Mantan Napiter Bom Bali yang Jadi Penjual Soto: Lebih Susah Racik Bumbu Dapur Dibanding Racik Bom
Mantan Narapidana Teroris (Napiter) Bom Bali 1, Joko Tri Harmanto kini beralih profesi penjual soto ayam.
Penulis: Daniel Ari Purnomo | Editor: suharno
TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Mantan Narapidana Teroris (Napiter) Bom Bali 1, Joko Tri Harmanto, kini mencari nafkah sebagai penjual soto ayam.
Dia membuka warung itu di pinggir jalan Gang Kurma 6, Tangkil Baru, Kabupaten Sukoharjo.
Warung soto itu dinamainya Bang Jack.
"Saya mulai usaha itu setahun yang lalu," kata Jack Harun, sapaan Joko di Sala View Hotel, Kota Solo, Jumat (28/6/2019).
• AKBP Gatot 19 Tahun Buru Benda Kuno Bernilai Sejarah Polri, Dari Peluit hingga Sepeda Polisi
• Guru Paksa Siswi Nonton Video Cabul di Kelas, Dilakukan Berulangkali hingga Siswi Trauma
• Putri Khofifah Akan Menikah, Calon Mantu Bukan Anak Pejabat, Kisah Cinta Mereka Bak Drama FTV
• 32 Driver Ojol Ojek Online Kota Semarang Ditilang, Gara-Gara Mangkal di Daerah Larangan Parkir
Satu porsi soto ayam dijual seharga Rp 5.000 untuk mangkuk besar dan Rp 3.000 untuk mangkuk kecil.
"Kami dapat modal waktu itu dari Kemensos.
Satu orang dapat Rp 15 juta.
Khusus untuk napiter yang kembali ke NKRI," bebernya.
Jack berujar kali pertama membuka soto ayam cukup sulit.
Terutama dalam hal peracikan bumbu soto.
"Lebih mudah merakit bom, ketimbang meracik bumbu soto," ujar mantan anak buah Noordin M Top itu seraya tertawa.
Untuk menebus dosa masa lalu, Jack Harun membuka program Jumat Berkah dalam warung soto itu.
Ada soto gratis tiap hari Jumat minggu pertama.
Jack Harun kini telah mendirikan yayasan bernama Gema Salam.
Yayasan itu menampung mantan napiter yang kembali berideologi Pancasila.
"Kami melakukan upaya deradikalisasi dengan cara kunjungan rutin ke penjara napiter.
Kami ingin mereka bertaubat, kembali ke pangkuan NKRI," ujarnya.
Yayasan Gema Salam dalam presentasinya mengungkapkan ada beberapa sekolah di Jawa Tengah terpapar paham radikal.
Jack Harun membeberkan penyebaran paham radikal paling efektif melalui sekolah dan media sosial.
"Yang paling rawan terpapar paham itu (radikal) adalah anak-anak.
Caranya, kami dulu menanamkan rasa benci dengan mengajarkan anak-anak benci polisi.
Polisi itu thogut, gereja itu tempat orang kafir. Itu rutin diucapkan sehingga anak-anak paham radikal," paparnya.
Jack mengungkapkan ciri-ciri orang terpapar paham radikal adalah dari cara berkomunikasi.
"Ambil contoh begini, ketika ada lawan bicara kita mengatakan polisi itu thoghut dan sebagainya, itu sudah kena paham radikal.
Jangan lihat dari pakaian saja.
Contohnya, pelaku bom Thamrin itu pakaian biasa saja mirip warga sipil," jelasnya.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo memastikan pihaknya akan menertibkan sekolah-sekolah yang mengajarkan paham radikal.
"Saya tadi ketemu MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) sebelum ke sini.
Saya sampaikan juga kepada para kepala sekolah, sekolah yang mengajarkan paham radikal itu harus ditertibkan," tegasnya.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Ganjar mengajak masyarakat berani melaporkan adanya perubahan paham dari anak ke kepolisian maupun Kesbangpolinmas.
Sedangkan dari pihak sekolah, dia meminta kepala sekolah maupun pemilik yayasan kritis terhadap guru yang berpikiran menyimpang. (Daniel Ari Purnomo)
• BREAKING NEWS: Sepeda Motor Revo Terbakar di SPBU Pati, Api Nyaris Menyambar Pompa Bensin
• Prabowo Tidak Akan Hadir Dalam Penetapan Jokowi-Maruf
• Helikopter MI-17 TNI AD Hilang Kontak di Papua, Baru Lima Menit Lepas Landas, Bawa 12 Orang
• Mengintip Kerajinan Gedek di Purbalingga, Bahan Bangunan Tradisional yang Kian Ditinggalkan