Mengenang Peredaran Candu Tempo Dulu di Semarang dan Sejarah Peredaraannya
Pakter madat atau candu adalah pemegang lisensi izin perdagangan candu, yang sekaligus pengelola perdagangan candu
Sebulan kemudian dia melihat kakek renta itu kian ceking badannya. “Ia telah melewatkan waktu sebulan itu dengan kebahagiaan semu,” ungkapnya. “Tentu saja aku tidak menyadari petaka yang telah kulakukan.”
Pada awal 1904 pemerintah Belanda mencabut semua lisensi madat dengan cara opium-regi, yaitu pemerintah secara resmi menjual opium dalam bungkus tube timah.
Perniagaan candu sang pakter madat terakhir di Semarang itu pun pupus.
Raja gula itu pindah dari Semarang ke Singapura pada 1921 dan wafat tiga tahun kemudian.
Tampaknya, Oei pindah dengan dalih menghindari beban pajak yang menurutnya tak adil dalam hal pemungutan, sekaligus ingin mengatur warisannya tanpa campur tangan pemerintah Hindia Belanda.
Ironisnya, imperium dagangnya hancur justru pada masa Indonesia telah merdeka, ketika Pemerintah Republik Indonesia memainkan peranan penting dalam sistem ekonomi.
Pemerintah mendakwa adanya kejahatan ekonomi di balik warisan bisnisnya. Oei Tiong Ham Concern berpindah ke tangan negara secara tragis pada 1961.
No Feast Lasts Forever—tidak ada pesta yang tak berakhir—demikian Hui Lan memberi tajuk pada bukunya yang diterbitkan Quadrangle/The New York Times Book pada 1975. Kisah bisnis ayahnya memang berakhir mengenaskan.
“Oei Tiong Ham weg hilang sekitar 1950-an,” ungkap Yogi Fajri, “lalu berganti menjadi Jalan Pahlawan.”
Muhammad Yogi Fajri, penggiat komunitas sejarah di Semarang, mengungkapkan kepada saya tentang seruas nama jalan lawas di Semarang. Pada peta Kaart van Semarang en Omstreken yang diterbitkan Nillmij pada 1920, ungkapnya, terdapat seruas jalan yang mengabadikan nama sang raja candu terakhir itu, Oei Tiong Ham weg.
Namun, seiring romantisme pemerintah yang berdalih membangun memori perjuangan bangsa, pada 1950-an berbagai ruas jalan yang mengabadikan nama opsir Cina atau Belanda pun berganti nama.
“Oei Tiong Ham weg hilang sekitar 1950-an,” ungkap Yogi, “lalu berganti menjadi Jalan Pahlawan.”
Sementara sampai hari ini di Singapura, Oei Tiong Ham Building masih menjadi nama suatu gedung di National University of Singapore. Di negeri tetangga itu namanya juga menjadi tengara taman permukiman di kawasan bergengsi, Oei Tiong Ham Park.
Yogi juga menunjukkan dua ruas bilangan lain di peta lawas yang mengabadikan nama opsir Cina.
Oei Tiong Beng weg, yang mengabadikan nama mayor Cina dan adik Oei Tiong Ham, berganti nama menjadi Jalan Sultan Agung. Kemudian, seruas Be Biaw Tjoan weg, yang mengenang seorang mayor Cina, berganti nama menjadi Jalan Mayjen Sutoyo.
Liem Thian Joe mengungkapkan saudagar-saudagar Cina di Singapura yang punya kebiasaan menghisap candu. “Sesudah selesai membicarakan urusan dagang, mereka bersama-sama menghisap candu,” tulisnya. “Yang paling buruk dari kebiasaan itu adalah orang Tionghoa itu tidak sadar bahwa madat itu adalah racun."
MAHANDIS YOANATA THAMRIN
Managing Editor National Geographic Indonesia dan National Geographic Traveler. "We believe in the power of science, exploration, and storytelling to change the world.")