Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

10 Fakta Litao DPO Pembunuhan Lolos Jadi DPRD Wakatobi, Aiptu S Lalai Terbitkan SKCK

Litao ternyata sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) selama 11 tahun dalam kasus pembunuhan, namun tetap bisa mendapatkan SKCK

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
Kolase foto/Ist TribunnewsSultra.co
LITAO DPO PEMBUNUHAN - Anggota DPRD Wakatobi di Sulawesi Tenggara (Sultra), berinisial L yang menjadi tersangka pembunuhan. Polisi penerbit SKCK anggota DPRD Wakatobi berstatus DPO Litao dimutasi ke Buton Utara. 


10 Fakta Litao DPO Pembunuhan Lolos Jadi DPRD Wakatobi, Aiptu S Lalai Terbitkan SKCK

TRIBUNJATENG.COM – Publik Sulawesi Tenggara dikejutkan dengan terungkapnya fakta mengejutkan soal La Lita alias Litao, anggota DPRD Wakatobi dari Partai Hanura.

 Ia ternyata sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) selama 11 tahun dalam kasus pembunuhan, namun tetap bisa mendapatkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) untuk maju di Pemilu 2024.

Kasus ini memunculkan pertanyaan besar tentang integritas sistem penerbitan SKCK, kelalaian aparat, serta lemahnya pengawasan. Berikut 10 fakta lengkap kasus Litao:

 


1. Kasus Bermula dari Pembunuhan 2014

Perkara ini berawal Oktober 2014 di Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangiwangi Selatan. Seorang remaja bernama Wiranto alias Wiro (17) tewas ditusuk di bawah ketiak dalam keributan acara joget. Dua orang sudah dipidana dalam kasus itu, namun Litao yang diduga sebagai pelaku utama justru lolos.

 


2. Jadi Buronan Selama 11 Tahun

Sejak 2014, polisi menetapkan Litao sebagai DPO. Ia menghilang dari rumah dan melarikan diri. Nama Litao masuk dalam catatan buronan Polres Wakatobi, namun selama 11 tahun tak pernah tertangkap hingga akhirnya kembali muncul menjelang pemilu.

 

3. SKCK Tetap Terbit Meski Berstatus DPO

Polda Sultra mengungkap SKCK untuk Litao tetap terbit meski seharusnya ia tidak memenuhi syarat. “Dari hasil audit internal, ditemukan adanya kelalaian dalam penerbitan SKCK. Petugas tidak mencantumkan status DPO sehingga dokumen tetap terbit,” kata Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian.

 


4. Oknum Polisi Terlibat Langsung

Audit menyebut SKCK diurus oleh oknum polisi Polres Wakatobi berinisial Aiptu S. Ia diduga tidak memeriksa register perkara. Akibat kelalaian itu, catatan buron Litao sama sekali tak muncul dalam dokumen resmi.

 

5. SOP SKCK Dilanggar

Seharusnya penerbitan SKCK dilakukan melalui pemeriksaan lintas fungsi: narkoba, lalu lintas, dan reserse kriminal. Semua catatan perkara harus diverifikasi. Namun dalam kasus ini, register perkara reskrim tidak pernah dicek, sehingga status DPO Litao hilang dari data.

 

6. Sempat Kabur, Muncul Saat Pileg 2024

Kuasa hukum korban, La Ode Muhammad Sofyan, menyebut Litao sempat menghilang. “Dia kabur waktu itu, menghilang. Sehingga polisi menerbitkan DPO. Tapi anehnya, ketika masuk pencalonan, dia kembali ke Wanci dan mencalonkan diri, lolos dan dilantik jadi anggota DPRD Wakatobi,” ujarnya.


7. Resmi Jadi Anggota DPRD Wakatobi

Dengan SKCK yang terbit, Litao bisa mendaftar sebagai calon legislatif dari Partai Hanura. Ia bahkan lolos dan dilantik sebagai anggota DPRD Wakatobi 2024–2029, padahal publik tidak tahu ia masih buron kasus pembunuhan.

 

8. Baru Ditetapkan Tersangka Tahun 2025

Meski kasus sudah bergulir lebih dari satu dekade, Polda Sultra baru menetapkan Litao sebagai tersangka pada 28 Agustus 2025 dengan surat Nomor Tap/126/VIII/RES.1.7/2025. Keputusan ini menambah sorotan publik atas lambannya penegakan hukum.

 

9. Oknum Polisi Dijatuhi Sanksi

Oknum polisi Aiptu S dijatuhi sanksi berat. Ia dikenai demosi jabatan selama 3 tahun, penempatan khusus (patsus), batal ikut pendidikan perwira, dan dimutasi ke Polres lain. Sanksi ini diberikan setelah audit internal membuktikan kelalaian fatalnya.

 

10. Pertanyaan Besar soal Integritas SKCK

Kasus ini menimbulkan kritik keras terhadap aparat penegak hukum. SKCK adalah dokumen resmi yang seharusnya mencerminkan catatan kriminal seseorang. Menurut aturan Polri, orang dengan status tersangka, DPO, atau sedang menjalani perkara pidana harus tercatat. Fakta bahwa Litao bisa mendapatkan SKCK menunjukkan ada celah besar dalam sistem.

“Dia sudah ditetapkan sebagai DPO tapi ketika masuk pencalonan DPRD dia datang dan mendaftar. Kenapa polisi tidak menangkapnya?” tanya Sofyan, kuasa hukum korban, mewakili kegelisahan publik.


Skandal ini bukan hanya soal satu orang anggota dewan, tapi juga soal bagaimana sistem hukum dan administrasi negara bisa kecolongan. Publik kini menanti langkah tegas dari Polri untuk memperbaiki prosedur SKCK dan memastikan hal serupa tidak terulang.

(*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved