UIN Walisongo Semarang
UIN Walisongo Kukuhkan Lima Guru Besar, Kisah Perjalanan Hidup Mereka Jadi Inspirasi
Acara yang berlangsung khidmat ini menjadi penanda penting bagi perjalanan akademik kampus Islam negeri tersebut.
Penulis: Franciskus Ariel Setiaputra | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menggelar pengukuhan lima guru besar sekaligus di Auditorium II kampus setempat, Rabu (17/9/2025) lalu.
Acara yang berlangsung khidmat ini menjadi penanda penting bagi perjalanan akademik kampus Islam negeri tersebut, sekaligus momentum syukur atas lahirnya para ilmuwan baru yang siap memperkaya khazanah keilmuan dan riset.
Lima akademisi yang dikukuhkan sebagai profesor adalah Prof. Dr. Shodiq, M.Ag., Guru Besar Bidang Evaluasi Pendidikan Islam; Prof. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., Guru Besar Bidang Manajemen Dakwah; Prof. Dr. Ahmad Ismail, M.Ag., M.Hum., Guru Besar Bidang Linguistik Arab Modern; Prof. Dr. Moh Nor Ichwan, M.Ag., Guru Besar Bidang Metodologi Tafsir Al-Qur’an; serta Prof. Dr. Tholkhatul Khoir, M.Ag., Guru Besar Bidang Ushul Fiqh.
Baca juga: UIN Saizu Kembangkan Wisata Religi Lewat Capacity Building untuk Penguatan Karakter Bangsa
Baca juga: Bersama UIN Walisongo, MA Sains Tebuireng Putri Siapkan Generasi Muslimah Unggul di Bidang Sains
Setiap sosok yang dikukuhkan tersebut, memiliki kisah perjalanan hidup yang penuh perjuangan, pengorbanan, dan dedikasi panjang. Dari perjalanan mereka, tergambar betapa gelar akademik tertinggi ini bukan hanya sekadar capaian pribadi, melainkan buah kesetiaan pada ilmu dan pengabdian.
Sejak 1994, Prof. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., meniti tangga kepangkatan akademik dari Penata Muda (III/a) hingga mencapai jenjang Pembina Utama Muda (IV/c) pada 2011. Perjalanan lebih dari dua dekade itu menunjukkan konsistensinya dalam dunia pendidikan, terutama dalam bidang manajemen dakwah. Setiap langkah yang dilalui menggambarkan dedikasi yang teruji, hingga akhirnya puncak akademik sebagai guru besar diraih.
Kisah penuh inspirasi juga datang dari Prof. Dr. Moh. Nor Ichwan, M.Ag., yang sejak kecil hidup dalam keterbatasan di Desa Beran, Ngawi.
Kesulitan ekonomi hampir memaksanya berhenti sekolah berulang kali. Namun, ia tetap gigih berjualan es lilin, gorengan, hingga menjadi pengambil bola tenis demi membiayai pendidikan.
Usaha itu membuahkan hasil ketika ia lolos beasiswa MAPK Jember, kemudian melanjutkan kuliah di IAIN Walisongo Semarang. Bahkan, ia berhasil menyelesaikan program doktor hanya dalam tiga tahun melalui beasiswa 5000 doktor Kemenag RI. Dari perjalanan panjang itu lahirlah “Metode Tafsir Ichwani”, pendekatan integratif dalam penafsiran al-Qur’an yang kini mewarnai diskursus akademik internasional.
Sementara itu, Prof. Dr. H. Shodiq Abdullah, M.Ag., yang lahir di Pati, meneguhkan perjalanannya sebagai akademisi dengan nilai kesederhanaan, doa, dan pengabdian. Sejak kecil ia terbiasa menempuh pendidikan di madrasah dan pesantren, hingga akhirnya menyelesaikan program doktor di Universitas Negeri Yogyakarta.
Kiprahnya menjangkau kancah internasional, mulai dari Amerika Serikat hingga Australia, namun ia tetap membumi melalui kiprah di yayasan pendidikan, MUI, dan NU di akar rumput.
Bagi Prof. Shodiq, guru besar bukanlah garis akhir, melainkan amanah untuk terus bersyukur dan berbagi.
Lahir di Mranggen, Demak, Prof. Dr. Tholkhatul Khoir, M.Ag., menempuh perjalanan penuh kesederhanaan sejak kecil. Putra dari seorang guru ngaji dan pedagang pakaian ini tumbuh dengan semangat belajar meski hidup serba terbatas.
Pernah tinggal di masjid saat kuliah di Yogyakarta, bertahan hidup dari uang zakat, dan mengajar TPQ, hingga akhirnya lulus cumlaude. Perjuangannya berlanjut saat menempuh S3 di Surabaya dengan segala keterbatasan, hingga akhirnya dipercaya memegang berbagai amanah penting di UIN Walisongo. Kini, setelah resmi menyandang gelar profesor, ia menyebut pencapaian ini sebagai lentera yang diharapkan dapat menyemangati anak-anak desa untuk berani bermimpi.
Adapun Prof. Dr. Ahmad Ismail, M.Ag., M.Hum., juga mencatat perjalanan akademik yang panjang dalam bidang linguistik Arab modern. Kiprahnya melahirkan berbagai karya ilmiah dan kontribusi bagi pengembangan ilmu bahasa, yang menjadi pondasi penting bagi penguatan studi-studi Islam kontemporer di UIN Walisongo.
Pengukuhan kelima guru besar ini menambah deretan profesor di lingkungan UIN Walisongo, yang kedepan juga menguatkan kontribusi kampus dalam menghadirkan pemikiran dan penelitian yang relevan dengan kebutuhan zaman. (*)
Bersama UIN Walisongo, MA Sains Tebuireng Putri Siapkan Generasi Muslimah Unggul di Bidang Sains |
![]() |
---|
Diskusi Ilmiah Studi Filologi dalam Kajian Naskah-Naskah Walisongo |
![]() |
---|
Mahasiswa UIN Walisongo Juara Kontes Fotografi Internasional HEALPIC 2025 |
![]() |
---|
UIN Walisongo dan Humboldt University Berlin Perkuat Kerja Sama melalui Kunjungan Budaya ke Rembang |
![]() |
---|
UIN Walisongo Sambut Delegasi Humboldt University: Perkuat Jembatan Akademik dan Budaya Antarbangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.