Fakta Jalan Trans Papua Terbongkar, Najwa Shihab Terdiam, Gubernur Papua Ngaku Tak Butuh Pembangunan
Sekjen Federasi Kontras, Andy Irfan Junaedi dan Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan bahwa jalan trans Papua tidak dibutuhkan.
Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
TRIBUNJATENG.COM- Sekjen Federasi Kontras, Andy Irfan Junaedi dan Gubernur Papua Lukas Enembe mengatakan bahwa jalan trans Papua tidak dibutuhkan.
Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi narasumber di acara Mata Najwa yang tayang pada Rabu (21/8/19)
Mulanya, Najwa Shihab menanyakan apakah pembangunan yang selama ini dilakukan pemerintahan Jokowi apakah belum cukup.
"Pendekatan ekonomi, infrastruktur yang dilihat nyata di era pemerintahan Jokowi 5 tahun terakhir, itu saja belum cukup menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat Papua?," tanya Najwa Shihab.
• Lettu Angga Pradipta Meninggal Sehari Sebelum Akad, Sang Kekasih Ungkap Detik-detik Sebelum Kejadian
• Viral Destoko Pemuda Ganteng Banyumas 25 Tahun Nikahi Pesinden 50 Tahun, Semua Berawal dari Ini
• Fadli Zon Singgung Mobil Esemka, Semua Narasumber di ILC Langsung Tertawa
• Tak Sengaja Bantu Baim Wong di Turki, Mahasiswa Ini Lamar Adik Ipar Baim Chelzea Verhoeven
Sekjen Federasi Kontras, Andy Irfan Junaedi mengatakan bahwa pembangunan tersebut yang menjadi masalah.
Ia mengatakan bahwa masyarakat tidak membutuhkan jalan trans Papua.
"Sama sekali, justru saya melihat itu yang bermasalah. Coba tanya pada teman-teman Papua, apakah mereka butuh jalan Trans Papua? siapa yang butuh, orang Indonesia-kah atau orang Papua-kah?"
Andy menilai bahwa pembangunan harus mengedepankan kemanusiaan.
"Saya bilang pembangunan itu penting, perlu. Tapi bagaimana proses perencanaan pembangunan dan implementasi pembangunan itu dilakukan mengedepankan kemanusiaan," ujar Andy.
Andy mengatakan bahwa Papua memiliki tingkat kekerasan yang panjang.
"Jakarta belum melihat Papua dengan pendekatan itu. Papua memiliki tingkat kekerasan yang panjang. Papua punya cerita berbeda dibanding provinsi lain. Kalau melihat Papua disamakan dengan kita maka kita akan terjebak di cerita yang sama," paparnya.
Ia lalu menyinggung kasus HAM yang terjadi di Papua.
"Isu separatisme muncul itu bukan yang tahu-tahu muncul. Itu adalah sebab akibat tersumbatnya beragam persoalan tanpa ada penyelesaian. Coba kita tengok kasus kejahatan HAM. Berapa yang mandek?," tanya Andy.
Andy lantas menyebutkan beberapa kasus yang ada di Papua.
"Besok kita akan lihat apa yang dilakukan Jakarta terhadap kasus kemanusiaan di Nduga? Ada ribuan orang Wamena mengungsi, apa yang dilakukan Jakarta?," ujar Andy.
Andy menjelaskan bahwa Papua membutuhkan guru, bukan senjata.
Bahkan ia menyinggung jika masyarakat non-Papua yang datang ke Papua Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia) lebih meningkat dibanding masyarakat Papua sendiri.
"Yang dikirim tentara, orang Papua butuh guru. Bukan butuh senjata. Orang Papua butuh ilmu, bukan dicaci. Atau kita cek hasil pembangunan, human development index (HDI) di Papua, orang Papua asli HDI-nya rendah. Orang non-Papua yang datang ke Papua HDI-nya meningkat. ssiapa yang menikmati, bukan orang Papua Itu fakta," ungkap Andy.
Gubernur Papua, Lukas Enembe lalu membenarkan ucapan Andy.
"Orang Papua butuh kehidupan. Bukan pembangunan," ujar Lukas.
Andy pun menegaskan bahwa Papua membutuhkan kemanusiaan.
"Ya butuh kemanusiaan, itu bukan untuk orang Papua, orang Papua tidak pernah lewat jalan yang dibangun. Orang Papua tidak punya apa-apa. Mereka perlu kehidupan, nggak usah repot-repot, coba dilihat Human develoment index," tandas Andy.
Diketahui, kerusuhan di sejumlah tempat di Papua terjadi, yakni di Manokwari Senin (219/8/2019) dan Fakfak, Rabu (21/8/2019).
Hal ini dipicu adanya penangkapan terhadap 43 mahasiswa Papua di Surabaya, dengan tudingan merusak bendera Indonesia, Sabtu (17/8/2019).
Sejumlah massa menggelar aksi unjuk rasa hingga melumpuhkan jalan Yos Sudarso yang merupakan jalan utama kota Manokwari.
Tak hanya melumpuhkan jalan, massa juga turut membakar Gedung DPRD Papua Barat.
Seorang warga bernama Lisman Hasibuan mengungkapkan kronologi dari aksi protes ini.
"Mereka kecewa dengan tindakan aparat di Jawa Timur dan kedua mereka kecewa katakan orang Papua membuat situasi di sana memanas," kata warga bernama Lisman Hasibuan saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/8/2019).
Kerusuhan ini menjalar hingga ke Fakfak, Papua Barat, Rabu (21/8/2019).
Pengunjuk rasa merusak, bahkan membakar Pasar Thumburuni.
Massa pengunjuk rasa pun bergerak menuju kantor Dewan Adat agar dapat membicarakan masalah tersebut dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) setempat.
Pada saat itulah, ada oknum yang mengibarkan bendera Bintang Kejora, yang kerap kali dikaitkan dengan referendum Papua.
Karo Ops Polda Papua Kombes Pol Moch Sagi membeberkan situasi tersebut hampir mirip dengan kejadian di Manokwari maupun Sorong seperti yang dikutip dari Kompas.com, Rabu (21/8/2019). (*)
• Aktivis Papua Ini Sebut Satu Presiden yang Bisa Pahami Rakyat Papua: Mengembalikan Identitas Kami
• Habib Luthfi Yahya Maafkan Warga Temanggung yang Menghinanya di Facebook: Iki Wes Dadi Sedulurku
• Hebat, Gadis Manis Jago Silat dari Pekalongan Kejar dan Tendang Motor Jambret sampai Tersungkur
• Heboh Seserahan Honda HRV Dikirim Pakai Towing di Pati, Mempelai Pria Juga Serahkan Nmax