Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Hidupnya di dalam Tanah, Serangan Engkuk Resahkan Petani Singkong Banjarnegara

Tanaman ketela pohon (singkong) tumbuh rimbun di kebun-kebun warga Desa Pucungbedug , Kecamatan Purwanegara Banjarnegara

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki
Petani di desa Pucungbedug menggali tanah sekitar akar singkong untuk memburu Engkuk 

TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Tanaman ketela pohon (singkong) tumbuh rimbun di kebun-kebun warga Desa Pucungbedug , Kecamatan Purwanegara Banjarnegara.

Desa di sisi selatan Banjarnegara ini termasuk sentra penghasil singkong di Kecamatan Purwanegara. Meskipun, produksi singkong dari tahun ke tahun kian menurun lantaran sebagian petani beralih menanam komoditas lain.

Akan tetapi komoditas ubi-ubian ini masih menjadi andalan para petani untuk menopang perekonomian keluarga.

Sekilas, kebun singkong milik Zuhri, normal saja. Pepohonan singkong terlihat rimbun hingga daun-daun antar pohon saling bertumbukan. Tetapi jika diamati lebih dekat, ada yang janggal dari sebagian tanaman itu.

Sebagian pohon terlihat lebih kurus batangnya. Daunnya menguning hingga banyak yang rontok ke tanah. Tanaman itu tak bisa tumbuh normal.

Anehnya, tidak terlihat ada hama yang menyerang. Batang dan daun relatif bersih dari hama. Jika hama itu terlihat, pastinya Zuhri akan lebih mudah membasminya.

Ia pun mencoba mengecek kondisi akar tanaman yang tak terlihat karena terkubur tanah. Barangkali, bagian tanaman yang tak nampak di permukaan itu sumber penyakit berada.

Ia menggali tanah sekitar tanaman dengan hati-hati agar tak mengenai akar dan buah. Perlahan misteri itu terkuak.

Hingga kedalaman beberapa centimeter, ia mendapati hewan-hewan aneh bergeliat di sekitar akar tanaman.

Petani di desa Pucungbedug menggali tanah sekitar akar singkong untuk memburu Engkuk
Petani di desa Pucungbedug menggali tanah sekitar akar singkong untuk memburu Engkuk (Tribunjateng.com/Khoirul Muzaki)

Bentuknya putih menyerupai ulat, namun belum sempurna. Petani menyebutnya Engkuk, atau larva. Larva adalah hewan yang perkembangannya melalui metorforsis.

Hewan yang hidup di dalam tanah inilah yang diyakini sebagai biang perusak tanaman singkong petani.

"Engkuk sudah lama menyerang tanaman singkong,"katanya

Mengatasi hama yang tampak jelas di tanaman saja susahnya minta ampun. Apalagi hama yang tak kasat mata karena hidupnya di dalam tanah.

Dimana dan kemana hewan itu berjalan, petani tak tahu. Kapan jadwal hama itu menggerogoti akar tanaman pun tak pernah diketahui.

Karena itu, petani kebingungan untuk membasmi hama yang tersembunyi tersebut. Tetapi petani tetap berusaha untuk membasmi hama itu agar bisa panen. Bermacam insektisida, hingga garam dan sabun cuci serbuk sudah pernah dipakai petani untuk mematikan hama itu.

Mereka menebar racun itu di dalam tanah yang diyakini menjadi sarang Engkuk. Tetapi usaha yang memakan modal cukup besar itu sepertinya tak mempan. Serangan Engkuk tetap merajalela.

Zuhri biasa membeli insektisida yang diyakini paling ampuh seharga Rp 85 ribu perkilogram. Sekali tebar, ia membutuhkan 8 kilogram racun. Belum lagi obat jenis lain yang membuat ongkos produksi kian membengkak.

"Masalahnya tidak tahu dimana, karena hidup di dalam tanah. Ditebar di sini, hamanya sudah pindah. Jadi gak mati,"katanya

Karena itu ia juga sering membasminya dengan cara manual. Dia kerap menggali tanah sekitar akar untuk menemukan Engkuk. Ia meyakini, hama itu tinggal tak jauh dari akar dan buah yang jadi sumber makanannya. Saat hewan itu terlihat, ia langsung membunuhnya.

Larva-larva ini hidup dengan cara memakan perakaran dan buah di dalam tanah. Padahal, akar berfungsi menyerap nutrisi dan air dari dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Jika penopang pertumbuhan tanaman itu rusak, bisa dipastikan bagian tanaman lain mulai akar, daun hingga buah tidak akan tumbuh normal atau mati. Tanaman akan kurus, kering hingga mati atau tak berproduksi.

Ubi di dalam tanah yang paling dimanfaatkan petani untuk dikonsumsi atau dijual pun tidak bisa tumbuh normal, atau habis dimakan Engkuk.
Tak ayal, serangan Engkuk membuat produksi menurun hingga petani terancam gagal panen.

"Kalau masih hidup sampai masa panen ya bisa dipanen, tapi menurun,"katanya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved