Anaknya Jadi Terpidana Kasus Rudapaksa, Kuli Bangunan Ini Beberkan Kejanggalan di Persidangan
Perjuangan seorang kuli Susilo bangunan untuk mencari keadilan anaknya Musonifin yang menjadi terpidana kasus rudapaksa.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: suharno
TRIBUNJATENG.COM - Perjuangan seorang kuli Susilo bangunan untuk mencari keadilan anaknya Musonifin tidaklah mudah.
Anak dari warga Desa Pesawahan Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal dituduh karena melakukan rudapaksa terhadap anak tetangganya yang berusia empat tahun.
Tuduhan tersebut berlanjut hingga Pengadilan Negeri Kendal tahun 2016 dengan Nomor Perkara 5/Pid.Sus/2017/Pn.Kdl.
Anaknya divonis hukuman penjara selama delapan tahun penjara.
"Saya kaget tahun 2015 anak saya dituduh melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur," ujarnya, beberapa hari lalu saat menemui Tribun Jateng.
• Ibu Asal Semarang Ini Sudah Empat Kali Jemput Anak Gadisnya di Polsek Gara-gara Sering Hilang
Namun dia, menemukan adanya beberapa kejanggalan penanganan perkara dari tingkat penyidikan hingga persidangan.
Kejanggalan pertama adanya tuduhan dari penyidik upaya melakukan rudapaksa dinilainya tidak benar.
Dimana saat itu penyidik menuding anaknya melakukan tidakan tidak senonoh dari pukul 10.00 hingga mendekati pukul 12.00.
"Waktu itu hari Jumat, anak saya sendiri tidak berada di rumah, sedang berada di sekolah untuk mengambil ijazah untuk kuliah. Anak saya juga ketemu tetangganya di kecamatan mengurus SKCK yang saat itu digunakan untuk kuliah," jelasnya.
Dirinya menyayangkan adanya perubahan Berkas Acara Pidana (BAP) yang tidak sesuai dengan tudingan awal.
Dimana di dalam BAP tersebut rudapaksa terjadi dari pukul 14.00 sampai sore.
"Awalnya saya tidak merespon karena saya tidak percaya. Karena tidak ada apa-apa. Justru rumah yang dituduhkan untuk pencabulan nyatanya keluarga korban ada di dalam rumah," tuturnya.
• Pria yang Menderita Gangguan Jiwa Kini Tinggal Bersama di Rumah Dinas Bupati Banjarnegara
Saat persidangan, kata dia, tidak ada saksi yang memberikan keterangan anaknya melakukan pencabulan.
Selain itu, selimut yang disita penyidik untuk barang bukti tidak ditunjukan di persidangan.
"Setelah saya tanyakan selimut itu dikembalikan. Kalau memang ada ceceran darah harusnya selimut itu dimunculkan di pengadilan," tutur dia.
Setelah anaknya divonis majelis hakim selama delapan tahun, dirinya mengajukan upaya hukum banding.
Namun dalam amar putusan banding hasilnya tetap menguatkan vonis pengadilan tingkat pertama.
"Saya mengajukan upaya hukum kasasi hasilnya juga sama," tuturnya.
Dia mengatakan proses mencari keadilan anaknya dari pengadilan tingkat pertama hingga Makamah Agung selama tiga tahun.
Dirinya masih merasa belum puas atas putusan tersebut dan akan mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) untuk mencari keadilan anaknya.
"Saya akan mencari fakta baru termasuk hasil visum pertama di RSUD H Soewondo yang diserakan penyidik tidak dimunculkan di persidangan. Kesannya malah dihilangkan," ujar dia.
Ia menuturkan akibat anaknya dijebloskan penjara, keluarganya menjadi trauma.
Bahkan kejadian tersebut menyebabkan anaknya gagal untuk menimba ilmu yang lebih tinggi.
"Saya kepenginnya kalau anak saya kuliah bisalah memperbaiki kehidupan keluarga," tukasnya.
• Jelang Semen Padang Vs PSIS Semarang, Widyantoro: Tim Lawan Memiliki Permainan yang Menarik
Sementara itu Penasehat Hukum Susilo, Bangkit Mahanantiyo menuturkan pelaporan tersebut dilatarbelakangi oleh permasalahan sosial antar keluarga.
Dendam tersebut berlanjut hingga anak dari kliennya dikriminalisasi.
"Upaya Hukum yang terakhir atau upaya hokum luar biasa (Peninjauan Kembali) Ke Mahkamah Agung," tutur dia.
Namun Upaya terakhir yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan menjadi hak dari terpidana untuk membuktikan dalilnya tidak bersalah saat ini mengalami jalan buntu.
Kebuntuan tersebut dikarenakan Polres Kendal tidak memberikan hasil Visum Et Repertum yang dikeluarkan oleh RSUD Soewondo Kendal.
"Yang dilampirkan dalam berkas perkara hanyalah hasil Visum dari RSUD Tugurejo Semarang," jelasnya.
Adanya dua Visum yang dilakukan di dua rumah sakit yang berbeda,didapatnya dari informasi pada saat pemeriksaan keterangan saksi di Pengadilan.
"Namun saat saksi verbalisan dari Penyidik Polres Kendal yang dipanggil untuk memberikan keterangan di bawah sumpah, dia mengaku Visum hanya ada satu yakni yang telah dilampirkan dalam berkas perkara yakni Visum RSUD Tugurejo Semarang,"paparnya.
Dia menyebut dari keterangan tersebut terdapat fakta yang dimanipulasi.
Hingga saat ini Polres Kendal menutupi fakta yang sesungguhnya terjadi.
"Kami menuntut untuk instansi tersebut bertindak secara profesional dan proposional," paparnya.
• Sejarah Lokalisasi Sunan Kuning, Pemkot Semarang yang Mendirikan dan Kini Akan Menutupnya
Ia menuturkan akan menempuh upaya hukum apabila tidak mendapat salinan tersebut untuk kebutuhan membela kliennya.
Hal ini didasarkan pada pasal 17 UU Advokat, dan pasal 51 KUHAP.
"Kami diberikan hak untuk memperoleh informasi, data dan dokumen yang berkaitan demi kepentingan pembelaan klien,serta di dalam pasal 51 KUHAP disebutkan tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang bisa dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya saat pemeriksaan dimulai," paparnya. (rtp)