Soal Freeport, Mahfud MD: Sudirman Said Benar, Lawan Setya Novanto Dkk
Mantan Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menanggapi cuitan Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean soal Freeport.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
Mengapa? Krn menurut hukum "sebuah kontrak" yg menyandera dan menjerat spt itu memang hny bs diakhiri dengan kontrak baru melalui negosiasi.Tak bs diakhiri begtitu sj.
(12) Mnrt hukum setiap kontrak (perjanjian) berlaku sebagai UU bagi pihak-pihak yang membuatnya. Setiap isi kontrak mengikat spt UU.
Kontrak hanya bisa diakhiri dgn kontrak baru melalui asas consensual. Ada yg nanya, "apakah kontrak tetap mengikat jika dibuat dgn penyuapan?"
(13) Spt kata RR, kontrak itu dibuat melalui penyuapan kpd mentamben saat itu, shg kontrak itu cacat dan tdk sah.
Tp itu hrs diputus oleh peradilan pidana dulu, dan peradilan pidana utk kasus korupsi/penyuapan daluwarsanya adl 18 thn. KK itu terjadi thn 1991, daluwarsa pd 2009.
(14) Maka itu Pemerintah mengeluarkan UU No. 4 Thn 2009 tentang Minerba yg mengubah sistem KK menjadi izin usaha.
Freeport menolak dan mengatakan UU itu hanya berlaku bagi perusahaan baru.
Perjanjian hny bisa berakhir dgn perjanjian baru. Itulah yang ditempuh oleh Pemerintah.
(15) Pertanyaannya, mengapa Pemerintah tdk melayani ke Arbitrasi Internasional? Pemerintah sdh menyatakan siap ke Arbitrasi jika usaha mengambil 51% saham gagal,"
Tp, msalahnya, jika kalah maka Indonesia akan kehilangan Freeport utk selamanya, apalagi kasus pidananya sdh daluwarsa.
16) Jd kemelut Freeport dimulai oleh perpanjangan KK thn 1991 krn mnrt Pak RR ada suap 10 juta dollar. Isinya memang menguntungkan Freeport. Tp scr hukum kasus ini sdh daluwarsa krn sdh lewat dari 18 thn. Seharusnya kalau mau dipidanakan se-lambat2nya ya thn 2009. SELESAI, TABIK," tulisnya.
Diberitakan sebelumnya, pembahasan mengenai Freeport kembali ramai setelah pemerintah secara resmi menguasai saham mayoritas di PT Freeport Indonesia melalui PT Inalum (Persero), Sabtu (22/12/2018).
Dikutip dari laman resmi Setkab, dengan beralihnya kepemilikan saham mayoritas ke Inalum, Kontrak Karya Freeport berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP).
IUPK-OP itu menggantikan Kontrak Karya yang sudah berjalan dari tahun 1967 dan 1991 (pembaharuan) dengan masa berlaku sampai 2021.
Dengan terbitnya IUPK ini, maka PT Freeport akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi.
PT. Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.
Dalam divestasi saham ini, Inalum membayar 3,85 miliar dolar AS kepada Freeport McMoran Inc (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen
Menurut Jokowi, telah resminya 51 persen lebih saham Freeport dikuasai Inalum, maka hari ini menjadi sejarah bagi Indonesia setelah puluhan tahun menjadi pemegang saham minoritas.
"Ini digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bahwa nantinya pendapatan, baik pajak, non pajek, royalti lebih baik dan inilah kita tunggu," ucapnya.
Jokowi menuturkan, persoalan mengenai lingkungan terkait pembangunan smelter Freeport pun telah terselesaikan dan memperoleh kesepakatan. Masyarakat di Papua pun telah mendapatkan 10 persen saham dari Freeport.
"Saya mendapat laporan terkait lingkungan yang berkaitan dengan smelter telah terselesaikan dan sudah disepakati. Artinya semuanya sudah komplit dan tinggal bekerja saja. Dan juga masyarakat di Papua juga akan mendapatkan 10 persen dari saham yang ada. Dan tentu saja papua dapat pajak daerahnya," tandasnya.
