Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Cerita Aneh Mbah Narko Tentang Batu Bata Super Jumbo di Kulon Progo Yogya, Diduga Reruntuhan Candi

Sebaran fragmen batu bata merah berukuran tidak biasa umumnya bata merah sekarang, ditemukan di tegalan Dusun Ngrandu, Desa Kaliagung

Editor: galih permadi
ISTIMEWA
Sejumlah batu bata berukuran jumbo dan batu putih serta potongan yoni ditemukan tersebar di tegalan Dusun Ngrandu, Desa Kaliagung, Sentolo, Kulon Progo, DIY. Lokasi itu disurvei tim BPCB DIY Senin (30/9/2019) menindaklanjuti laporan warga. (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumargo) 

TRIBUNJATENG.COM, YOGYA – Sebaran fragmen batu bata merah berukuran tidak biasa umumnya bata merah sekarang, ditemukan di tegalan Dusun Ngrandu, Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo, DIY.

Sebagian batu-batu itu bertakik samping, ada yang melengkung di satu sisi, ada pula yang bertakik di ujung tengah bata. Ukuran bata merah itu rata-rata lebarnya 23 cm, panjang 35 cm, dan ketebalan 10 cm.

Belum ditemukan fragmen batu bata dan batu putih yang dihiasi ornamen atau pahatan tertentu seperti biasa ditemukan di bangunan candi.

Sebaran fragmen batu putih dan batu bata itu berpusat di sebuah gumuk atau gundukan tanah yang ada pohon jambu air berukuran cukup besar.

Lokasi itu ditinjau tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY, Senin (30/9/2019). Tribunjogja.com mendatangi area yang sama hari berikutnya, Selasa (1/10/2019).

Fragmen-fragmen batu bata dan batu putih itu ada di tegalan milik keluarga almarhum Mbah Ponco Pawiro, warga Dusun Ngrandu.

Lantas, fragmen batu bata dan batu putih yang terserak di Dusun Ngrandu itu apa? Yozes Tanzaq, arkeolog BPCB DIY yang mengunjungi lokasi itu belum bisa memastikan bangunan apa.

“Mungkin bangunan ini megah dulunya,” tulisnya lewat pesan pendek ke Tribunjogja.com. Menurutnya, dari jejaknya yang terlihat di permukaan, ini situs kuno istimewa karena berbahan bata merah.

Tim BPCB DIY telah membawa beberapa contoh batu bata merah besar, untuk diteliti di laboratorium. Selain perkiraan usia, identifikasi ciri dan kekhasan bata ini akan menunjukkan pada masa apa benda itu dibuat.

Apakah sisa candi? Masih belum ada yang berani memastikan. Informasi dari warga, lokasi itu sejak lama dikenal dengan sebutan “ngreco”.

Sebuah bekas mata air atau belik di sebelah utaranya yang sekarang kering, dan tegalan di sekitarnya, sampai saat ini masih dikenal namanya sebagai candi.

“Orang sini biasa menyebutnya ngreco dan candi,” kata Mbah Narko (82), warga Banyunganti Kidul, Desa Kaliagung.

Rumah Mbah Narko ini hanya sekitar 75 meter dari area yang banyak terdapat sebaran batu bata dan batu putih.

Mbah Narko lahir, besar, dan menghabiskan hidupnya di dusun ini. Karena itu ia tahu tentang nama “ngreco dan candi” selama berpuluh-puluh tahun.

“Menurut cerita turun temurun, di gumuk yang sekarang ada pohon jambunya itu dulu ada reco (arca). Reco sona (anjing). Saya sendiri tidak pernah melihatnya,” kata Mbah Narko.

Menurut pria sepuh yang masih trengginas dan memelihara seekor sapi di rumahnya, ayah hingga kakek buyutnya mungkin juga tidak pernah melihat keberadaan arca itu.

“Mbah wareng mungkin tahu. Mungkin lho ya,” lanjut Mbah Narko dalam bahasa Jawa medok. Cerita sama didapatkan dari warga lain, Mbah Pujo Suwito (77) dan Supanto (47), keduanya warga Kaliagung.

Selain arca yang menurut warga hingga sekarang disebut mirip anjing, juga konon ada dua arca gupolo (dwarapala). Tapi dua arca ini juga sudah tidak ada jejaknya.

Di lokasi, jejak paling nyata dan bisa dilihat di dasar sungai kecil di bawah gumuk, berupa potongan bagian atas yoni. Fragmen yoni ini sudah terpotong dan hanya tinggal bagian sudutnya saja.

Bahannya batu putih. Potongan yoni yang kemungkinan dibuat sistem terurai (knock down) ini tergeletak di dasar sungai yang kering kerontang.

Menurut Mbah Narko yang rumahnya paling dekat dengan lokasi sebaran artefak ini, batu-batu itu tidak pernah ada yang berani menggunakannya serampangan.

“Paling-paling seperti saya, saya buat jadi undak-undakan dari tegal ke sungai untuk lewat. Tidak ada yang berani bawa pulang atau dipakai apa,” jelasnya.

Keterangan senada disampaikan Supanto, cucu Mbah Ponco Pawiro, pemilik tegalan yang ada sebaran batu bata besar itu.

“Dulu pernah ada yang bawa pulang bata merah besar itu buat bikin tungku orang yang punya hajatan, air yang dimasak di tungku bata merah itu tidak mendidih juga,” kata Panto.

Mbah Pujo Suwito, warga Banyunganti Kidul juga menerangkan hal sama. Tetapi kejadiannya di rumah orang berbeda.

Dilihat dari penampakan di lapangan, area tanah yang terdapat sebaran batu bata dan batu putih itu memanjang sekitar 25 meter arah utara selatan.

Bagian paling selatan ditandai menjulangnya pohon jambu air. Di bawah dan di sekitar pohon jambu inilah fragmen batu itu sepertinya terkonsentrasi.

Menurut Supanto dan Mbah Narko, lahan di lokasi ini dulunya datar dan lebih tinggi dari tanah di sebelah timurnya. “Tapi sering longsor dan kebawa ke selatan jika banjir,” kata Mbah Narko.

Kali kecil di bawah situs ngreco ini menurut keduanya relatif baru, dan dibuat sebagai pengalihan alur sungai.

“Dulu sungainya di sebelah barat rumah saya ini, membelah sawah. Terus oleh ayah saya dipindahkan jalurnya ke barat,”sambung Mbah Narko yang terlihat masih kuat daya ingatnya.(Tribunjogja.com/xna)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Batu Bata Super Jumbo Ditemukan di Kulon Progo, Diduga Reruntuhan Candi Kuno, 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved