Kisah Petani di Kawasan Gunung Api Dieng, Tak Takut Meski Status Waspada
Meningkatnya aktivitas gunung Slamet dari normal ke level waspada menyita perhatian.
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA - Meningkatnya aktivitas gunung Slamet dari normal ke level waspada menyita perhatian.
Sejumlah instansi terkait langsung mengambil langkah antisipasi menyikapi informasi itu.
Masyarakat diimbau menghindari dalam radius 2 kilometer kawah puncak.
Imbauan ini ditindaklanjuti dengan penarikan seluruh pendaki yang masih berada di jalur pendakian.
Seluruh jalur pendakian di wilayah KPH Banyumas Timur bahkan harus ditutup sampai batas yang tidak ditentukan.
Ini untuk memastikan, zona bahaya harus steril dari aktivitas manusia.
Tetapi tahukah bahwa di tempat lain, ada masyarakat yang justru hidup berdampingan dengan kawah gunung api?
Gumpalan asap terus membumbung dari mulut kawah Sileri, Desa Kepakisan Kecamatan Batur Banjarnegara.
Dari kejauhan, lubang hitam yang terus mengeluarkan asap itu terlihat menyeramkan.
Hamparan tanaman dan pepohonan di sekitarnya sampai gosong hingga mati mengenaskan.
Ini adalah jejak amukannya yang mengerikan saat kawah itu meletus hingga melulai sejumlah wisatawan, Juli 2017
Tetapi kengerian itu sepertinya tak ada dalam benak sejumlah petani yang mengolah tanah sekitar kawah.
Alih-alih menjauh, mereka justru memilih menghabiskan hari-harinya di sekitar kawah.
Jumanto, warga Desa Kepakisan Batur sibuk merawat tanaman kentang di kebunnya.
Sementara tak jauh dari lahannya, kawah Sileri terus mengancam.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/kawah-aqy-dieng.jpg)