Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Eksklusif

14 Tahun Gaji Fantastis TKW Arab Saudi Ini Tidak Dibayarkan: Total Rp 562 Juta

Salah seorang pekerja migran yang bekerja selama 14 tahun namun tidak dibayarkan yaitu Ruminingsih.

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: galih permadi
tribunjateng dok
ILUSTRASI - Uang Rupiah 

TRIBUNJATENG.COM – Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengadu nasib dengan bekerja di luar negeri tidak sepenuhnya bernasib mujur. Tidak sedikit mereka kurang beruntung misalnya menjadi korban pelecehan atau gaji yang tidak terbayarkan.

Di antara polemik yang acap menimpa pekerja migran Indonesia yang mengadu nasib di Arab Saudi yaitu persoalan gaji. Ada yang belasan tahun tidak menerima gaji. Ada pula yang mendapat gaji di bawah standar kesepakatan Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi.

Salah seorang pekerja migran yang bekerja selama 14 tahun namun tidak dibayarkan yaitu Ruminingsih. Perempuan 28 tahun asal Lampung tersebut selama di tanah rantau bekerja sebagai asisten rumah tangga di Madinah. Selama itu pula dia tidak pernah pulang dan berkomunikasi dengan keluarga.

Baca juga: Kisah Pilu Dargo, Warga Batang Yang Ditinggal Istri ke Malaysia, Ketika Pulang Bawa Kekasih Baru

Baca juga: Bayi 1 Tahun Ditemukan Termutilasi dan Dibungkus Berlapis, Keberadaan Ibu Korban Misterius

Keberadaan Ruminingsih ini pun akhirnya diketahui oleh Staf Teknis Ketenagakerjaan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah setelah hendak mengurus perjanjian kerja. Dari situ kemudian Ruminingsih harus menjalani asesmen. Dari situ belakangan diketahui kalau perempuan ini belum pernah pulang ke Indonesia selama kurang lebih 14 tahun. Dan selama itu pula dia tidak mendapatkan gaji.

“Majikannya kami asesmen. Ternyata memang selama 14 tahun itu gajinya dititipkan ke majikan,” kata Staf Teknis Ketenagakerjaan KJRI Jeddah Handoyo Nugroho di Jeddah Arab Saudi kepada Tribun Jateng melalui sambungan telepon, (30/8/2025).

Mengetahui hal tersebut, akhirnya majikan diminta untuk segera membayarkannya. Bagaimanapun itu hak Ruminingsih yang harus dibayarkan. Total yang harus dibayarkan, kata Nugroho, yaitu sebesar 132.200 Riyal Saudi atau setara dengan Rp 562 juta kurs 1 Riyal sama dengan Rp 4.250.

“Kalau dititipkan ke majikan, kami kejar terus. Majikan tidak boleh pegang gaji,” kata Handoyo.

Dari asesmen yang pihaknya lakukan juga meminta agar Ruminingsih segera pulang ke rumahnya di Lampung. Perempuan tersebut merupakan transmigran yang semula berasal dari Banyuwangi. Setelah sejak lulus SD Ruminingsih berangkat merantau bekerja ke Arab Saudi, akhirnya pada awal tahun ini dia telah pulang ke Lampung berikut segenap gaji yang telah didapatkannya.

Selain Ruminingsih ada lagi salah seorang pekerja migran dari Pontianak yang sudah bekerja sekitar 15 tahun. Pekerja migran asal Pontianak tersebut bernama Usmawati. Kasusnya juga gaji tidak dibayarkan. Dari situ kemudian KJRI melakukan advokasi dan akhirnya berhasil dibayarkan dan menyarankan agar Usmawati segera pulang ke Tanah Air.

Total gaji yang harus dibayarkan oleh majikannya Usmawati cukup fantastis, yaitu sebesar 200.000 Riyal atau setara dengan Rp 850 juta dengan kurs 1 riyal sama dengan Rp 4.250.

Baik Ruminingsih maupun Usmawati, kata Handoyo, sudah dikira meninggal dunia. Saking lamanya dia bekerja di Arab Saudi dan tidak pernah menjalin komunikasi dengan keluarga. Alhasil keduanya pun disarankan untuk pulang. Ruminingsih pulang pada awal tahun ini sedangkan Usmawati bulan pada bulan lalu.

Saking lamanya para pekerja migran tidak pulang, katanya, biasanya karena merasa nyaman. Majikan juga biasanya sudah menganggap mereka sebagai keluarga.

Menurut Handoyo, sebagian besar masalah ketenagakerjaan datang dari para pekerja migran informal dibanding dengan pekerja yang bergelut di bidang formal. Dia tidak menampik kalau memang ada pekerja informal yang datang ke Arab Saudi menggunakan visa ziarah atau visa umrah. Dengan begitu pihaknya tidak bisa mendeteksi. Pihaknya baru tahu kalau mereka melapor ke KJRI. Biasanya laporan dilakukan setelah dua tahun bekerja.

“Kalau mereka (pekerja visa ziarah atau umrah) tertangkap petugas imigrasi Arab Saudi akan dipenjara. Tapi sebelumnya akan diperiksa apakah dia punya masalah atau tanggungan. Kalau tidak punya masalah akan dideportasi. Kalau ada masalah, dia akan menjalani hukuman terlebih dulu,” katanya.

Handoyo sebagai staf ketenagakerjaan selama ini bertugas memang untuk mengadvokasi pekerja migran yang bermasalah soal gaji. Banyak di antara pekerja migran yang kemudian melaporkan karena gaji tidak dibayarkan atau gaji di bawah 1.500 Riyal. Angka tersebut merupakan kesepakatan Kerajaan Arab Saudi untuk menerapkan gaji minimal 1.500 Riyal per bulan untuk pekerja migran dari Indonesia yang bekerja di sektor domestik misalnya sebagai asisten rumah tangga.

“Ada yang pernah melapor digaji 1.200 Riyal. Kami melakukan mediasi atau sedikit mengancam ke majikannya. Kami ancam kalau tidak dibayar 1.500 Riyal ber pulan, (pekerjanya) kami tahan. Silakan majikannya pulang, dan bisa dimarahi sama istrinya nanti. Akhirnya dia mau,” katanya.

Untuk menguatkan komitmen pembayaran 1.500 Riyal per bulan, kata Handoyo, pihaknya membuat perjanjian kerja yang ditandatangani oleh majikan, pekerja, dan pihaknya. Dokumen tersebut menjadi dasar penuntutan ketika ada perselisihan gaji di kemudian hari.

Berbeda dengan mereka yang bekerja di bidang formal. Para pekerja telah memiliki keterampilan untuk bekerja. Mereka terserap di banyak sektor. Misalnya di perhotelan, perbengkelan, atau salon. Dokumen dari pekerja formal juga lebih lengkap. Kalau ada masalah pihaknya lebih mudah untuk menuntaskannya.

“Kalau dia pekerja di sektor formal sudah sesuai kriteria dia datang kami lakukan welcoming program. Melalui program ini kami beri arahan apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Kemudian kami juga beri pengertian terkait kebudayaan, hukum, dan adat istiadat di Arab Saudi. Juga kalau mereka ada persoalan mekanisme lapornya ke mana kami kasih penjelasan,” katanya.

Dari seluruh rangkaian penyelamatan gaji pekerja migran di Arab Saudi, KJRI Jeddah berhasil memperjuangkan gaji pekerja selama 2023 sebesar 2.461.707 Riyal. Kemudian di tahun 2024 sebesar 2.361.841 Riyal dan pada tahun ini 2025 sudah berhasil memperjuangkan gaji untuk pekerja migran agar dibayarkan sebesar 943.960 Riyal.

Upaya advokasi kepada pekerja migran yang gajinya tidak dibayarkan bisa melalui penuntutan kepada majikan atau melalui jalur litigasi. Katanya, kalau gaji dibawa majikan pihaknya menuntut agar segera dibayarkan. Kemudian untuk jalur litigasi pihaknya menuntut melalui kantor perburuhan atau melalui mahkamah ketenagakerjaan di bawah kendali Kerajaan Arab Saudi.

