke kediaman temannya.
Namun usai pertemuan di malam itu, pukul 22.00, Marsinah pergi entah ke mana dan menjadi yang terakhir kali bagi rekan-rekannya untuk melihat sosok perempuan itu.
Pada 8 Mei 1993, segerombolan anak-anak menemukan menemukan jasad Marsinah terbujur kaku di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah, yang mengindikasikan bahwa Marsinah mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum dibunuh.
Tewasnya Marsinah mendapatkan perhatian publik dan Presiden Soeharto saat itu.
Satu bulan pertama pengusutan kasusnya, kepolisian sudah memeriksa sebanyak 142 orang.
Namun puncaknya terjadi pada 1 November 1993 dini hari, saat satuan intelijen menculik delapan orang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan Marsinah.
Kedelapan orang tersebut merupakan orang-orang dari PT CPS, di mana salah satu yang diculik adalah pemilik pabrik, Judi Susanto.
Judi Susanto dan tujuh orang lainnya diketahui mengalami siksaan berat untuk dipaksa mengakui bahwa mereka-lah dalang pembunuhan Marsinah.
Selama proses penyelidikan dan penyidikan oleh Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur, disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya.
Marsinah kemudian disebut dibawa ke rumah Judi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.
Akhirnya, Judi Susanto dijatuhi vonis 17 tahun penjara.
Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.
Namun saat itu, Judi Susanto bersikerah menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah.
Ia mengaku hanya dijadikan sebagai kambing hitam. Judi Susanto kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyatakan bebas.
Hal serupa juga dilakukan para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman. Mereka naik banding hingga dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.
Setelah itu, kasus pembunuhan Marsinah tidak menemui titik terang dan menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM di Indonesia. (Kompas.com)
| Banjir Bandang Terjang Brebes Selatan, Tiga Warga Tewas dan Ratusan Rumah Terendam |
|
|---|
| Daftar 10 Nama Tokoh yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional, Soeharto hingga Gus Dur |
|
|---|
| Raih 3 Emas, Tim Senam Jawa Tengah Torehkan Prestasi Membanggakan di Popnas 2025 |
|
|---|
| Tanggul Sungai Jebol, Air Meluap Rendam Pemukiman di Kebumen |
|
|---|
| Sopir Truk Towing Mabuk Terlibat Tabrak Lari, Polisi: Dikira Hanya Menyerempet, Ternyata Melindas |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251110_marsinah.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.