Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ngopi Pagi

FOKUS : Apa Identitasmu?

Kampanye Prabowo Subianto di Boyolali menarik perhatian banyak orang. Yang menggelikan, bukan materi kampanye

Penulis: rika irawati | Editor: Catur waskito Edy
Tribunnews.com
Rika Ambarwati 

Rika Irawati
Wartawan Tribun Jateng

TRIBUNJATENG.COM -- Kampanye Prabowo Subianto di Boyolali menarik perhatian banyak orang. Yang menggelikan, bukan materi kampanye yang diusung tetapi pernyataan tentang 'Tampang Boyolali' yang tak pantas masuk hotel bintang lima. Bahkan, tiga hari terakhir, tema tersebut menjadi trending topic Twitter Indonesia.

Pada Jumat (2/11) dan Sabtu (3/11), tagar #SaveMukaBoyolali merajai lini masa tersebut dengan postingan per hari menembus lebih dari 10 ribu cuitan. Sementara, pada Minggu (4/11), giliran tagar #BoyolaliBermartabat yang nangkring di urutan teratas.

Bagi pendukung Prabowo, pernyataan tentang 'Tampang Boyolali' hanyalah guyon. Ini juga dipertegas Prabowo yang tak menyangka, penggalan isi pidato saat kampanye itu menarik perhatian bahkan memicu aksi demonstrasi di Simpang Siaga di Kota Susu. Prabowo mengaku, tak ada maksud merendahkan pihak atau kelompok tertentu atas pernyataan tersebut.

Namun, bagi pendukung lawan politik Prabowo, pernyataan itu dianggap menghina. Apa benar, orang Boyolali, hanya dilihat dari wajahnya, tak pantas masuk hotel bintang lima? Kemudian, mereka ramai-ramai mencari sosok kelahiran Boyolali yang sukses.

Atau, tokoh kelahiran Kota Tersenyum itu sendiri yang tampil. Memberikan bukti prestasi, disertai ajakan eksplisit maupun implisit, memberi penilaian.

Ini dilakukan, di antaranya oleh Sutopo Purwo Nugroho, kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB). Dikalangan warganet, Sutopo dikenal tak sekadar corong pemerintah dalam mengabarkan terkait kebencanaan tetapi juga penyintas kanker paru-paru.

Di sela perjuangan menaklukkan kanker stadium 4B dan menjalani kemoterapi, Sutopo masih aktif mengabarkan berbagai informasi terbaru, mulai dari proses evakuasi pesawat Lion Air JT 610 yang hilang di perairan Karawang, Jawa Barat, sampai banjir dan longsor di Padang, Sumatera Barat.

Muncul juga nama Jenderal TNI Mulyono yang merupakan lulusan SMA 1 Boyolali dan kini menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Seolah tak ingin ketinggalan isu hangat, Presiden Jokowi ikut berkomentar. Jokowi mengaku keturunan warga Boyolali. Lahir dari ayah asal Karanganyar dan ibu dari Boyolali.

Lantas, kenapa pernyataan Prabowo ini bisa memiliki makna berbeda? Di satu sisi ada yang bisa memahami hal ini sebagai guyon tetapi di kubu lain bentuk penghinaan. Jika saja 'Tampang Boyolali' itu disampaikan karena Prabowo putra daerah kabupaten penghasil susu, mayoritas orang akan menerima bahasan ini sebagai lelucon.

Seperti halnya, saat komika Ernest Prakasa menjadikan kesipitan matanya sebagai materi tampil di panggung stand up comedy. Saat mengatakan diri sebagai China, dalam konteks olokan, penonton bisa ikut tertawa, bahkan terbahak-bahak.

Kenapa hal ini menjadi berbeda? Karena, penonton, pembaca, pendengar, memakai jubah atau identitas yang sama dengan Ernest. Pada kasus Prabowo, mereka yang menganggap 'Tampang Boyolali' penghinaan, biasanya sedang menggunakan identitas lawan Prabowo. Apapun yang disampaikan atau dilakukan Prabowo, harus disikapi secara kontra.

Sementara, yang bisa memahami 'Tampang Boyolali', adalah mereka yang punya identitas seperti Prabowo. Bukan sebagai pendukung tetapi sepemikiran dan memahami sindiran adanya ketimpangan sosial ekonomi sebagai mana konteks pidato.

Saking banyaknya identitas yang dimiliki, sering kali, orang menggunakan secara serampangan identitas-identintas itu. Bahkan, mencampur aduk hingga muncul perselisihan. Dalam pembahasan politik, orang berkomentar menggunakan identitas A atau B sesuai jumlah calon yang bertarung. Padahal, dia memiliki pilihan untuk menggunakan identitas C atau D yang sebenarnya lebih punya kompetensi digunakan.

Begitu juga untuk masalah-masalah kebangsaan. Sering kali, kita tidak menggunakan tanda pengenal sebagai warga negara tetapi menunjukkan identitas agama, mayoritas, minoritas, juga kesukuan. Akibatnya, ribut tak berkesudahan yang bisa berkembang memicu perpecahan. Kini, di tengah warga yang rancu menerapkan identitas diri, identitas apa yang akan kita gunakan? (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved