Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hari Pahlawan

Kisah Mayor Soeyoto Gugur di Medan Babadan Diabadikan di Monumen Lemah Abang Ungaran

Tak banyak yang menyadari, di tepi Jalan Soekarno-Hatta, tepatnya di pertigaan Lemah Abang yang mengarah ke Bandungan.

Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: rival al manaf
(TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)
MONUMEN LEMAH ABANG - Monumen Lemah Abang di pertigaan arah Bandungan di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Senin (10/11/2025), menjadi penanda peristiwa awal pertempuran antara TKR dan pasukan sekutu pada November 1945. Monumen itu dibangun untuk mengenang gugurnya puluhan pejuang yang dipimpin Mayor Soeyoto, sebelum pertempuran besar meletus di Ambarawa. 

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Tak banyak yang menyadari, di tepi Jalan Soekarno-Hatta, tepatnya di pertigaan Lemah Abang yang mengarah ke Bandungan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, berdiri sebuah monumen kecil berwarna putih dengan sentuhan merah di bagian tengahnya. 

Sekilas tampak sederhana, bahkan sering dianggap terlewat dari pandangan para pengendara yang melintas dari arah Karangjati menuju Bandungan. 

Namun di balik bentuknya, tersimpan kisah heroik yang menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan bangsa, yaitu awal mula rentetan Pertempuran Ambarawa.

Monumen yang berdiri di seberang SPBU Lemah Abang itu dikenal sebagai Monumen Lemah Abang, diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Semarang pada 1 Maret 1973. 

Tepat di sebelahnya, terdapat halte kecil tempat para penumpang angkutan umum menunggu. 

Di tengah monumen, terdapat relief yang menggambarkan pasukan pejuang Indonesia berhadapan dengan tentara sekutu yang membawa tank, sebuah adegan yang menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap penjajah, pada masa mempertahankan kemerdekaan, November 1945.

Awal Pertempuran dari Ungaran

Sejarawan Semarang, Tri Subekso mengungkapkan bahwa Monumen Lemah Abang menjadi penanda peristiwa besar yang kerap terlupakan, yakni pertempuran awal sebelum Pertempuran Ambarawa meletus.

“Monumen itu didirikan untuk memperingati pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan pasukan sekutu pada November 1945,” kata Tri Subekso kepada Tribunjateng.com, Senin (10/11/2025).

Menurut dia, pasukan sekutu saat itu tengah bergerak dari Semarang menuju Ambarawa dan Magelang dengan dalih melucuti tentara Jepang serta membebaskan tawanan Belanda di kamp-kamp interniran. 

Jalur yang mereka tempuh, meliputi Semarang, Ungaran, hingga Ambarawa, merupakan jalur utama yang kini dikenal sebagai jalan nasional.

Dalam perjalanan, pasukan sekutu itu dihadang oleh pasukan Indonesia dan laskar rakyat di wilayah Babadan, Kecamatan Ungaran Barat, yang kini berada di sekitar pabrik Nissin dan Gardu Induk PLN.

“Jadi pertempuran awalnya terjadi di Babadan, bukan tepat di Lemah Abang

Tapi Lemah Abang menjadi titik penting, karena di sanalah pasukan Mayor Soeyoto dari Temanggung singgah dan mengatur strategi sebelum menghadang sekutu,” jelas Tri.

Pasukan Mayor Soeyoto berasal dari Divisi 5 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Temanggung. Mereka bergerak dari Temanggung melalui Sumowono dan Bandungan, menuju Ungaran, untuk menghadang rombongan sekutu yang datang dari arah Semarang.

Misi mereka jelas, yakni menghadang pasukan sekutu agar tidak sampai ke Ambarawa dan Magelang.

Jalan antara Babadan dan Ungaran kemudian dilintangi pedati atau gerobak sebagai penghalang. 

Satu peleton pasukan di bawah komando Mayor Soeyoto menghadang konvoi sekutu yang terdiri atas sejumlah truk pasukan dan lima tank.

Saat konvoi itu dihentikan, sempat terjadi percakapan. 

Tentara sekutu mengibarkan bendera merah-putih-biru, namun di antara truk mereka terlihat tentara Jepang bersenjata.

“Kemudian meledaklah pertempuran itu dan Mayor Soeyoto gugur bersama 24 anggota pasukannya dan 21 laskar rakyat,” kata Tri.

Mereka menjadi korban awal dari rangkaian pertempuran besar yang kemudian berlanjut di Ambarawa. 

Jenazah Mayor Soeyoto dimakamkan di Temanggung sehari setelah pertempuran.

Dari Lemah Abang ke Ambarawa

Pertempuran di Babadan dan Lemah Abang ini menjadi satu di antara pemicu dari Pertempuran Ambarawa (20 Oktober-15 Desember 1945) yang monumental itu. 

Kala itu, pasukan NICA dan Sekutu berupaya membebaskan tawanan Belanda di kamp Banyubiru dan Magelang, yang ternyata juga dipersenjatai.

Puncaknya, Pertempuran Ambarawa dimenangkan oleh pasukan Indonesia di bawah komando Kolonel Soedirman kepada Letkol Isdiman.

Tri Subekso menegaskan, peristiwa di Ungaran harusnya diingat sebagai bagian tak terpisahkan dari kisah heroik itu.

“Kalau diibaratkan, Ungaran adalah pintu pertama perlawanan menuju kemenangan di Ambarawa. 

Dari sinilah babak awal perjuangan itu dimulai,” pungkas dia. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved