Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

LIPUTAN KHUSUS

AYAM KAMPUS Layani Bos Hidung Belang dan Tetap Bisa Punya Pacar

Ada beberapa jenis ayam kampus. Antara lain, Kenangan tetap berkuliah dan nyambi jadi "ayam kampus".

Editor: iswidodo
tribunjateng/dok
ILUSTRASI 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ada beberapa jenis ayam kampus. Antara lain, Kenanga tetap berkuliah dan nyambi jadi "ayam kampus". Dia hanya melayani pelanggan dua kali seminggu meski banyak pemesan.

Sedangkan Clara (bukan nama sebenarnya) mahasiswi ini suka jadi simpanan. Dia disimpan oleh dua pria berduit. Pengaturan jadwal pertemuan "pelayanan" berdasar kesepakatan dan justru saat jam kerja.

Clara diberi kebebasan punya pacar dan tetap kuliah, meski kadang harus memenuhi permintaan bos-nya demi jatah kebutuhan sebulan. Kata dia, tiap bertemu tidak selalu hubungan seks, kadang menemani makan atau karaoke dan bermanja mesra.

Ada lagi, sebut saja Cinta, mahasiswi ini jadi ayam kampus dengan mempromosikan diri di media sosial. Hal itu dilakukan jika kondisi ekonomi sedang terdesak alias butuh duit. Jika kebutuhan sudah cukup dia pun akan off dari kegiatan "ayam kampus" dan fokus berkuliah. Orangtuanya tak ada yang tahu sepak terjang sang anak yang kuliah "nyambi" di dunia malam.

Isu maraknya fenomena 'mahasiswi nakal' belakangan makin menguat. Dalam telaah kebudayaan, hal itu antara lain dipicu pergeseran budaya, dari non-industrial society menjadi industrial society.

Berikut ini News Analysis oleh Amirudin/Dosen Antropologi Globalisasi FEB Undip.

Modernisasi yang mengagamakan rasionalitas, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta media sebagai kekuatan penghubungnya, menyebabkan makin menguatnya perubahan pola pikir.

Cara berpikir kaum petani yang umumnya kuat dengan ikatan kultural dan sistem religinya, mengalami reifikasi (penurunan), dan beranjak menuju ke ikatan kontraktual, legal rasional, dan impersonal.

Harga diri manusia tidak lagi diukur berdasarkan kriteria budaya dan agama, tetapi lebih ke kriteria kelas sosial dan ekonomi. Itu sebabnya, orang berlomba-lomba mendapatkan kriteria ekonomi.

Selain itu, modernisasi di abad 21 makin menguat sebagai konsekuensi munculnya pengorganisasian ruang sosial ekonomi politik (politic economic organization terrain), yang membawa efek perubahan, yakni di intitusi budaya, institusi ekonomi, dan institusi politik.

Rasionalitas manusia menjadi termanjakan dengan banyaknya support supra dan infrastruktur ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin dekat dengan kebutuhan mewujudkan kesejahteraan.

Hanya saja, rasionalitas yang termanjakan itu menimbulkan efek sabetan yang lebih sadis, yakni menurunnya kadar kemanusiaan masyarakat. Aspek sosial humaniora mengalami keterasingan dalam alam yang serba mengutamakan rasionalitas.

Bagi mereka yang berhasil mengayun gerak modernisasi, bukan tidak mungkin akan berhasil mendapat cap sebagai kelas menengah baru. Sebaliknya bagi mereka yang kalah dan gagal, bukan tidak mungkin mereka ambruk menjadi kelas sosial yang tidak menguntungkan.

Itu yang ditakutkan, dan tidak sedikit manusia menjadi terserap ke pola ini, termasuk kaum wanita yang tidak ingin terpuruk dalam mengadaptasikan diri dengan modernisasi.

Fenomena mahasiswi nakal juga terkait dengan alasan perubahan gaya hidup karena konteks modernisasi itu. Dalam konteks ini, budaya materi dalam membentuk identitas diri makin kuat menjadi matrik perilaku manusia.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved