Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Solo

Konflik Perebutan Tahta Raja Keraton Surakata, Ini Kata Pengamat Sejarah dan Budaya R.Surojo

R. Surojo selaku Pegiat Sejarah dan Budaya Surakarta menyoroti konflik perebutan tahta raja Keraton Surakarta.

Penulis: Ardianti WS | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Ardianti Woro Seto
PENGAMAT - R. Surojo selaku Pegiat Sejarah dan Budaya Surakarta takziah di Keraton Surakarta saat Paku Buwono XIII meninggal dunia 

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - R. Surojo selaku Pegiat Sejarah dan Budaya Surakarta menyoroti konflik perebutan tahta raja Keraton Surakarta.

R.Surojo berpendapat agar seluruh seluruh keluarga besar keraton bermusyawarah untuk mendapatkan pemimpin yang baik.

Ia menilai, musyawarah tersebut dilakukan demi masa depan Keraton Surakarta ke depan.

“Jadi seluruh keluarga dan kerabat Keraton Surakata bermusyawarah dari Paku Buwono II hingga generasi Paku Buwono XIII semua bermusyawarah.

Dalam rangka untuk memperoleh pemimpin yang terbaik Jadi ini soalnya adalah tentang bagaimana ke depan Keraton,” ujarnya, Jumat (7/11/2025)

R.Surojo mengatakan kerukunan keluarga Keraton Surakarta merupakan hal yang paling penting.

“Pilihan menjadi raja adalah pemimpin Keraton ini, agar keraton ini nanti masa depannya bertambah baik, kerukunannya bertambah baik, dan sebagainya,” terangnya.

Ia menilai, musyawarah soal raja sebaiknya tidak mendapat intervensi dari pihak luar.

Baca juga: Ini Kata Jokowi Soal Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto dan Gus Dur

“Karena ini internal keluarga, ini diharapkan tidak disambungi oleh pihak -pihak dari luar internal keluarga, karena ini adalah persoalan keluarga, keluarga keraton.

Walaupun itu menyangkut kehidupan budaya yang ada, kehidupan budaya keraton, kehidupan budaya yang ada di masyarakat. Tapi paling tidak dengan murni dari internal keluarga,

ini akan menghadirkan sosok calon pengganti raja yang diharapkan oleh keluarga maupun oleh masyarakat,” katanya.

R.Surojo mengatakan pemilihan sosok raja harus sesuai mekanisme, tidak boleh sepihak.


“Harus sesuai mekanisme, harus juga pakai musyawarah keluarga dulu, gak bisa langsung aksi sepihak gitu, harus bareng dengan keluarga yang lain, walaupun mungkin sudah ada putra mahkota, tidak serta mert langsung, kemudian paling tidak ya ada musyawarah bareng-bareng,” katanya.


Ia menegaskan, dalam Keraton Surakatta memiliki adat dan aturan yang menjadi kesepakatan bersama.

“Kalau kita melihat ya mungkin kemarin ya barangkali ada suatu hal yang belum adanya kesepahaman bersama. Yang namanya meneruskan titah raja itu kan menggunakan aturan. Aturannya yang disepakati. Aturan adat berarti yang disepakati, dipahamkan bersama.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved