Viral Bripda Iin Dilamar, Mahar 300 Juta, 1 Ton Beras, Tanah dan Kuda, Keluarga: Bukan Polwan Biasa
Netizen di Makassar ramai membicarakan acara Mappettuada atau proses lamaran seorang Polwan asal Kabupaten Bantaeng
Sudah memiliki pekerjaan yang mapan, memiliki paras yang menawan serta sudah bertitel haji maka makin besar pula jumlah uang panai’ yang diminta oleh keluarganya.
Kebanyakan orang menganggap semakin tinggi jumlah uang panai’ yang dibawa maka semakin tinggi status sosial mereka di masyarakat.
Setelah pihak keluarga mempelai pria menyanggupi besarnya jumlah uang panai’ yang ditawarkan keluarga mempelai wanita, sehingga pihak mempelai wanita bersedia dan setuju menerima pinangan tersebut maka dimulailah persiapan-persiapan untuk mengadakan pesta pernikahan.
Tetapi begitu pula sebaliknya, jika pihak pria tidak mampu memenuhi permintaan dari keluarga mempelai wanita maka lamaran mereka ditolak sehingga pesta pernikahan tersebut tidak jadi dilaksanakan.
Cukup banyak masyarakat yang merasa terbebani dengan budaya uang panai’ ini.
Tidak sedikit dari mereka yang sudah berpacaran lama dan berniat serius melanjutkan ke jenjang pernikahan harus merelakan niat baiknya batal karena pihak pria yang tidak mampu memenuhi permintaan dari pihak keluarga wanita.
Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi psikologis kedua calon mempelai yang saling mencintai.
Utamanya bagi kaum lelaki yang merasa rendah diri dan merasa tidak memiliki kemampuan untuk memperjuangkan gadis yang ia cintai.
Masing-masing dari mereka bisa mengalami stres yang terkadang membuat mereka memiliki ketakutan untuk memulai suatu hubungan yang baru juga menjadi orang yang sensitif jika mendengar kata pernikahan.
Orang-orang yang menjadi korban uang panai’ ini kadang berubah pemahamannya terhadap pernikahan.
Yang dulunya mereka menganggap pernikahan merupakan ibadah yang sakral, malah berubah menjadi ajang jual-beli anak gadis seseorang serta ajang pertunjukan mampu-tidak mapunya mereka dalam hal finansial yang membuat adanya kesenjangan sosial dimasyarakat.
Tidak sedikit juga yang justru melakukan kawin lari atau orang Bugis-Makassar biasa menyebutnya dengan nama silariang.
Karena sudah terlanjur cinta tetapi niat baiknya untuk melangsungkan ibadah pernikahan harus kandas karena terhalangi oleh permintaan uang panai’ dengan jumlah besar.
Eh tapi jangan salah, tidak sedikit juga para kaum lelaki yang menganggap besarnya permintaan uang panai’ itu sebagai hal yang wajar.
Sebagian dari mereka para lelaki dari suku Bugis-Makassar yang terkenal dengan kegigihannya menganggap jika mereka mampu memenuhi permintaan besarnya jumlah uang panai’ tersebut, berarti mereka adalah lelaki yang menjunjung tinggi budaya siri’ ( Siri’ adalah harga diri atau martabat tertinggi yang ada dalam diri orang Bugis-Makassar).
Dengan permintaan uang panai’ yang cukup besar membuat mereka termotivasi untuk bekerja lebih keras mengumpulkan uang untuk menggapai cita–cita dalam rangka menghalalkan anak gadis pujaan mereka.
Sedangkan menurut pandangan kaum wanita beserta keluarganya, seorang pria yang menyanggupi dan berusaha untuk memenuhi besarnya permintaan uang panai’ menjadi tanda ketulusan dan kesungguhan pria tersebut untuk meminangnya.
Jadi guys, apakah kalian sudah punya nyali yang cukup besar untuk melamar anak gadis Bugis-Makassar???
(Opini Ditulis oleh Dalila Zati Amani, Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang)
• Daftar 15 SMP Negeri Terbaik Nasional Peraih UN 2019 Tertinggi, Jateng dan DIY Mendominasi
• Sembunyi di Bibir Sumur karena Ditagih Utang, Buruh Asal Wonosobo Tewas Tercebur Sumur di Brebes
• Tak Terlihat di Indonesia, Simak Deretan Foto Sandiaga Uno Lebaran Sekaligus Liburan di Amerika
• KPU: Kami Sudah Tahu Sejak Awal Maruf Amin Punya Jabatan di Dua Bank