Sesuai kesepakatan dalam perjanjian Head of Agreement (HoA), Inalum membayar 3,85 miliar dolar AS atau sekitar Rp 56 triliun kepada Freeport McMoRan Inc. (FCX), untuk menjadi pemegang saham mayoritas perusahaan tambang tersebut
Holding industri pertambangan PT Inalum (Persero) akan meningkatkan kepemilikan sahamnya di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen.
Melalui peningkatan tersebut, untuk pertama kalinya Pemerintah Daerah (Pemda) Papua akan mendapatkan alokasi saham.
Dengan begitu, kepemilikan mayoritas entitas Indonesia di PTFI, yang telah mengelola tambang emas dan tembaga di Kabupaten Mimika, Papua, sejak 51 tahun yang lalu, akan segera terealisasi.
Dari 100 persen saham PTFI, Pemda Papua akan memiliki 10 persen, Inalum 41,2 persen, dan Freeport McMoRan sebesar 48,8 persen. Namun, gabungan antara Inalum dan Pemda Papua akan menjadikan entitas Indonesia menjadi pengendali PTFI.
• Soal Freeport, Mahfud MD: SBY Sudah Berupaya tapi Gagal, Jokowi Kesulitan tapi Akhirnya Bisa Selesai
• Dendam Kesumat Ibunya Dijadikan Selingkuhan, Pria Tegal Ini Menghunus Parang Ajak Tetangga Bertemu
• Cara Melihat Last Seen WA yang Disembunyikan, Bisa Kepo Status Terakhir Dilihat Seseorang
Sepuluh persen saham Pemda Papua tersebut kemudian dibagi menjadi 7 persen untuk Kabupaten Mimika, yang di dalamnya termasuk hak ulayat, serta 3 persen untuk Provinsi Papua.
Melalui saham yang dimiliki, Pemda Papua akan mendapatkan dividen minimal sebesar 100 juta dollar AS atau Rp 1,45 triliun per tahun yang akan didapatkan setelah tahun 2022. Dimana operasional PTFI akan berjalan secara normal setelah masa transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah.
Selain saham, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 37/2018 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di BidangUsaha Pertambangan Mineral, pemerintah daerah juga akan mendapatkan 6 persen dari laba bersih PTFI.
Nantinya, 6 persen laba bersih itu akan dibagi menjadi 2,5 persen untuk Kabupaten Mimika, 2,5 persen untuk Kabupaten di luar Mimika, dan 1 persen untuk Provinsi Papua.
Seluruh manfaat tersebut berada di luar bantuan CSR dan community development serta pendapatan pajak daerah dan royalti. Terkait pembelian saham Pemda Papua, Inalum akan memberikan pinjaman kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)s Papua sebesar 819 juta dollar AS yang dijaminkan dengan saham tersebut. Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD Papua.
Namun, menurut Kepala Komunikasi Korporat dan Hubungan Antar Lembaga Inalum Rendi A. Witular, dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan.
“Tidak ada dana dari APBD Pemda Papua yang digunakan untuk membeli saham. Cicilan dari pembelian saham akan dibayarkan melalui dividen PTFI dan tidak semuanya dipakai untuk bayar cicilan. Akan ada uang tunai yang akan didapatkan oleh Pemda setiap tahunnya,” terang Rendi dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima Jumat (21/12/2018).
Lebih lajut, dia mengatakan, saham Pemda Papua tersebut nantinya akan dimasukan ke perusahaan khusus bernama PT Indonesia Papua Metal dan Mineral. Di mana sahamnya akan dimiliki Inalum sebesar 60 persen dan Pemda Papua melalui BUMD sebesar 40 persen.
“Struktur kepemilikan pemerintah daerah tersebut adalah struktur yang lazim dan sudah mempertimbangkan semua aspek. Termasuk aspek perpajakan yang lebih efisien bagi semua pemegang saham,” ucapnya. (TribunJateng.com/Woro Seto)