KEREN, Kartini-Kartini Petekeyan Ini Rawat Tradisi Ukir Jepara, Cuma Lihat Jadi Lihai
Keterampilan yang dia dapat merupakan otodidak. Tidak lain dan tak bukan karena masyarakat di sekitarnya bekerja sebagai pengukir.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: abduh imanulhaq
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Rifqi Gozali
TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Selasa (3/10/2017) siang, suara tatah yang menebas kayu bersahutan di berbagai sudut Desa Petekeyan, Kecamatan Tahunan, Jepara.
Nyaris semua bunyi tak berirama alat ukir itu berasal dari tangan para Kartini Petekeyan.
Muryati (50) terlihat lihai mengukir kayu memakai tatah.
Matanya tajam membidik bidang yang akan ditebas oleh ujung tatah yang tajam.
Palu kayu di tangan kanan tak henti-hentinya dia pukulkan pada pegangan alat ukir itu.
Warga RT 8 RW 2 ini mengaku sudah melakoni profesi sebagai pengukir sejak berusia 15 tahun.
Keterampilan yang dia dapat merupakan otodidak.
Tidak lain dan tak bukan karena masyarakat di sekitarnya bekerja sebagai pengukir.
“Tidak ada latihan khusus, cuma lihat-lihat selanjutnya mencoba sendiri,” kenang Muryati kepada Tribunjateng.com.
Nur Hamidah, tetangga Muryati, menyebut penghasilan mengukir mampu menambah pendapatan suaminya yang bekerja sebagai tukang kayu.
Menurutnya, olah tatah itu lebih baik daripada membuang waktu cuma-cuma.
“Daripada menganggur hanya menunggu waktu, ya, diisi dengan mengukir. Lagi pula eman-eman punya keterampilan mengukir kalau tak dipakai,” kata Nur yang berusia 40 tahun itu.
Tak berbeda dari Muryati, keterampilannya mengukir sudah khatam sejak kecil.
Berawal dari melihat tetangga yang bekerja memakai tatah.
Lantas Nur mencoba sendiri sehingga kemudian menjadi lihai.
“Saya sejak usia 15 tahun sudah bisa mengukir. Sampai sekarang masih terus mengukir,” jelasnya.
Per hari pendapatan Nur rata-rata Rp 90 ribu, berarti sebulan lebih dari Rp 2,5 juta.
Terang hasil mengukir itu sangat membantu perekonomian keluarganya.
Terlebih Nur masih bisa merampungkan pekerjaan rumah.
Hampir semua kaum hawa di Petekeyan berprofesi sebagai pengukir.
Seiring berjalannya waktu, minat generasi muda di desa ini menjadi pengukir makin menyusut.
Banyak dari mereka lebih memilih bekerja di industri garmen skala besar.
Ketua Kampung Sembada Ukir, Marsodiq, khawatir menyusutnya minat generasi muda menjadi pengukir bisa menjadi masalah besar di masa depan.
Bukan tak mungkin kerajinan ukir Jepara bisa punah.
“Gaji pekerja pabrik garmen sudah pasti dan mendapat jaminan sosial. Tentu itu sangat berpengaruh bagi kuantitas pengukir,” kata Marsodiq.
Dia berharap generasi muda Petekeyan kembali menekuni keterampilan nenek moyang yang sudah terbukti ketenarannya.
Selain melestarikan tradisi, terang menghasilkan pundi-pundi rupiah.
“Cuma memang kalau jadi pengukir tidak keren. Kerja di rumah dandannya pun kurang,” jelas dia. (*)