Warga Batang Ditinggal Istri

Dargo (bukan nama sebenarnya) masih mengingat jelas kenangan melepas istrinya merantau ke Malaysia, 10 tahun silam.

Warga Kabupaten Batang itu, dengan berat hati merelakan belahan jiwanya menjadi TKW untuk memperbaiki ekonomi keluarga.

Dargo dan istri yang dikaruniai 1 anak, mengalami peliknya ekonomi rumah tangga yang naik turun. 

Berbekal kesepakatan bersama, Dargo mantap melepas istri dengan tangis.

Tapi di balik itu, ada harapan membuncah untuk kelangsungan hidup di masa depan.

Ketika pagi masih gelap, Dargo mengantar istri menuju rumah seseorang yang ia kenal.

Orang itu yang membujuk istrinya untuk pergi ke Malaysia.

Dengan iming-iming gaji tinggi, istrinya langsung merelakan hati meninggalkan anak dan suami.

"Istri saya ikut orang yang saya kenal ditawari untuk ikut ke Malaysia. Karena dia sudah lama kerja di Malaysia dan gajinya besar, tapi saya lupa berapa besarannya," kata Dargo, Selasa (2/9/2025).

Dargo mengatakan, keberangkatan istrinya ke Malaysia itu bukan melalui jalur resmi. 

Namun, ia tetap percaya kenalannya bisa memberikan jalan perekonomian yang lebih mulus.

Terlebih, Dargo yang hidup di kampung mengandalkan peruntungan warung kelontong, hanya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk biaya sekolah anaknya pun, ia kelimpungan.

"Terdesak karena ekonomi waktu itu belum stabil," ujarnya.

Hampir 3 tahun berlalu, istrinya rutin mengirim pundi-pundi rupiah kepada Dargo dan anaknya. 

Namun di tahun berikutnya, gelagat istrinya mulai berubah.

Ketika istrinya pulang ke rumah yang menyatu dengan toko kelontong itu, Dargo justru diusir. 

Dengan terpaksa, ia dan anaknya harus kembali ke rumah orang tuanya.

Di kepulangan pada tahun keempat itu, Dargo baru mengetahui istrinya memiliki lelaki simpanan yang tak lain ialah kenalannya saat bekerja di Malaysia.

"Saya sudah tidak mau sama kamu, saya sudah punya yang lain," ujar Dargo menirukan istrinya.

Tubuh Dargo pun seketika bergetar, jantungnya berdegup kencang, dan matanya berkunang-kunang. 

Ia hanya mampu menahan sakit hati amat mendalam, sembari berlalu pergi.

"Saya sempat tanya siapa lelakinya itu, dia bilang kenalannya di Malaysia. Saya sempat cekcok dan akhirnya memilih pulang ke rumah orang tua," paparnya.

Hanya Kirim Uang ke Anak 

Setelah cekcok itu, puncak emosi Dargo mereda.

Namun, ia meminta agar istrinya tetap mengirim uang untuk anaknya sebagai bentuk kompensasi.

"Saya waktu itu sudah memantapkan diri, kalau kamu mau meninggalkan saya silakan. Tapi saya pesen, kamu harus tetap memberi yang anak," sambungnya.

Dargo mengatakan, istrinya hanya bertahan selama seminggu di rumah.

Selepas itu, istri Dargo kembali ke tanah perantauan di Malaysia.

Dargo kemudian mendapat kabar bahwa istrinya sudah menikah secara siri di Malaysia. 

Tapi Dargo terlanjur sakit hati dan tak mau mendengar kabar apapun tentang istrinya.

"Kalau untuk kirim uang ke anak, dia masih kirim. Kalau untuk saya sudah tidak," tuturnya.

Setelah bertahun-tahun berlalu, Dargo tak lagi mendengar kabar tentang istrinya.

Informasi terbaru yang ia dapat, istrinya sempat kembali lagi ke rumah orang tua.

"Katanya yang saya dengar begitu, tapi saya sudah tidak peduli. Yang penting fokus saya sekarang adalah membesarkan anak saya, itu saja," tandasnya.(goz/ags)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved