Kisah Keluarga Penderita Difteri di Semarang, Inilah Pesannya Tentang Imunisasi
Tak hanya B yang didiagnosis difteri, empat saudara kandungnya juga terkena.
Penulis: Bare Kingkin Kinamu | Editor: abduh imanulhaq
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Bare Kingkin Kinamu
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sorot mata Muchamad Chojin tampak menunjukkan rasa kehilangan.
Anak keempatnya dari tujuh kakak-beradik belum lama ini berpulang.
B (12) terkena difteri sebelum meninggal dunia di RSUP Kariadi, Kamis (19/7/2018) lalu.
Muchamad Chojin terlihat tegar saat menemui rombongan pejabat Dinkes Kesehatan Prov Jateng, Dinkes Kota Semarang dan tim Kementerian Kesehatan di Sekolah Ma'had Ta'zhinus Sunnah, Jalan Dongbiru II Genuksari, Selasa (24/7/2018).
Di sekolah inilah B menuntut ilmu.
Ia siswa kelas VI yang memiliki tujuh murid.
Kepada para tamu, Muchamad Chojin menjelaskan kronologi sakit yang dialami B.
"Awalnya anak saya demam. Kami mendapatkan pengobatan gratis dari BPJS. Anak saya mendapat rujukan dari puskesmas ke Rumah Sakit Sultan Agung. Kami kira anak kami terkena radang tenggorokan biasa. Namun setelah mengonsumsi obat tidak ada perubahan," tutur Muchamad Chojin.
Baca: Tim Dinkes Provinsi Jateng Kunjungi Sekolah Penderita Difteri, Ini Yang Dilakukan
Baca: Dinkes Kota Semarang Lakukan Imunisasi sebagai Upaya Pencegahan Wabah Difteri
Baca: Viral Broadcast WA Zona Merah Difteri di Semarang, Wali Kota Hendi : Itu HOAX!
Ia menambahkan, sang anak lalu mendapat rujukan ke RSUP Kariadi.
"Saya dan istri sudah sepakat sejak awal untuk tidak melakukan imunisasi kepada tujuh anak kami sejak lahir. Ya, ini merupakan pelajaran untuk kita semua, khususnya para orangtua," imbuhnya.
Ia menyambut baik niat para pejabat kesehatan untuk menanggulangi sejak dini penyakit menular melalui imunisasi seperti difteri ini.
"Saya berpesan kepada warga Semarang khususnya dan Indonesia pada umumnya untuk mengimunisasikan anak-anak sejak dini. Jangan sampai kejadian yang saya alami terulang kembali, cukup saya saja," jelas dia.
Tak hanya B yang didiagnosa difteri, empat saudara kandungnya juga terkena.
Keluarga Muchamad Chojin pun menyambut baik pemberian imunisasi ORI oleh Dinkes Kota Semarang pada Jumat (20/7/2018).
Meninggalnya B membuat Muchamad Chojin sadar imunisasi mutlak dilakukan untuk mencegah penyakit menular seperti difteri.
Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Semarang,
dr. Mada Gautama, M.Kes (epid) menjelaskan jika anak sudah diimunisasi memang masih bisa sakit.
Namun jika difteri menghampiri bisa meminimalkan risiko kematian.
"Alhamdulillah, Dinkes Kota Semarang langsung tanggap. Di wilayah anak saya sekolah, langsung dilakukan imunisasi," ucap Muchamad Chojin.
Dari data Dinas Kesehatan Kota Semarang sudah ada 3.520 anak di Kecamatan Genuk mendapatkan ORI (Outbreak Respons Immunization) pada Jumat lalu.
ORI merupakan imunisasi yang dilakukan setelah Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri, tanpa memandang status imunisasi.
Di sekolah B sendiri, semua murid dari tingkat TK hingga SMP berjumlah 178 orang sudah mendapatkan penanganan imunisasi usai kejadian luar biasa ini sebanyak 178 siswa.
Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium.
Gejalanya berupa sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan.
Dalam kasus yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf.
Beberapa pasien juga mengalami infeksi kulit.
Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.
Difteri banyak ditemui di negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana angka vaksinasi masih rendah.
Kondisi ini dapat terjadi pada pasien dengan usia berapapun.
Difteri dapat ditangani dengan mengurangi faktor-faktor risiko.
Diskusikan dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.
Walau bakteri difteri dapat menyerang jaringan apa saja pada tubuh, tanda-tanda yang paling menonjol adalah pada tenggorokan dan mulut.
Tanda-tanda dan gejala umum dari difteri adalah:
Tenggorokan dilapisi selaput tebal berwarna abu-abu
Radang tenggorokan dan serak
Pembengkakan kelenjar pada leher
Masalah pernapasan dan saat menelan
Cairan pada hidung, ngiler
Demam dan menggigil
Batuk yang keras
Perasaan tidak nyaman
Perubahan pada penglihatan
Bicara yang melantur
Tanda-tanda shock, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat dan jantung berdebar cepat.
(*)