Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Sains

Prediksi Kapan Kiamat Dari Hasil Penelitian Ilmuan Jepang, Oksigen Makin Tipis

Akhir kehidupan di bumi atau bisa disebut sebagai kiamat ternyata juga menjadi kajian para peneliti.

Penulis: Val | Editor: rival al manaf
Pixabay.com/ 470906
Ilustrasi kiamat 

TRIBUNJATENG.COM - Akhir kehidupan di bumi atau bisa disebut sebagai kiamat ternyata juga menjadi kajian para peneliti.

Para peneliti membuat kajian logis yang memprediksi kapan kiamat akan terjadi, setidaknya jika dilihat dari ketersediaan oksigen.

Tanpa oksigen yang memadahi, kehidupan di bumi akan sirna, lalu kapan hal itu terjadi?

Berikut ulasan para peneliti dari Universitas Toho Jepang.

Baca juga: Warga Suriah Berbondong-bondong Cari Emas di Sungai Eufrat yang Mengering, Benarkah Tanda Kiamat?

Baca juga: Spesifikasi Pesawat Hari Kiamat AS, Siap Saat Donald Trump Berencana Serang Fasilitas Nuklir Iran

Kita hidup di zaman ketika bernapas terasa sangat biasa. Kita bangun, hirup oksigen, dan lanjut menjalani hari.

Tapi ada satu pertanyaan besar yang jarang muncul dalam obrolan sehari-hari: sampai kapan oksigen di atmosfer Bumi bisa mendukung kehidupan seperti sekarang?

Pertanyaan ini mungkin terdengar seperti film fiksi ilmiah, tapi para peneliti serius mencari jawabannya.

Para peneliti sudah mencoba menghitungnya menggunakan data dan simulasi superkomputer.

Para peneliti dari Universitas Toho, Jepang, bahkan berhasil menemukan dan memprediksi kapan akhir dari kehidupan di bumi akan terjadi.

Mereka mempublikasikan temuan ini tahun 2021 dalam jurnal Nature Geoscience.

Dengan permodelan NASA, serta menggunakan alat simulasi superkomputer, para peneliti berhasil menemukan waktu yang tersisa bagi makhluk hidup dapat melangsungkan hidupnya di bumi.

Lantas, kapan akhir dari kehidupan di bumi akan terjadi?

Dikutip dari NDTV, Selasa (13/5/2025), para peneliti memprediksi kehidupan di bumi akan berakhir dalam waktu 1 miliar tahun.

Penurunan ini terjadi karena oksigen di atmosfer semakin menipis akibat meningkatnya panas Matahari.

Tanpa oksigen yang cukup, kehidupan seperti yang kita kenal menjadi mustahil berlangsung.

Asisten Profesor di Universitas Toho di Tokyo, Jepang, Kazumi Ozaki mengatakan bahwa umur biosfer bumi telah banyak dibahas dalam pengetahuan ilmiah.

"Selama bertahun-tahun, umur biosfer Bumi telah dibahas berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang peningkatan kecerahan Matahari yang terus-menerus dan siklus geokimia karbonat-silikat global," ujar Kazumi.

Para ilmuwan menggunakan gabungan model biogeokimia dan model iklim untuk memperkirakan berapa lama atmosfer Bumi dapat tetap kaya oksigen.

Dengan pendekatan stokastik (simulasi acak), mereka menjalankan 400.000 simulasi untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan evolusi atmosfer.

Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata masa hidup atmosfer dengan kadar oksigen lebih dari 1 persen dari kondisi saat ini diperkirakan sekitar 1,08 ± 0,14 miliar tahun.

Model ini memprediksi kadar oksigen akan menurun drastis hingga mirip kondisi Bumi pada zaman Arkea.

Penurunan ini diperkirakan terjadi sebelum terbentuknya rumah kaca lembap dan sebelum sebagian besar air permukaan menguap.

Apa penyebabnya?

Para peneliti menyebutkan bahwa penurunan oksigen disebabkan meningkatnya panas Matahari.

Waktu pastinya dipengaruhi oleh interaksi kimia antara mantel, laut, atmosfer, dan kerak Bumi.

Selain itu, siklus karbonat–silikat cenderung membatasi biosfer melalui kelangkaan karbondioksida sehingga oksigen menurun lebih cepat.

Seiring bertambahnya usia Matahari, suhu Bumi meningkat, air menguap, dan siklus karbon melemah. Kondisi ini dapat membunuh tumbuhan dan menghentikan produksi oksigen.

Atmosfer Bumi setelah itu diperkirakan kembali ke kondisi metana tinggi, seperti pada Bumi purba sebelum Peristiwa Oksidasi Besar.

Kazumi menambahkan bahwa sebelumnya diperkirakan biosfer Bumi akan berakhir dalam dua miliar tahun akibat panas berlebih dan kelangkaan karbondioksida.

Namun, penelitian terbaru mempersempit perkiraan ini dan memprediksi deoksigenasi cepat akan terjadi dalam satu miliar tahun.

Penelitian ini menekankan pentingnya mencari tanda-tanda kehidupan yang tetap bisa terdeteksi meski oksigen rendah, serta menyoroti peran kabut organik di atmosfer pada tahap akhir kelayakhunian planet. (*)

Sumber: kompas.com

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved