KEREN, Kartini-Kartini Petekeyan Ini Rawat Tradisi Ukir Jepara, Cuma Lihat Jadi Lihai
Keterampilan yang dia dapat merupakan otodidak. Tidak lain dan tak bukan karena masyarakat di sekitarnya bekerja sebagai pengukir.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: abduh imanulhaq
Lantas Nur mencoba sendiri sehingga kemudian menjadi lihai.
“Saya sejak usia 15 tahun sudah bisa mengukir. Sampai sekarang masih terus mengukir,” jelasnya.
Per hari pendapatan Nur rata-rata Rp 90 ribu, berarti sebulan lebih dari Rp 2,5 juta.
Terang hasil mengukir itu sangat membantu perekonomian keluarganya.
Terlebih Nur masih bisa merampungkan pekerjaan rumah.
Hampir semua kaum hawa di Petekeyan berprofesi sebagai pengukir.
Seiring berjalannya waktu, minat generasi muda di desa ini menjadi pengukir makin menyusut.
Banyak dari mereka lebih memilih bekerja di industri garmen skala besar.
Ketua Kampung Sembada Ukir, Marsodiq, khawatir menyusutnya minat generasi muda menjadi pengukir bisa menjadi masalah besar di masa depan.
Bukan tak mungkin kerajinan ukir Jepara bisa punah.
“Gaji pekerja pabrik garmen sudah pasti dan mendapat jaminan sosial. Tentu itu sangat berpengaruh bagi kuantitas pengukir,” kata Marsodiq.
Dia berharap generasi muda Petekeyan kembali menekuni keterampilan nenek moyang yang sudah terbukti ketenarannya.
Selain melestarikan tradisi, terang menghasilkan pundi-pundi rupiah.
“Cuma memang kalau jadi pengukir tidak keren. Kerja di rumah dandannya pun kurang,” jelas dia. (*)