Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Polda Jateng Disebut Asal Tangkap Ratusan Anak : Diduga Dapat Kekerasan Tak Diberi Makan Cukup

Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) menilai Polda Jawa Tengah melakukan tindakan salah tangkap terhadap ratusan anak di Semarang

Penulis: iwan Arifianto | Editor: muslimah
TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO
SASAR REMAJA - Para polisi berpakaian preman melakukan sweeping di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Sabtu (30/8/2025). Sweeping dilakukan setelah massa menyerang Mapolda Jateng. 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Tim Hukum Solidaritas untuk Demokrasi (Suara Aksi) menilai Polda Jawa Tengah melakukan tindakan salah tangkap terhadap ratusan anak di Kota Semarang. 

Tak sekedar salah tangkap, polisi juga menghalangi pendampingan hukum kepada para remaja tersebut.

Anggota Tim Hukum Suara Aksi Fajar M Andhika menyebut, terdapat  475 orang ditangkap oleh Polda Jawa Tengah kurun waktu 29-30 Agustus 2025.

Dari jumlah itu, sebanyak 320 orang telah dilakukan pemeriksaan lalu dibebaskan.

Sementara ada sebanyak 155 orang masih belum dilakukan proses pemeriksaan.

Baca juga: Kesaksian Ayah Rheza Mahasiswa Tewas Saat Aksi di Polda DIY, Ada Sejumlah Luka di Tubuh Korban

MINTA MAAF - Anak-anak dan remaja yang terjaring sweeping Polda Jateng seusai aksi penyerangan di Mapolda Jateng, memeluk dan minta maaf kepada ibunya, Minggu (31/8/2025). Polisi membantah dan memastikan mereka yang ditangkap adalah yang terlibat dalam aksi penyerangan di Polda Jateng pada Minggu dini hari.
MINTA MAAF - Anak-anak dan remaja yang terjaring sweeping Polda Jateng seusai aksi penyerangan di Mapolda Jateng, memeluk dan minta maaf kepada ibunya, Minggu (31/8/2025). Polisi membantah dan memastikan mereka yang ditangkap adalah yang terlibat dalam aksi penyerangan di Polda Jateng pada Minggu dini hari. (TRIBUN JATENG/REZANDA AKBAR)

"Mayoritas yang ditangkap adalah para remaja," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin (1/9/2025).

Menurut Andhika, proses penangkapan ratusan remaja tersebut dilakukan secara serampangan.

Pihaknya mencatat ada sejumlah pelanggaran dalam proses penangkapan hingga pemeriksaan.

Ia merinci, pelanggaran pertama adalah penangkapan dilakukan secara represif oleh polisi berpakaian preman dengan cara sweeping di beberapa titik di Kota Semarang dan di depan Mapolda Jateng.

Sasaran polisi adalah remaja yang nongkrong atau sekedar melintas.

"Para remaja tersehut diberhentikan paksa hingga ada yang jatuh dari motor. Selepas itu polisi memukulinya," bebernya.

Selepas ditangkap secara serampangan, ratusan remaja tersebut tidak diberikan akses bantuan hukum.

Tim hukum telah berulang kali mendatangi Polda Jateng untuk memberikan pendampingan tetapi upaya tersebut buntu karena dihadang petugas kepolisian di depan pintu gerbang Mapolda Jateng.

Andhika menyebut, alasan Polda Jawa Tengah melarang tim hukum untuk memberikan bantuan hukum karena sedang melakukan pendataan.

Para petugas jaga di Mapolda Jateng enggan membukakan pintu dengan dalih atas instruksi dari pimpinan.

Padahal tindakan pemeriksaan dengan dalih pendataan tidak dikenal dalam KUHAP.

Ini juga menujukkan polisi tidak profesional melakukan pemeriksaan hukum terhadap masyarakat.

"Tindakan tersebut merupakan pelanggaran KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan HAM (Hak Asasi Manusia)," paparnya.

Andhika menyebutkan pula soal pelanggaran lainnya yakni penahanan para remaja yang lebih dari 1x24 jam dan tindakan pelantaran.

Ratusan  remaja tersebut ditangkap pada 29 Agustus dan 30 Agustus 2025, Polda Jawa Tengah berjanji akan membebaskan korban salah tangkap ini pada 31 Agustus 2025 pukul 09.00 WIB.

Faktanya, Polda Jawa Tengah baru membebaskan korban salah tangkap ini pada 31 Agustus 2025 pukul 17.00. Bahkan ada yang baru keluar dari Mapolda Jateng pukul 18.00.

Selama proses tersebut, mereka tidak diberi makan secara cukup dan diduga mendapatkan tindakan kekerasan selama proses penangkapan serta pemeriksaan.

Di samping itu, ada beberapa handpone korban salah tangkap yang sampai saat ini belum dikembalikan.

"Kapolda Jawa Tengah harus meminta maaf kepada pelajar dan orang tua korban salah tangkap serta meminta maaf kepada masyarakat atas tindakan anak buah yang melakukan tindakan refresif," ungkapnya.

Selain menuntut Kapolda Jateng Irjen Ribut Hari Wibowo meminta maaf, Andhika meminta pula Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kementrian PPA, Komisi Perlindungan Anak dan Ibu, Komisi Nasional Disabilitas, supaya mendorong institusi kepolisian  menghentikan tindakan yang sewenang-wenang dan membebaskan massa yang ditangkap.

"Kami meminta institusi kepolisian agar menghentikan tindakan brutal, menghentikan sweeping, dan penangkapan tanpa dasar," ujarnya.

Sementara Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengungkap, tindakan penangkapan terhadap ratusan remaja tersebut sebagai upaya kepolisian untuk meminimalisir tindakan anarkis yang dilakukan pelaku anarko.

"Para anarko segera ditangkap sebelum melakukan perusakan dan pelemparan," dalihnya. (Iwn)

 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved